Erupsi gunung berapi di Tonga akan berdampak kecil pada pendinginan suhu Bumi

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, erupsi

Erupsi gunung berapi di Tonga akan berdampak kecil pada pendinginan suhu Bumi

Citra satelit ini menunjukkan Pulau Hunga Ha'apai di Tonga pada 11 April 2021 (kiri) dan 17 Januari 2022. (ANTARA/Xinhua/Space News Lab Xinhua)

Jakarta (ANTARA) - Sebuah analisis mengungkap efek pendinginan pada suhu Bumi akibat letusan gunung berapi di Tonga akan jauh lebih kecil dari yang diperkirakan sebelumnya dan tidak cukup kuat untuk mengatasi tendensi pemanasan global dalam jangka panjang.

Studi yang dipimpin oleh tim ilmuwan China dan dipublikasikan di jurnal Advances in Atmospheric Sciences pada Selasa (1/3), menunjukkan bahwa dampak pendinginan terkuat dari erupsi gunung berapi tersebut mencapai lebih dari 0,01 derajat Celsius di sejumlah wilayah di Australia dan Amerika Selatan, dan pendinginan di sebagian besar wilayah di China tercatat kurang dari 0,01 derajat Celsius.

Mereka menemukan bahwa suhu permukaan global hanya akan turun sebesar 0,004 derajat Celsius pada 2023 akibat erupsi tersebut.

Menurut studi tersebut, satu atau dua erupsi vulkanik tidak cukup untuk mengubah tren pemanasan global dalam jangka panjang kecuali terdapat sejumlah klaster erupsi vulkanik yang berlangsung selama berabad-abad, seperti yang pernah terjadi selama Zaman Es Kecil pada milenium sebelumnya.

"Emisi erupsi vulkanik di Belahan Bumi Selatan sebagian besar terbatas pada sirkulasi di belahan Bumi yang sama dan daerah tropis, dengan dampak yang lebih kecil di Belahan Bumi Utara," ujar Zhou Tianjun, salah satu penulis artikel tersebut sekaligus peneliti di Institut Fisika Atmosfer Akademi Ilmu Pengetahuan China.

"Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan pendinginan global yang lebih lemah dibandingkan erupsi gunung berapi yang terjadi di Belahan Bumi Utara dan daerah tropis," kata Zhou.

Gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha'apai yang berlokasi di dekat Nuku'alofa, ibu kota Tonga, meletus hebat dan memicu tsunami pada 15 Januari 2022.

Letusan tersebut menimbulkan kekhawatiran publik yang luas terkait dampaknya terhadap iklim global karena sulfur dioksida yang dilepaskan ke lapisan stratosfer pascaerupsi teroksidasi dan berubah menjadi aerosol sulfat.

Aerosol itu bertahan selama satu hingga dua tahun dan mengurangi radiasi matahari yang masuk, serta menyebabkan periode pendinginan global yang singkat.

Perkiraan sebelumnya menyebutkan bahwa penurunan suhu udara permukaan global berada di kisaran 0,03 dan 0,1 derajat Celsius selama satu hingga dua tahun mendatang.

Baca juga: Badan Geologi sampaikan peta rawan bencana Gunung Semeru

Baca juga: ESDM: Awan panas guguran adalah ancaman khas di Gunung Semeru, Jatim


Pewarta: Xinhua