Investor di Riau Cemaskan Tahun Politik

id investor di riau cemaskan tahun politik

Investor di Riau Cemaskan Tahun Politik

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kondisi perekonomian Riau pada triwulan III tahun 2013 secara umum menunjukkan hal yang kurang menggembirakan di banding tahun-tahun sebelumnya.

Hal itu bersumber dari lemahnya sektor "non-tradables" khususnya sektor perdagangan, sejalan dengan kinerja perekonomian nasional dan belum pulihnya perekonomian global secara umum.

"Pertumbuhan ekonomi Riau melambat. Namun Riau telah menjadi perekonomian terbesar di Sumatera dan berada pada urutan lima besar di Indonesia dibawah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah," ujar Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Perwakilan Riau, Irwan Zubir.

Secara nasional, lanjutnya, perlambatan terjadi yang membuat angka menjadi sebesar 6,1 persen, sedangkan perlambatan pertumbuhan perekonomian Riau berada di angka 4 persen.

Permintaan domestik terutama konsumsi masih yang tercatat sebagai sumber pendorong utama pertumbuhan Riau pada triwulan laporan yang diumumkan Bank Indonesia wilayah Riau pada Selasa (3/12/2013).

Diperkirakan pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah yang secara tak langsung maupun langsung turut mempengaruhi dan mampu mendorong kenaikan belanja masyarakat.

"Ekspor Riau mengalami kontraksi sejalan belum membaiknya perekonomian global. Sehingga pada triwulan III 2013, BI mencatat pertumbuhan perekonomian Riau mencapai 3,2 persen dengan migas," katanya.

Sementara pergerakan inflasi Riau pada triwulan III tahun 2013 menunjukkan peningkatan, meski masih berada dibawah nasional dan Sumatera.

"Tercatat, Riau mengalami inflasi 7,74 persen, sedangkan di Sumatera 8,27 persen dan nasional mencapai angka 8,4 persen," ucap Irwan.

Potensi Riau

Riau yang juga dikenal dengan sebutan "Bumi Lancang Kuning" dianugerahi Tuhan sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam serta hasil alam, sehingga tersebutlah di bawah minyak dan di atas minyak.

Minyak dengan bersumber perut bumi Riau dikelola oleh perusahaan Amerika Serikat sejak tahun 1930-an atau jauh sebelum Indonesia merdeka yang dulu bernama Caltex dan sekarang PT Chevron Pacific Indonesia.

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terdapat sembilan perusahaan migas baik asing maupun dalam negeri yang memproduksi ladang minyak dan sumur gas.

Belum lagi perusahaan yang melakukan eksplorasi. "Riau penghasil migas terbesar dari total yang diproduksi Sumatera Bagian Utara. Kemudian disusul Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh," Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut, Bahari Abbas Pulungan.

Provinsi itu memiliki potensi perkebunan kelapa sawit tidak kurang dari 2,2 juta hektare atau luas lahan terbesar di Indonesia sekitar 25 persen, dengan 150 unit pabrik pengolahan menjadi minyak sawit mentah (CPO).

Di sektor kehutanan, Riau merupakan penghasil terbesar untuk industri kertas dan penyumbang hampir 70 persen produksi kertas nasional dari dua raksasa yakni APRIL dan APP.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Riau mengatakan, berbagai komoditi ekspor yang selama ini menjadi andalan untuk dipasarkan di luar negeri masih terganggu akibat krisis dunia.

"Sedikitnya ada tiga komoditas ekspor Riau yang menjadi andalan seperti CPO, karet dan bubur kertas yang masih megalami perlambatan pada tahun 2013," ujar Direktur Eksekutif Kadin Riau, Muhammah Herwan.

Perlambatan ketiga komoditi itu dikaitkan dengan isu-isu lingkungan terutama bagi komoditas "pulp and paper" maupun dari hasil perkebunan CPO yang dijadikan alasan untuk memboikot atau mengurangi permintaan.

Disisi lain, negara-negara tujuan ekspor yang selama ini menjadi pembeli produk-produk komoditas Riau masih mengalami masalah akibat krisis yang terjadi walau mengalami tren semakin baik.

"China misalnya, sekarang ini mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kemudian Eropa. Beberapa negara di benua biru itu masih mengalami krisis, walau menuju pulih ekonominya," kata Herwan.

Pendapat Ekonom

Riau sebagai provinsi yang sebagian besar memproduksi bahan baku seperti CPO, karet dan minyak mentah, tentunya berpengaruh dengan kegiatan perbankan baik lokal maupun nasional.

Seorang ekonom menyatakan pada tahun 2014 yang merupakan tahun politik diprediksi pertumbuhan ekonomi di provinsi itu masih tetap baik atau sedikit diatas pertumbuhan ekonomi Riau 2013 dan rata-rata pertumbuhan nasional.

"Beberapa faktor yang mendorong pencapaian ini karena iklim investasi di Riau masih tetap kondusif, kemudian sebagai daerah pengimpor bahan baku terutama CPO dan karet," ujar Regional Chief Economist BNI Wilayah Padang, Edi Ariyanto.

Melihat dari pengalaman pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah Provinsi Riau yang dilangsungkan tahun 2013, membuktikan pesta demokrasi rakyat walau berlangsung dua putaran tetap berlangsung aman dan tidak memberikan akses negatif.

Faktor lain yang turut mempengaruhi adalah isu upah minimum atau gaji buruh baik kabupaten/kota maupun provinsi yang diputuskan masih dapat diterima semua pihak baik pekerja dan pengusaha.

Tren perekonomian dunia yang terus membaik terutama di kawasan benua Eropa dan Amerika, sehingga memberi dampak yang positif bagi Riau yang mengekspor bahan baku seperti CPO, karet, pulp, kertas dan lain sebagainya.

"Ketika perekonomian dunia membaik, maka ekspor Riau pun baik. Walau pada 2014 merupakan tahun politik yang pelaksanaan bakal relatif aman dan memberikan gambaran orang masih berminat untuk investasi di Riau," katanya.

Chief Executive Officer BNI Wilayah Padang Anang Basuki menyatakan, sampai dengan November 2013 pihaknya telah menyalurkan pinjaman kredit kepada para nasabah dengal total sebesar Rp8,84 triliun.

Pinjaman itu terdiri dari kredit bisnis banking sebesar 67,88 persen dan selebihnya atau 32,12 persen kredit konsumer.

"Untuk dana pihak ketiga, BNI Wilayah Padang telah menghimpun dengan total Rp11,06 triliun. Terdiri dari sekitar 41,63 persen di Riau, 29,87 persen di Kepulauan Riau dan 28,5 persen berada di Sumatera Barat," katanya.

Investor tak perlu cemas

Tahun 2014 yang dikenal dengan tahun politik karena terdapat dua even besar yang bakal digelar di Indonesia yakni pemilu legislatif pada 9 April dan pemilu presiden tanggal 9 Juli.

Pengamat politik Eep Saefullah Fatah berpendapat, para investor yang menanamkan modal di Indonesia tidak perlu cemas meski memasuki tahun politik karena yang namanya pemilu sudah biasa digelar.

Biasanya, lanjut dia, ada dua bentuk kecemasan di kalangan investor yang membuat keadaan ekonomi Indonesia menjadi terganggu.

"Pertama penyelengaraan pemilu damai, aman, sukses serta tanpa ada korban dan tidak menimbulkan gonjang-gajing serta membuat investor menjadi was-was atau khawatir," ujarnya.

Menurut Eep, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari pelaksanaan pesta demokrasi rakyat. Sebab Indonesia sudah terbiasa menyelengarakan pemilu dari mulai tingkat kabupaten/kota dan provinsi.

"Kita biasa aja dengan adanya pemilu. Semuanya berjalan dengan baik, tanpa ada hambatan yang berarti dan membuat kita terbiasa dengan itu," katanya.

Kemudian yang kedua ada pada hasil akhir pemilu termasuk pemimpin seperti apa yang dihasilkan dalam pesta demokrasi rakyat atau melahirkan penjabat publik yang akan membuat kebijakan dan menentukan arah ekonomi.

Atau bisa jadi sikap investor bersahabat tidak lagi ditemukan. "Apakah kita mampu menghasilkan pemimpin berkualitas dan dengan cepat menyelesaikan banyak masalah menyangkut masa depan Indonesia yang lebih baik?," tanyanya.

Secara umum, tidak ada yang terlalu perlu dicemaskan dari pelaksanaan Pemilu 2014 dan sejarah mencatat ketika para pemilih memiliki tangung jawab atas apa yang dipilihnya atau tidak memilih secara dewasa terhadap kualitas pemilu.

"Intinya saya termasuk orang yang bukan pesimistis, tetapi optimistis," ucapnya.

"Ketika ada orang yang bilang Indonesia ibarat sebuah kapal yang akan karam, tapi kita berada di dalam harus bilang tidak dan membuat kapal itu tidak karam," ucap Eep.