Saat industri keuangan menggarap ekonomi syariah di Tanah Air

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, Industri Syariah

Saat industri keuangan menggarap ekonomi syariah di Tanah Air

Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Jakarta memberikan sambutan secara virtual dalam Silaturahim Nasional (Silaknas) Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) pada Sabtu (8/10/2022). (ANTARA/BPMI Setwapres)

Jakarta (ANTARA) - Dalam hiruk-pikuk dunia keuangan global, keuangan syariah muncul sebagai paradigma yang menarik dan relevan.

Berakar pada prinsip-prinsip Islam, sistem keuangan ini tidak hanya menawarkan suatu metode pembayaran, tetapi juga merupakan pandangan holistik terhadap kehidupan ekonomi yang sejalan dengan nilai-nilai etika dan moral.

Keuangan syariah tidak hanya sekadar alternatif, tetapi menjadi landasan bagi pengembangan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Di Tanah Air, industri keuangan syariah terus bertumbuh. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pangsa pasar industri perbankan syariah Indonesia saat ini mencapai 7,3 persen dari total industri perbankan nasional. Angka tersebut dinilai cukup baik meski mengalami perlambatan akibat dampak pandemi COVID-19 dan ketidakpastian global.

Hal tersebut juga bukan sekadar angka, namun juga menjadi cerminan keberhasilan 13 bank umum syariah, 20 unit usaha syariah, dan 171 bank perekonomian rakyat (BPR) syariah, yang bersama-sama mengukir perjalanan pertumbuhan.

Menariknya, pangsa pasar produk sukuk korporasi, sukuk negara, dan reksadana syariah di sektor pasar modal syariah telah melonjak mencapai 12,7 persen, sementara pangsa pasar saham syariah bahkan mencapai puncak 56 persen di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Tak hanya itu, Indonesia membanggakan diri dengan meraih penghargaan sebagai The Best Islamic Capital Market sebanyak empat kali berturut-turut, sejak 2019 hingga 2022, dari Global Islamic Financial Award.

Industri keuangan syariah nasional dapat digambarkan sebagai mesin potensial yang mampu memenuhi kebutuhan pasar baik dari segmen konsumen ritel maupun bisnis.

Keberagaman layanan dan produk yang ditawarkan, disertai dengan harga bersaing, membuatnya menjadi pilihan menarik bagi masyarakat.

Di panggung global, perbankan syariah tidak hanya menjadi alternatif, melainkan juga kekuatan dalam mendefinisikan masa depan keuangan.

Pertumbuhan pasar modal syariah, sukuk, dan produk keuangan berbasis syariah pun menunjukkan bahwa nilai-nilai etika dan moral semakin dicari dan diaplikasikan dalam dunia finansial.

Dengan latar belakang yang kaya nilai dan inovasi, perbankan syariah membuka babak baru dalam cerita keuangan global.

Salah satu contohnya adalah Bank Syariah Indonesia (BSI) yang merupakan bank syariah terbesar di Indonesia. Menyuguhkan solusi finansial yang berlandaskan etika, BSI mengukuhkan peran dalam mempercepat inklusi keuangan syariah di Indonesia melalui pemberdayaan ekosistem ekonomi Islam.

Dengan fokus pada pesantren, sekolah Islam, bisnis haji dan umrah, serta manajemen masjid, BSI menargetkan struktur manajemen keuangan syariah yang terpadu.

Data BSI mencatat, hingga September 2023, lebih dari 31.000 pesantren dan 187.000 sekolah Islam telah dikembangkan dengan dana kelolaan masing-masing Rp928 miliar dan Rp4,5 triliun.

Di sektor haji dan umrah, BSI telah memercayakan diri kepada 4,87 juta nasabah dengan dana kelolaan Rp11,4 triliun, sementara pemberdayaan ekosistem masjid mencapai lebih dari 270.000 nasabah.

BSI menawarkan solusi digital, termasuk sistem pengelolaan keuangan untuk korporasi, lembaga, dan perorangan. Dengan BSI Mobile, masyarakat dapat mengakses transaksi dengan cepat, termasuk fitur ZISWAF untuk zakat, infak, sedekah, dan waqaf.

Pada September 2023, BSI mencatat pertumbuhan signifikan dengan jumlah pengguna mencapai 5,9 juta, tumbuh 32,8 persen secara tahunan. Total transaksi mencapai 266,29 juta kali, tumbuh 42,25 persen, dengan nilai transaksi ZISWAF mencapai lebih dari Rp80 miliar melalui sekitar 7 juta transaksi.

Preferensi masyarakat terhadap transaksi halal kini semakin meningkat, mencerminkan upaya BSI dalam meningkatkan inklusi keuangan syariah.

Jadi pilihan

Seiring dengan pertumbuhan kesadaran akan pentingnya berinvestasi secara berkelanjutan, keuangan syariah muncul sebagai pilihan yang menjanjikan. Keuangan syariah tidak hanya mempertimbangkan faktor keuntungan finansial, tetapi juga dampak sosial dan lingkungan.

Seperti halnya yang dilakukan pasangan selebriti Dimas Seto dan Dhini Aminarti yang kini tampil sebagai pengusaha sukses. Mereka tidak hanya membuka berbagai bisnis dari fesyen hingga minuman diet, tetapi juga menjalankannya dengan landasan keuangan syariah.

Bagi pasangan ini, bisnis tidak sekadar mencari keuntungan, melainkan untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Berbisnis tidak hanya tentang meraih keuntungan finansial, tetapi juga tentang memastikan kesesuaian dengan prinsip-prinsip Islam.

Dengan kesadaran ini, mereka mengukir perjalanan bisnis sebagai contoh inspiratif tentang bagaimana keuangan syariah bukan hanya sebagai metode bisnis, melainkan sebagai pijakan moral dalam meniti kesuksesan.

Untuk proteksi, pasangan ini juga memanfaatkan asuransi berbasis syariah, yang di dalamnya diterapkan prinsip saling melindungi dan saling tolong menolong antar pemegang polis. Asuransi syariah muncul sebagai pilar utama yang tidak hanya memberikan perlindungan finansial, tetapi juga mengembangkan model bisnis yang adil dan berkelanjutan.

Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah didasarkan pada prinsip-prinsip etika Islam yang melibatkan saling berbagi risiko dan keuntungan. Keunggulan asuransi syariah tidak hanya terletak pada pendekatan kolektifnya, tetapi juga pada investasi yang dilakukan sesuai prinsip-prinsip syariah.

Dengan menghindari investasi yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, asuransi syariah memberikan jaminan bahwa dana yang dikelola akan digunakan dengan etika dan tanggung jawab sosial.

Pentingnya asuransi syariah juga tidak hanya terbatas pada perlindungan individu, tetapi juga membawa dampak positif terhadap masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan.

Seperti halnya yang dilakukan oleh Allianz Syariah Indonesia yang baru saja resmi penyedia perlindungan dengan nilai kebaikan syariah untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Melalui Gerakan Mengasuransikan 10.000 masyarakat Indonesia, Allianz Syariah berkomitmen membawa manfaat perlindungan kepada semua, mengawali upayanya melalui kolaborasi dengan berbagai lembaga, termasuk PMI DKI Jakarta, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor, Dompet Dhuafa, dan lainnya.

Allianz telah melangkah dalam menyediakan perlindungan syariah sejak 2006, dan setelah 17 tahun, Allianz Syariah hadir secara mandiri dengan fokus yang lebih tajam.

Direktur Utama Allianz Syariah Indonesia Achmad K. Permana menegaskan bahwa prinsip syariah sebagai solusi tidak terbatas pada kelompok muslim, tetapi memberikan manfaat universal untuk semua kalangan.

Pada kuartal III 2023, Allianz Syariah mencatatkan pertumbuhan premi asuransi atau Annualized Premium Equivalent (APE) sebesar 47 persen dengan pangsa pasar mencapai 22,8 persen.

Selama periode tersebut, mereka telah mendistribusikan total santunan asuransi sebesar Rp890 miliar, menunjukkan komitmen tolong-menolong sesuai prinsip asuransi syariah.

Lebih dari 120.000 peserta individu dan 9 juta peserta asuransi mikro telah mempercayakan Allianz Syariah untuk perlindungan jiwa dan kesehatan mereka.

Literasi keuangan syariah

Keuangan syariah menjadi pionir dalam mewujudkan konsep ekonomi yang tidak hanya menguntungkan pemegang saham, tetapi juga masyarakat secara luas.

Keterbukaan terhadap nilai-nilai etika dan prinsip-prinsip keadilan membuat keuangan syariah relevan dan dapat diadopsi secara luas di berbagai belahan dunia.

Dengan begitu banyaknya potensi dan manfaat yang ditawarkan, keuangan syariah bukan hanya sebatas pilihan bagi komunitas muslim, tetapi juga menjadi inspirasi bagi berbagai pihak yang menginginkan perubahan positif dalam dunia keuangan.

Oleh karena itu, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin berharap ada kenaikan literasi ekonomi dan keuangan syariah Indonesia menjadi 50 persen dari tingkat saat ini yang masih 23,3 persen.

Peningkatan literasi akan memacu penerimaan dan penggunaan produk ekonomi dan keuangan syariah, memberikan dorongan signifikan pada kontribusi sektor ini terhadap ekonomi nasional.

Meskipun Indonesia telah mencatat prestasi cemerlang di tingkat global dalam sektor keuangan syariah, Ma’ruf menegaskan bahwa tingkat literasi saat ini masih di bawah potensi.

“Saya berkeyakinan, dengan besarnya potensi Indonesia, angka-angka ini dapat ditingkatkan, bahkan, literasi ekonomi dan keuangan syariah Indonesia ke depan paling tidak mesti mampu mencapai 50 persen,” kata Ma'ruf.

Sementara itu, pengamat ekonomi syariah Adiwarman A. Karim, mengemukakan tantangan peningkatan literasi syariah adalah kesulitan menyampaikan konsep ekonomi syariah dengan bahasa yang lebih mudah dipahami masyarakat. Keterlibatan komunitas, pesantren, masjid, dan kelompok pengajian dapat menjadi salah satu langkah penting agar literasi keuangan syariah tidak terbatas pada kota besar saja.

Oleh karena itu, kolaborasi masif dan berkelanjutan antar-berbagai pihak untuk mempercepat peningkatan literasi ekonomi syariah sangat dibutuhkan. Perlu diseminasi informasi kepada masyarakat luas guna mendukung peningkatan literasi dan edukasi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

Baca juga: Pemuda di Pekanbaru gelar diskusi terkait kiprah Erick Thohir di perekonomian syariah

Baca juga: Transaksi Festival Ekonomi Syariah kawasan Timur Indonesia capai Rp60,5 miliar