Cegah Tersangka Bioremediasi Chevron Tidak Berdasarkan Hukum

id cegah tersangka, bioremediasi chevron, tidak berdasarkan hukum

Cegah Tersangka Bioremediasi Chevron Tidak Berdasarkan Hukum

Pekanbaru, (antarariau.com) - Upaya untuk mencegah empat karyawan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) bepergian ke luar negeri oleh kejaksaan agung yang ditahan dalam kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi dinilai kuasa hukum sebagai tindakan yang tidak berdasarkan hukum.

“Mereka selalu menghadiri setiap panggilan penyidik dan tidak ada bukti nyata para karyawan CPI tersebut akan melarikan diri ke luar negeri,” kata Todung Mulya Lubis selaku kuasa hukum keempat karyawan CPI itu, seperti disampaikan Humas Chevron Heri Okta Fandi, di Pekanbaru, Senin.

Pernyataan itu terkait dengan permohonan praperadilan tersangka Endah Rumbiyanti, Widodo, Kukuh, dan Bachtiar Abdul Fatah yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam permohonan praperadilan, Todung menjelaskan bahwa sebagai warga negara yang baik, para karyawan CPI mematuhi hukum sepanjang pelaksanaan dan norma hukum yang digunakan tidak bertentangan dengan hukum itu sendiri.

“Faktanya, akibat penerapan Pasal 35 huruf UU Kejaksaan RI tidak sejalan dengan asas negara hukum dan memberikan perlindungan dan kepastian hukum telah membuat pemohon dirugikan hak-haknya,” ujarnya.

Selain itu, Surat Keputusan yang digunakan Kejaksaan Agung untuk pencegahan ke luar negeri telah melanggar hak asasi keempat karyawan CPI. “Berdasarkan alasan hukum yang tidak sah,” kata Todung.

Dengan demikian, disebutkan dalam permohonan praperadilan bahwa tindakan Kejaksaan Agung terbukti didasarkan pada kekeliruan hukum yang diterapkan dalam Pasal 95 KUHAP. “Pemohon berhak menerima ganti kerugian dan dipulihkan atau direhabilitasi harkat dan martabatnya,” ujar Todung.

Atas dasar ini serta tidak sahnya penetapan tersangka dan penahanan oleh Kejaksaan Agung, empat karyawan CPI tersebut menggugat Kejaksaan Agung sebesar Rp 4,2 miliar untuk kerugian materiil dan immateriil. “Tindakan menetapkan sebagai tersangka, melakukan penahanan, dan pencegahan ke luar negeri telah merugikan secara materiil dan immateriil,” kata Todung.

Sementara Presiden Direktur PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) A Hamid Batubara memprotes keras keputusan Kejaksaan Agung yang memperpanjang penahanan karyawan kontraktor migas itu dalam kasus bioremediasi selama 30 hari mendatang.

Menurut Hamid Batubara tindakan memperpanjang masa penahanan itu tidak lazim.

Keputusan perpanjangan penahanan dilakukan sebelum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membuat keputusan atas praperadilan yang sedang memeriksa keabsahan penyelidikan, penerapan prosedur hukum dan penghormatan HAM atas warga Indonesia oleh Kejaksaan Agung dalam kasus ini.

Hamid mengungkapkan dalam sesi sidang praperadilan sampai saat ini, tidak ada bukti yang disampaikan oleh Kejagung yang membuktikan adanya kerugian negara.

“Tidak juga ada bukti yang menyatakan terdapat aktivitas melawan hukum yang dilakukan para karyawan CPI. Dan tidak ada alasan yang jelas yang disampaikan oleh Kejagung mengapa karyawan-karyawan ini dijadikan tersangka atas keterlibatan mereka dalam program lingkungan yang terbukti sukses dan disetujui oleh pemerintah.

Kejaksaan Agung menyatakan kerugian negara dari dugaan korupsi "bioremediasi" atau pemulihan tanah dari pengerjaan tambang migas oleh PT Chevron Pasific Indonesia di Duri, Riau, mencapai sekitar Rp100 miliar.

"Sebelumnya kerugian negara dari proyek tersebut mencapai angka 270 juta dolar AS," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Setia Untung Ari Muladi.