Pemerintah Indonesia dan WHO pilih Unhan jadi pusat pelatihan darurat kesehatan multi-negara

id Berita hari ini, berita riau antara, berita riau terbaru, WHO

Pemerintah Indonesia dan WHO pilih Unhan jadi pusat pelatihan darurat kesehatan multi-negara

Menko Polhukam Mahfud MD (kiri), menyaksikan MoU kerja sama pembentukan Pusat Pelatihan Multinasional dan Tim Medis Darurat yang ditandatangani Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus di Nusa Dua, Provinsi Bali, Selasa (15/11/2022). (ANTARA/HO-Kemenkes-WHO.)

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memilih Universitas Pertahanan (Unhan) Republik Indonesia sebagai lokasi Pusat Pelatihan Multi-Negara untuk darurat kesehatan.

"Perguruan tinggi sebagai komponen intelektual, memiliki posisi strategis dalam upaya pengurangan risiko bencana," kata Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin dalam pernyataan di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan, perguruan tinggi berperan sebagai pusat penelitian dalam memproduksi dan menyebarluaskan pengetahuan tentang kebencanaan, khususnya yang berkaitan dengan kedaruratan kesehatan.

Selain itu, kata ia, perguruan tinggi juga dapat mendukung pemerintah dalam pengelolaan kesehatan selama fase krisis.

Penetapan Universitas Pertahanan Republik Indonesia sebagai Pusat Pelatihan Multi-Negara untuk darurat kesehatan merupakan tindak lanjut atas kesepakatan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertahanan, dan WHO dalam kolaborasi sistem pertahanan global menghadapi pandemi di masa depan.

Penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) telah dilakukan oleh Menkes Budi Gunadi Sadikin, Menhan Prabowo Subianto, Dirjen WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus di sela KTT G20, Selasa (15/11) di Bali.

Menkes mengatakan, cuaca ekstrem dan perubahan iklim merupakan salah satu potensi bencana hidrometeorologi yang dapat menjadi pandemi di kemudian hari.

Ia menambahkan Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap bencana alam dan keadaan darurat, termasuk keadaan darurat kesehatan.

Untuk menjadi bangsa yang tahan bencana, kata dia, dibutuhkan kemauan politik yang kuat dan upaya kolektif, di antaranya dengan pembentukan pusat pelatihan kegawatdaruratan kesehatan.

"Kerangka pengurangan risiko bencana membutuhkan upaya multi-sektoral dalam mitigasi dan kesiapsiagaan masyarakat," katanya.

Menurut dia G20 berupaya membangun kerangka kolaborasi pentahelix, yang melibatkan pemerintah, masyarakat sipil, media, akademisi, dan entitas bisnis untuk dapat bekerja sama memecahkan masalah dalam mengurangi risiko bencana.

Pemerintah sebagai pembuat kebijakan, regulator, dan koordinator pemangku kepentingan, kata Budi, harus bekerja sama dengan masyarakat, yang sekaligus dapat berperan sebagai akselerator dalam kesiapsiagaan di lingkungannya sendiri.

Sementara itu, peran media menyebarkan informasi dan edukasi tentang bencana dan memahami masalah kedaruratan kesehatan. Sektor swasta berfokus pada penyediaan layanan dan produk yang membantu mencapai tujuan kesiapsiagaan kedaruratan kesehatan.

"Saya optimistis, MoU ini akan menjadi landasan bagi sistem manajemen krisis kesehatan yang lebih kuat," demikian Budi Gunadi Sadikin.

Baca juga: Bakamla dan Universitas Pertahanan sepakat perkuat kerja sama sektor maritim

Baca juga: Rektor Unhan serukan pentingnya keamanan global untuk cegah "biological terrorism"