Peneliti ESAFS Terpukau Pengelolaan Gambut Semenanjung Kampar

id peneliti esafs, terpukau pengelolaan, gambut semenanjung kampar

Peneliti ESAFS Terpukau Pengelolaan Gambut Semenanjung Kampar

Pekanbaru, (antarariau.com) - Sejumlah peneliti dari ESAFS (The East and Southeast Asia Federation of Soil Science Societies) memuji pengelolaan lahan gambut PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Semenanjung Kampar, Provinsi Riau, yang dinilai berhasil mempertahankan produktivitas lahan untuk industri kehutanan dan penyimpan karbon.

"Pertumbuhan akasia yang tetap baik selama tiga rotasi tanaman, menunjukkan korelasi yang positif dengan produktivitas lahan gambut. Hal tersebut baik bagi lahan gambut yang berfungsi sebagai penyimpan karbon dan cadangan air," kata Prof Ryusuke Hatano dari Hokkaido University Jepang, di Pekanbaru, Jumat.

Hatano datang bersama 21 peneliti anggota ESAFS ke konsesi hutan tanaman RAPP usai menghadiri konferensi gambut internasional di Bogor yang dihadiri lebih dari 300 ilmuwan tanah dan gambut dari 15 negara.

Ia mengatakan para peneliti mengamati teknologi manajemen air, pengelolaan hutan tanaman di lahan gambut, pintu air otomatis, serta fasilitas pembibitan pohon akasia.

Selain itu, ia mengatakan kunjungan tiga hari tersebut juga dilakukan untuk melihat pengelolaan hutan tanaman di lahan mineral di Estate Teso, termasuk lokasi penelitian percobaan tanaman Acacia mangium dan Eucalyptus, serta ke RGE Technology Center di Kompleks RAPP Pangkalan Kerinci.

Menurut Hatano, penerapan sistem tata kelola air yang baik di lahan gambut memegang peranan penting dalam mengurangi emisi karbondioksida (CO2). Hatano mencontohkan, pada tahun 2002 dan 2008 dirinya melakukan penelitian lahan satu juta hektar gambut yang ada di Kalimantan Tengah.

"Dalam kurun waktu tersebut, kondisi lahan gambutnya semakin banyak yang terdegradasi. Berbeda dengan yang dikelola di Riau," katanya.

Ia menilai pengelolaan HTI di lahan gambut dari RAPP lebih baik, "Perbedaan yang signifikan adalah pengelolaan gambut di sini stabil. Ini menunjukkan tata kelola air dengan teknologi terkini berperan penting menjaga kestabilan dan produktivitas lahan gambut," Hatano menambahkan.

Sekretaris Jenderal Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI), Dr. Suwardi, mengatakan bahwa para peneiliti cukup tercengang dengan waktu panen yang hanya membutuhkan waktu lima tahun. Sebab, di negara lain terutama negara dengan ilim subtropis, butuh waktu lebih dari 25 tahun untuk menghasilkan kayu dari hutan tanaman dengan ukuran yang sama.

"Tingginya produktivitas tersebut tidak terlepas dari unsur-unsur penting dalam gambut yang tetap stabil, yang didukung oleh pemilihan jenis tanaman yang sesuai," katanya.

Suwardi mengatakan pemanfaatan lahan gambut secara baik dengan didukung ilmu pengetahuan dan teknologi bisa untuk memenuhi kebutuhan pangan, energi dan industri berbasis biomassa seperti industri pulp dan kertas. Bahkan, pengelolaan lahan gambut yang baik bisa menjadi cara untuk mengatasi permasalahan perubahan iklim karena hutan tanaman yang produktif juga berfungsi sebagai penyerap karbon.

"Kuncinya adalah pemanfaatan ilmu dan teknologi yang tepat," katanya.

Dr. John Bathgate, Pakar Gambut RAPP menambahkan, pengelolaan lahan yang berkelanjutan untuk hutan tanaman harus diterapkan dengan praktik yang berbasis ilmu pengetahuan, serta mampu mengintegrasikan komponen tanah, air, keanekaragaman hayati dan lingkungan. Menurut Bathgate, APRIL sebagai induk perusahaan RAPP menjadi pelopor dalam menerapkan pengelolaan hutan tanaman lestari dan bertanggung jawab.

"Hal itu akan menciptakan harmonisasi antara pemenuhan kebutuhan bahan baku kayu pulp, mempertahankan fungsi lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ucap Bathgate.

Sementara itu, Direktur RAPP Mulia Nauli mengatakan, pihaknya selalu terbuka untuk berdiskusi dan menerima masukan dari para akademisi. Praktik terbaik yang dilakukan RAPP tersebut merupakan bagian dari upaya migitasi emisi gas rumah kaca (GHC)