Nestapa gadis down syndrome di Kampar, tidur di gudang - luka di sekujur tubuh akibat disiksa

id Anak down syndrom dianiaya di Kampar Oleh Annisa Firdausi

Nestapa gadis down syndrome di Kampar, tidur di gudang - luka di sekujur tubuh akibat disiksa

VH mengusap air mata temannya yang menangis saat ia akan pergi ke Mapolres Kampar untuk dimintai keterangan (ANTARA/Annisa Firdausi)

Kampar (ANTARA) - Langkah kaki remaja perempuan itu terseok di pelataran perumahan Teratai Jaya, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Sabtu (25/5) sore.

Pakaiannya compang-camping, wajahnya penuh lebam. Ia ditemani seorang anak laki-laki berusia sekitar enam tahun yang mengiringi langkahnya, membantu mencari rumah Pak RT.

Remaja berinisial VH (18) itu bukan hanya yatim piatu. Ia juga penyandang down syndrome, yang membuatnya membutuhkan perhatian dan pengasuhan khusus. Namun selama hampir satu tahun terakhir, ia justru hidup dalam siksaan di rumah sepupunya sendiri.

“Ia datang ke rumah saya dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Matanya lebam, bajunya lusuh, dan jalannya pincang,” kata Ketua RT 03 RW 01, Sofwan Hadi, saat ditemui di Kampar, Senin.

VH mengaku telah lama mengalami kekerasan fisik oleh kakak sepupunya, Citra Handayani. Ia dipukul, ditendang, bahkan diinjak. Tidurnya pun bukan di kamar, melainkan di gudang sempit beralaskan koran.

“Dia bilang sering disuruh pekerjaan rumah, tapi tak dikasih makan, tidur di gudang, tidak diberi pakaian layak,” ujar Sofwan.

Peristiwa kekerasan yang menimpa VH akhirnya diketahui publik setelah ia nekat melarikan diri. Warga yang mengetahui kondisi korban kemudian berinisiatif melapor ke pihak kepolisian.

Luka di tubuh dan hati

Kasat Reskrim Polres Kampar AKP Gian Wiatma Jonimandala mengatakan bahwa pelaku, Citra Handayani, telah diamankan dan sedang menjalani pemeriksaan intensif.

“Korban dianiaya menggunakan alat pembersih dari rotan dan tangkai sapu. Pelaku juga menginjak wajah, mata, tangan kanan, hingga punggung korban,” kata Gian.

Ia menjelaskan bahwa luka lebam ditemukan di sekujur tubuh korban. Sementara kondisi kaki VH yang pincang diduga akibat siksaan fisik berulang.

Kasus ini sempat membuat geger warga sekitar. Sejumlah tetangga mengaku sudah lama mencurigai adanya kekerasan di rumah pelaku, namun takut untuk melapor.

“Kami sering dengar suara ribut, teriakan juga. Tapi kami takut, pelakunya memang terkesan sok jago,” kata seorang warga yang enggan disebut namanya.

Diduga dibawa paksa

Tante korban, Nurleli mengungkapkan bahwa VH tinggal di rumahnya sendiri di Sumatera Barat sebelum akhirnya “hilang” secara misterius pada akhir September 2024.

“Saat itu saya ada acara, rumah saya dan korban berdempetan. Pulang-pulang, saya cari dia nggak ada. Ternyata katanya dibawa Citra ke rumah tantenya, tapi waktu saya hubungi, dia nggak ada juga di sana,” ujarnya.

Yang mengejutkan, sekitar pukul 02.00 WIB, ia menerima kiriman video pendek dalam kondisi gelap yang memperdengarkan suara VH seolah sedang membuat pengakuan.

“Kayak dipaksa ngaku kalau dia mau ikut ke Pekanbaru. Tapi dari nadanya,naluri saya berkata VH disuruh ngomong begitu,” ungkapnya.

Meski masih bisa berkomunikasi, VH disebut mengalami keterbatasan dalam pemahaman dan interaksi sosial.

“Namanya down syndrome, kadang bisa nyambung diajak bicara, kadang tidak,” tambah Nurleli.

Dampingi korban

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Riau, Ester Yuliani turut mengunjungi korban dan menyampaikan rasa kecewa atas kasus ini.

“Kami sangat menyayangkan kekerasan terhadap anak dengan kebutuhan khusus seperti ini. Kami berharap tak ada lagi kejadian serupa terjadi di manapun,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa pihaknya akan terus memantau jalannya proses hukum, dan siap berkoordinasi dengan kepolisian.

“Meski usianya sudah 18 tahun, namun kondisi mental dan kebutuhan VH tetap menjadikannya pihak rentan yang perlu perlindungan khusus,” kata Ester.

Sementara itu, Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Kampar, Linda Wati menilai bahwa kasus ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi seluruh pihak.

“Korban ini termasuk kelompok rentan, jadi perlu penanganan ekstra. Kami akan pastikan proses perlindungan dan pemulihannya berjalan,” katanya.

Pihak UPTD PPA juga menurunkan tim psikolog untuk melakukan asesmen menyeluruh terhadap korban.

“Kami ingin memahami sejauh mana dampak kekerasan yang dia alami. Kami akan dampingi agar korban bisa perlahan pulih secara fisik dan psikis,” tambahnya.

Linda juga mengapresiasi warga sekitar yang akhirnya berani bersuara.

“Ini bukti bahwa kesadaran masyarakat untuk melindungi anak semakin tumbuh. Perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama, tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah atau polisi,” katanya.

Tangisan teman kecil

Sebelum dibawa ke Polres Kampar untuk dimintai keterangan, VH sempat berpamitan dengan beberapa anak perempuan yang sering bermain bersamanya. Mereka terlihat menangis, memeluk VH erat-erat di pelataran rumah.

Anak-anak itu memang biasa bermain bersama VH ketika ia berhasil mencuri waktu keluar rumah, meski hanya sebentar. Bagi mereka, VH bukan hanya teman bermain, tapi juga sosok kakak.

Kisah VH menjadi pengingat bahwa di tengah lingkungan tempat tinggal, bisa saja terdapat anak-anak yang hidup dalam derita diam-diam. Dan ketika mereka berani bicara, masyarakat punya peran untuk mendengarkan, melindungi, dan bertindak.