Tersangka : "Kasus Bioremediasi Adalah Fitnah"

id tersangka , kasus bioremediasi, adalah fitnah

Tersangka : "Kasus Bioremediasi Adalah Fitnah"

Pekanbaru, (antarariau.com) - Kukuh Kertasafari, seorang tersangka kasus dugaan proyek fiktif bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) di Provinsi Riau mengatakan kasus yang dihadapinya merupakan fitnah yang tidak seharusnya terjadi.

"Karena pada sebenarnya, tidak ada yang fiktif dan tidak ada korupsi pada kasus ini," kata Kukuh dihadapan rekan-rekan sekerjanya di Pekanbaru, dalam rangka pengumpulan tandatangan mendukung kebenaran dan bentuk keprihatinan karyawan perusahaan migas itu terhadap kasus yang dianggap mengada-ada itu, Kamis.

Kukuh mengatakan, proyek bioremediasi yang merupakan upaya pemulihan lahan atau lingkungan yang tercemar limbah minyak sebenarnya selama ini terus diawasi oleh pihak pemerintah.

"Jadi memang sebenarnya tidak ada yang salah pada proyek ini. Kasus ini merupakan cobaan besar bagi saya. Dimana seorang yang tidak bersalah, didesak untuk mengakui kesalahannya," kata dia.

Dia mengatakan, dalam setiap proyek yang dijalankan, Chevron secara internal melalui tim independennya terus memantau setiap kegiatan.

"Lagi pula, proyek ini berjalan sudah sejak tahun 2004, namun mengapa baru diangkat kasusnya setelah beberapa tahun kemudian. Hal ini tentu sangat janggal, karena seharusnya tidak terjadi," katanya.

Pada kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan sebanyak lima orang tersangka, tiga diantaranya merupakan karyawan PT CPI, yakni Kukuh Kertasafari, Endah Rumbiyanti, dan Widodo.

Sementara dua tersangka lainnya adalah dari kalangan rekanan kontraktor, yakni Herlan bin Ompo dan Ricksy Prematuri yang sebelumnya telah dikenai tuntutan hukuman penjara atas tuduhan korupsi pada kasus bioremediasi.

Ratusan karyawan Chvron di Pekanbaru juga menggelar aksi pengumpulan tandatangan untuk mendukung penegakan hukum dan mengecam penzaliman hukum.

Kasus dugaan korupsi atau proyek fiktif bioremediasi di PT CPI berawal dari perjanjian antara BP Migas (SSK-Migas saat ini) dengan PT Chevron.

Pada perjanjian itu ada bagian yang mengatur biaya untuk melakukan remediasi atau "cost recovery".

Kejagung menduga, proyek bioremediasi ini telah melanggar hukum, dimana yang seharusnya dilakukan selama perjanjian berlangsung, ternyata tidak dilaksanakan dua perusahaan swasta yang ditunjuk Chevron, yaitu PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya. Sementara anggaran untuk proyek bioremediasi itu sudah dicairkan BP Migas sebesar US$23 juta atau sekitar Rp200 miliar.***3***(T.KR-FZR)