MUI Kecam Praktik Potong Hewan

id mui kecam, praktik potong hewan

MUI Kecam Praktik Potong Hewan

Pekanbaru, (ANTARARIAU News) - Ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi Riau, Mahdini, mengecam praktek pemingsanan sapi di Rumah Potong Hewan Kota Pekanbaru yang diduga menyalahi kaidah Islam, karena mengakibatkan kematian sebelum disembelih.

"Proses pemingsanan yang mengakibatkan sapi mati sebelum disembelih jelas kami tentang, karena itu sama saja sapi telah menjadi bangkai dan daging yang dihasilkan tidak memenuhi kaidah halal," kata Mahdini kepada ANTARA di Pekanbaru, Rabu.

Ia mengutarakan hal tersebut menanggapi pengaduan sejumlah pedagang daging ke DPRD Kota Pekanbaru, Selasa (10/1) lalu, yang memprotes proses pemingsanan ('stunning') menggunakan pistol di Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah daerah tersebut.

Para pedagang membawa kerangka kepala sapi yang berlubang, dan diduga merupakan akibat salah prosedur pemingsanan, karena menggunakan pistol berpeluru khusus ('captive bolt pistol').

"Kalau sampai tengkorak sapi berlubang, itu sudah tidak betul, karena seharusnya proses 'stunning' hanya untuk memingsankan sapi saja, bukan dimatikan," tutur Ketua Majelis Ulama Islam (MUI) ini.

Ia berpendapat, proses pemingsanan sebelum pemotongan sapi memang diperbolehkan dan diterapkan di berbagai negara, bahkan hingga di Malaysia.

Namun, yang harus diperhatikan, menurutnya, cara tersebut hanya untuk melumpuhkan hewan, dan proses penyembelihan dengan pisau yang tajam diiringi dengan pengucapan kalimat "Basmallah" harus tetap dilakukan.

"Cara penyembelihan sudah tertera jelas dalam ilmu 'fiqh', agar daging yang dihasilkan bukan dari bangkai, karena dalam Al-quran dijelaskan, bahwa daging bangkai hukumnya haram untuk dimakan umat muslim," ujarnya.

Ia menyarankan agar pihak RPH Pekanbaru memperhatikan dan melakukan supervisi rutin terhadap pelaksanaan standar baku operasi agar memenuhi kaidah Islam.

Dikatakan, hal yang perlu diperhatikan, ialah, penggunaan kadar tembakan pistol yang digunakan, diameter peluru jangan terlalu besar, dan kadar obatnya apabila digunakan.

"Karena bisa jadi terkadang orang yang dilapangan ingin cepat kerja, tapi malah membuat daging yang dihasilkan tidak halal," kata Mahdini lagi.