Upaya-upaya pencegahan Karhutla dari berbagai instansi di Riau

id Pencegahan Karhutla di Riau,Karhutla riau

Upaya-upaya pencegahan Karhutla dari berbagai instansi di Riau

Arsip foto - Sejumlah petugas pemadam kebakaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pekanbaru melakukan proses pemadaman kebakaran hutan lindung di Kota Pekanbaru, Riau, Rabu (3/3/2021). (ANTARA/FB Anggoro)

Pekanbaru (ANTARA) - Penanggulangan bencana Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) masih menjadi perhatian tiap instansi di Riau, baik BMKG, BPBD, TNI/Polri, DLHK, Manggala Agni, Dinas Kesehatan, maupun akademisi.

Bukan tanpa sebab, lebih dari 60 persen wilayah Provinsi Riau merupakan tanah gambut yang kerap kali terjadi Karhutla tiap memasuki musim kemarau.

Gambut yang kering merupakan sumber bahan bakar dan mudah menjadi bara api di musim kemarau. Selain luas, gambut di Provinsi Riau juga mencapai ketebalan hingga 30 meter pada kubah-kubah gambutnya.

Berdasarkan data yang dihimpun dari BPBD Riau, umumnya kubah-kubah gambut di Provinsi Riau berada di area konsesi perusahaan perkebunan maupun kehutanan. Alih fungsi lahan di atas kubah-kubah gambut tersebut menjadikan gambut teriris-iris dengan adanya kanal-kanal sehingga permukaan air tanah menjadi turun dan cepat mengering di musim kemarau.

Selain itu, alih fungsi lahan dengan cara membakar merupakan langkah favorit karena murah, mudah dan cepat. Oleh karena itu, pada musim kemarau banyak dilakukan pembakaran yang menyebabkan Karhutla.

Riau adalah daerah dengan pola hujan equatorial, artinya wilayahnya memiliki distribusi hujan bulanan bimodial dengan dua puncak musim hujan dan dua puncak musim kemarau. Puncak kemarau sendiri pada Februari-April dan Juni-Agustus, yang menjadi waktu diwaspadainya akan Karhutla.

Peringatan dini cuaca dan iklim merupakan salah satu bentuk antisipasi Karhutla di Riau. Di tiap kecamatan di Riau sendiri, minimal telah memiliki satu alat deteksi curah hujan.

Alat tersebut menghitung dan mendeteksi curah hujan di suatu wilayah. Wilayah hijau menandakan curah hujan di wilayah tersebut cukup. Sebaliknya, semakin pekat warnanya menandakan semakin rendah curah hujan di wilayah tersebut.

Selain itu DLHK Riau juga telah membuat Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) 2021-2050. Pertama, pemanfaatan ekosistem gambut fungsi lindung yaitu dengan pengaturan pemanfaatan areal fungsi lindung di luar puncak kubah gambut pada kawasan konsesi sektor kehutanan, dengan menyediakan areal bernilai konservasi tinggi serta pencegahan kerusakan gambut dan terjadinya kebakaran.

Kedua, pemanfaatan budidaya ekosistem gambut dengan peningkatan produktivitas usaha pemanfaatan ekosistem gambut di kawasan hutan produksi oleh korporasi, dengan tetap menjaga fungsi hidrologisnya dan pencegahan terjadinya kebakaran serta abrasi.

"Ketiga, pencegahan kerusakan ekosistem gambut dengan pembangunan dan pengembangan sistem deteksi dini pencegahan kerusakan ekosistem gambut seperti kebakaran, banjir dan abrasi. Keempat, penanggulangan kerusakan ekosistem gambut secara tepat dan terkoordinasi dengan instansi terkait," terang Sub Koordinator Pengendalian Perubahan Iklim dan Pencegahan Karhutla DLHK Riau, Dwiyana.

Selain itu DLHK Riau juga menyusun layout pengendalian karhutla yang diawali dengan pengumpulan data dan informasi hot spot, curah hujan, tingkat muka air tanah, tingkat kerawanan dan kawasan hidrologis gambut di aplikasi sipongi, BMKG, Sipalaga dan lainnya.

Selanjutnya pencegahan dengan teknik restorasi gambut melalui pendekatan rewetting (pembasahan), revegetasi dan revitalisasi ekonomi (3R). Kedua, restorasi aspek sosial budaya masyarakat melalui kegiatan Desa Peduli Gambut (DPG).

Rewetting sendiri merupakan kegiatan pembasahan material gambut yang mengering akibat aktivitas manusia yang menyebabkan turunnya muka air tanah gambut. Cara meningkatkan kadar air dan tinggi muka air tanah gambut yang ideal 0,40 cm melalui kegiatan sekat kanal, sumur bor dan penimbunan kanal.

Revegetasi yaitu pemulihan tutupan lahan pada ekosistem gambut melalui penanaman jenis tanaman asli, atau dengan jenis tanaman lain yang adaptif terhadap lahan basah dan memiliki nilai ekonomi bila dibudidaya.

Sedangkan revitalisasi ekonomi sendiri merupakan bantuan ekonomi yang diberikan kepada kelompok masyarakat Desa gambut dalam bentuk budidaya pertanian, peternakan, perikanan dan mesin pengolahan.

Sebagai program pencegahan Karhutla berbasis masyarakat, dibentuk pula desa bebas api. Tujuannya guna mengedukasi masyarakat tentang bahaya membuka lahan dengan membakar. Petani juga diajarkan untuk melaksanakan penanaman kelanjutan.

"Kini desa bebas api telah menjalin kemitraan dengan hampir 80 desa dengan luas total sekitar 753.604 hektare dan telah mengurangi kebakaran hingga 90 persen di wilayah masyarakat setempat," pungkas Dwiyana.