Bangkok, (Antarariau.com) - Pemimpin junta, yang mengambil alih kekuasaan di Thailand pada Mei, Jumat, mengatakan bahwa pemerintahan sementara akan dibentuk pada Agustus.
Itu merupakan pernyataan pertama mengenai tanggal pasti penyerahan kekuasaan di negara tersebut, demikian laporan Reuters.
Jendral Prayuth Chan-ocha dalam pidatonya di depan perwira tinggi militer mengumumkan, penetapan tersebut merupakan bagian dari rencana tiga tahap, yaitu rekonsiliasi, pembentukan pemerintah, dan pemilihan umum, yang akan digelar Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Ketertiban.
"Pemerintahan akan dibentuk pada Agustus, atau paling lambat September," kata Prayuth dalam pertemuan membahas anggaran nasional 2015.
Militer mengambil alih kekuasaan pada 22 Mei melalui kudeta tak berdarah setelah enam bulan unjuk rasa yang menghadapkan pendukung perdana menteri terguling Yingluck Shinawatra dengan penentangnya di Bangkok yang merupakan pendukung kerajaan.
Prayuth menekankan kembali dalam pidatonya bahwa rancangan konstitusi sementara akan dibuat dalam tempo tiga bulan. Dibutuhkan waktu setidaknya setahun untuk menggelar pemilihan umum baru.
"Dalam tiga bulan mendatang kami harus melakukan segala sesuatunya dengan tepat, apakah itu terkait konstitusi ataupun hal lain. Semuanya untuk tahap pertama harus selesai Agustus," kata Prayuth.
Sejak mengambil alih kekuasaan, pihak militer membungkam pembangkang dan menahan sekitar 300 politisi, pegiat, dan wartawan.
Banyak di antaranya terkait dengan mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, yang dituding ikut mengatur pemerintahan yang dipimpin adiknya, Yingluck Shinawatra, dari luar negeri.
Pada Kamis, polisi mendakwa tokoh aktivis Sombat Boonngamanong karena memicu kerusuhan, melanggar undang-undang siber dan menentang perintah junta. Ia melancarkan kampanye dalam jaringan yang mengajak warga untuk melakukan protes jalanan menentang kudeta.
Selama hampir satu dasawarsa Thailand terpecah belah antara pendukung Yingluck Shinawatra dan saudara lelakinya Thaksin Shinawatra yang digulingkan pada kudeta 2006.
Negara tersebut terpecah antara pendukung Thaksin di utara dan timurlaut dengan pendukung kerajaan yang berasal dari Bangkok yang melihat Thaksin dan kebijakannya merupakan ancaman bagi orde lama.
Pengadilan menyatakan Yingluck bersalah menyalahgunakan kekuasaan pada 7 Mei, saat menggeser kepala keamanan negara ke pos lain sehingga salah satu kerabatnya bisa mengambil keuntungan dari perpindahan posisi itu, dan memerintahkannya untuk turun setelah berlangsungnya protes selama berbulan-bulan untuk menggulingkan pemerintahan.
Pemimpin militer Prayuth mengatakan ia masuk untuk memulihkan ketertiban dan membuat perekonomian serta kesejahteraan petani sebagai prioritas.
Angkatan bersenjata Thailand mulai membayar ratusan ribu petani berdasar skema pembelian beras, salah satu kunci utama yang berhasil membawa Yingluck berkuasa pada 2011.
Prayuth mengatakan, militer tidak berencana untuk mempertahankan sistem itu.
"Hari ini, jika Anda tanyakan ke saya, tidak akan ada lagi skema beras. Namun apakah di masa depan nanti kita akan memilikinya, itu adalah dua hal yang berbeda," katanya.
Menurut pihak penentang, skema itu meninggalkan kerugian besar. Petani berhutang lebih dari 2,5 miliar dolar AS berdasar program itu, sebuah elemen kunci dalam sidang pengadilan yang melengserkan Yingluck dari posisinya.
Berita Lainnya
Pemerintah stop sementara obat-obatan yang diduga penyebab gagal ginjal akut
19 October 2022 16:05 WIB
Izin Tak Lengkap Menara Telekomunikasi Disegel Aparat
03 April 2017 15:30 WIB
Jokowi Jenguk Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi
15 March 2017 11:05 WIB
Pemko Batu Alokasikan Rp4,3 Miliar Untuk Bantu Ibu Hamil
07 February 2017 10:50 WIB
Liburan Imlek, Pantai Selatbaru di Bibir Selat Malaka Dipadati Pengunjung
29 January 2017 21:40 WIB
Jalani Pemeriksaan Di Imigrasi Pekanbaru, TKA Ilegal Mengaku Stres
18 January 2017 16:55 WIB
Pelajar Sekolah Di Inhil Banyak Yang "Ngelem"
13 January 2017 6:15 WIB