Pekanbaru, (Antarariau.com) - Pemerintah sebaiknya mewaspadai proses adopsi perjanjian internasional (ratifikasi) persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas Resmi karena memungkinkan negara terkena sanksi internasional akibat persoalan kebakaran lahan yang tak kunjung tuntas, demikian pandangan pakar.
"Mereka (negara-negara ASEAN) mungkin menilai kita tidak tuntas mengatasi persoalan asap. Ketika itu sudah diajukan ke konvensi internasional, seperti PBB, maka akan diikuti dengan sanksi yang tentunya akan merugikan bangsa ini," kata pakar lingkungan dari Universitas Riau Tengku Ariful Amri kepada Antara di Pekanbaru, Rabu.
Pernyataan Ariful adalah menanggapi kesepakatan pengesahan RUU Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas menjadi Undang-undang dalam sidang paripurna, Selasa (16/9) di Jakarta.
Ketika itu, Milton Pakpahan Ketua Komisi VII DPR RI menyatakan Indonesia telah melakukan upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan dampak pencemaran asap akibat kebakaran lahan hutan di tingkat nasional.
Namun demikian, kata dia, untuk penanganan pencemaran lintas batas, Indonesia beserta negara ASEAN lainnya menyadari bahwa pencegahan dan penanggulangannya perlu dilakukan bersama-sama.
Menurut dia, negara mendapat berbagai manfaat dengan pengesahan persetujuan ASEAN ini, di antaranya mendorong peran aktif Indonesia dalam pengambilan keputusan dengan negara anggota ASEAN untuk melakukan pemantauan, penilaian, dan tanggap darurat dari kebakaran lahan atau hutan yang mengakibatkan pencemaran asap lintas batas.
Namun menurut pakar, hal itu masih dalam tahapan dan kedepan yang harus diwaspadai adalah sanksi jika Indonesia tidak mampu mengatasi persoalan itu dimasa mendatang.
Manfaat lainnya menurut legislator itu adalah, melindungi masyarakat Indonesia dari dampak negatif pencemaran asap lintas batas akibat kebakaran lahan atau hutan yang dapat merugikan kesehatan serta menurunkan kualitas lingkungan hidup.
Ariful justru berpandangan, masalah asap merupakan persoalan yang harus dituntaskan sendiri tanpa harus melibatkan negara lain, namun karena dampaknya yang luas, bisa jadi negara lain yang terkena imbasnya mendesak agar pemerintah bekerja lebih keras.
Legislator juga menyatakan, keuntungan lain adalah memperkuat regulasi dan kebijakan nasional terkait pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, pemantauan, penanggulangan, dan pengendalian kebakaran lahan atau hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas.
"Sebenarnya negara kita sudah memiliki regulasi yang sangat kuat. Semisal Undang-undang Nomor 32 tahun 2009, sudah cukup untuk mengamankan ekosistem di tanah air dan mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan," katanya.
Belum lagi ditambah dengan UU 26 tahun 2007 tentang penatan ruang yang memiliki muatan yang lebih terperinci dan lebih tajam lagi soal daya tampung lingkungan, kata Ariful.
"Mungkin banyak keuntungan yang didapat, namun harus disadari, bahwa itu menjadi bukti bahwa kita telah gagal dalam pengatasi persoalan kebakaran hutan dan lahan yang berlangsung selama lebih 17 tahun (sejak 1997). Kebaikan yang didapat, bisa jadi sementara jelang ada sanksi yang akan datang," katanya.
Berita Lainnya
Perjanjian perdagangan internasional harus dapat untuk perkuat kedaulatan NKRI
06 February 2020 14:23 WIB
Ancaman Trump: Iran akan sangat menderita jika ganggu kepentingan AS
14 May 2019 8:57 WIB
Perjanjian Internasional Dinilai Hambat Perdagangan Ikan
12 October 2014 10:54 WIB
Wiranto sebut modus baru pembakaran lahan terkait persaingan politik
13 September 2019 18:26 WIB
Pekanbaru terbitkan instruksi terkait penanganan kabut asap, begini penjelasannya
31 July 2019 10:18 WIB
Ini Penjelasan Syahbandar Dumai terkait dampak Asap ke Penerbangan dan Pelayaran
25 February 2019 17:10 WIB
Pengamat Beri Masukan Terkait Kabut Asap Yang Terjadi Di Riau
17 April 2016 17:39 WIB
Jikalahari Tak Terima Tudingan Danlanud Pekanbaru Terkait Gugatan Kabut Asap
19 March 2016 20:20 WIB