Jakarta (ANTARA) - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengupayakan sejumlah strategi dan langkah untuk mewujudkan desa yang ramah terhadap perempuan.
"Karena nasib generasi penerus kita yang akan datang itu salah satu kunci utamanya itu ada pada para ibu yang semua ibu adalah perempuan. Itulah makanya penting sekali untuk membahas desa peduli perempuan," kata Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar dalam konferensi pers secara virtual di Kantor Kemendes PDTT, Jakarta, Rabu.
Baca juga: Puluhan warga di lereng Merapi yang rentan dievakuasi ke TPPS Desa Tlogolele
Ia mengatakan upaya untuk mewujudkan desa ramah perempuan itu didasari pada sejumlah fakta bahwa peluang perempuan untuk peroleh pengetahuan secara mandiri masih lebih rendah dari laki-laki, dan distribusi posisi manajer bagi perempuan di kelembagaan desa juga masih rendah.
Sementara itu, ketidaksetaraan gender yang masih terjadi, menurut dia, lebih bersifat struktural sehingga membutuhkan kebijakan yang lebih memihak perempuan.
Untuk itu, guna mencapai kesetaraan dan keberpihakan terhadap perempuan, Kemendes PDTT telah menyampaikan arahan terhadap para kepala desa untuk menyusun prioritas Dana Desa 2021, termasuk guna meningkatkan pelayanan dan kemudahan aksesibilitas remaja dalam mendapatkan pendidikan.
"Arah kebijakannya meningkatkan partisipasi perempuan, melindungi perempuan dalam ranah domestik dan meningkatkan akses perempuan dalam ranah publik," katanya.
Adapun kebijakan-kebijakan yang harus dilakukan oleh desa agar memenuhi desa ramah perempuan antara lain perlu ada SK Kades yang responsif gender dengan mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30 persen dan memungkinkan perempuan untuk mendapat pelayanan informasi dan pendidikan terkait KB dan kesehatan reproduksi.
Angka partisipasi kasar (APK) remaja yang berpendidikan SMA/SMK/MA dan sederajat juga harus mencapai 100 persen. Kemudian, persentase jumlah perempuan di Badan Pengawas Desa (BPD) juga perlu mencapai minimal 30 persen.
Selanjutnya, persentase jumlah perempuan yang menghadiri musyawarah desa (Musdes) dan berpartisipasi dalam pembangunan desa juga harus mencapai minimal 30 persen. Kemudian, prevalensi kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan juga harus mencapai nol persen.
Kasus kekerasan terhadap perempuan yang mendapat layanan komprehensif mencapai 100 persen.
Lebih lanjut, Mendes juga memberikan arahan kepada desa untuk mengupayakan agar median usia kawin pertama perempuan di atas 18 tahun dan angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun mencapai nol persen.
"Ini artinya tidak boleh lagi ada remaja usia 15-19 tahun yang melahirkan. Harus nol persen. Kemudian kebutuhan KB mencapai nol persen, dan pasangan usia subur perlu memahami kontrasepsi modern minimal empat jenis," demikian kata Gus Menteri.
Baca juga: Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar sosialisasikan prioritas Dana Desa 2021
Baca juga: Kemendes PDTT minta para kepala desa untuk antisipasi potensi bencana
Pewarta: Katriana