KPK Periksa Wan Amir Selama Dua Jam

id kpk periksa, wan amir, selama dua jam

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Asisten II Setdaprov Riau Wan Amir Firdaus selama dua jam sebagai saksi kasus suap alih fungsi kawasan hutan di Sekolah Polisi Negara, Pekanbaru, Senin.

"Saya diperiksa dua jam sejak jam 10 pagi," kata Wan Amir kepada Antara usai menjalani pemeriksaan.

Ia mengaku pertama kali diperiksa sebagai saksi dalam pemeriksaan KPK, dan tidak ingat berapa banyak pertanyaan yang diajukan oleh penyidik. Menurut dia, kehadirannya adalah sebagai saksi untuk tersangka Gubernur Riau Annas Maamun, dan pengusaha sekaligus dosen Universitas Riau Gulat Medali Emas Manurung.

"Saya banyak ditanya tentang prosedur alih fungsi lahan," ujarnya.

Selama pemeriksaan, ia mengaku menjelaskan bahwa mekanisme awal dalam alih fungsi kawasan hutan terkait revisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi (RTRWP) Riau adalah diawali dengan usulan pemerintah daerah kepada Kementerian Kehutanan. Namun, Wan Amir mengaku tidak ditanya penyidik terkait uang suap dalam proses revisi RTRWP Riau yang menjerat kedua tersangka.

"Tidak ada ditanya soal uang (suap), dan saya juga tidak tahu soal itu," tuturnya.

KPK pada kali ini memintai keterangan tiga orang saksi. Dua orang saksi lainnya adalah Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, dan supir Gubernur Riau Annas bernama Dani.

Arsyadjuliandi Rachman hingga siang ini masih diperiksa di Ruang Catur Prasetya, SPN Pekanbaru. Penyidik memberi waktu kepada Plt Gubernur Riau untuk beristirahat dan menunaikan shalat Zuhur. Penyidik juga sudah menyediakan nasi kotak untuk pria yang akrab disapa Andi Rachman itu di dalam ruang pemeriksaan.

Andi Rachman belum mau berkomentar kepada wartawan terkait pemeriksaannya. "Nanti saja kalau pemeriksaan sudah selesai," katanya disela waktu rehat pemeriksaan.

Selama bulan ini, penyidik KPK telah memeriksa lebih dari selusin saksi di Pekanbaru berkaitan dengan dugaan kasus suap alih fungsi lahan dan suap proyek APBD Riau untuk tersangka Gubernur Riau, Annas Maamun, dan Gulat Manurung.

Dua diantaranya adalah pegawai PT Anugerah Kelola Artha atas nama Andaya Sinaga dan Hendra Siahaan. Pihak swasta lainnya yang telah diperiksa adalah petinggi perusahaan kelapa sawit PT Duta Palma.

Selain itu, ada lima orang pegawai negeri sipil dari staf protokol Pemerintah Provinsi Riau yang diperiksa KPK, yakni Ahmad Taufik, Said Putransyah, Piko Tempati, Fuadilazi dan Firman Hadi.

Kemudian, pejabat eselon II Pemerintah Provinsi Riau yang menjabat sebagai Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Provinsi Riau, Chairul Rizki, dan Kepala Dinas Perkebunan Riau Zulher. Sedangkan, satu mantan pejabat yang terperiksa adalah Zulkifli Yusuf mantan Kepala Dinas Kehutanan Riau.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK menetapkan dua orang tersangka, yakni Annas Maamun dan seorang pengusaha yang juga dosen Universitas Riau, Gulat Medali Emas Manurung. KPK menyangkakan Annas dengan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Tersangka kedua dalam kasus dugaan korupsi terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan Riau 2014 kepada Kementerian Kehutanan itu, adalah Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Riau sekaligus dosen Universitas Riau yang diduga menyuap Annas, yakni Gulat Medali Emas Manurung.

Gulat Manurung disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan jabatan penyelenggara negara tersebut. Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara 1-5 tahun kurungan ditambah denda maksimal Rp1 miliar.

Annas, Gulat dan tujuh orang lainnya diamankan petugas KPK di rumah Annas di Citra Grand blok RC3 No. 2 Cibubur, Jakarta Timur pada Kamis (25/9) malam. Dalam operasi tangkap tangan itu, juga didapatkan barang bukti berupa uang sebanyak 150 ribu dolar Singapura dan Rp500 juta, sehingga bila dijumlahkan total uangnya adalah sekitar Rp2 miliar.

Pemberian dilakukan Gulat agar kebun kelapa sawit seluas 140 hektare yang masuk dalam kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam Area Peruntukan Lainnya (APL). Kebun kelapa sawit itu berada di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.

KPK juga menduga uang itu digunakan sebagai "ijon" proyek-proyek lain di Riau karena saat penangkapan dan pemeriksaan ditemukan daftar beberapa proyek yang nanti akan dilaksanakan di Provinsi Riau. Pada saat OTT petugas KPK juga menemukan uang 30.000 dolar AS, namun dalam pemeriksaan Gulat mengaku hanya memberikan suap kepada Annas dalam bentuk mata uang rupiah dan dolar Singapura.