Melirik Kasus Perceraian di Riau

id melirik kasus, perceraian di riau

Melirik Kasus Perceraian di Riau

Pekanbaru (ANTARARIAU News) - Pengadilan Agama Kelas III Kabupaten Kampar di Bangkinang, Provinsi Riau, Rabu (14/12), dipadati oleh puluhan kaum pria dan wanita dewasa bahkan hingga tua jompo. Mereka terlihat serius menunggu antrian menghadap majelis hakim untuk menjalani sidang perdana dan lanjutan terkait problem rumah tangga masing-masing.

Beberapa diantaranya, terlihat serius mengintip sidang tertutup yang di gelar majelis di salah satu ruang sidang yang ukurannya tidak lebih dari setengah lapangan badminton.

Sementara dominasi antara kaum "adam-hawa" itu, masing-masing "terpaku" di kursi penantian, menunggu panggilan untuk menjalani sidang perkara gugat cerai antarsesama pasangan (suami-isteri).

"Kondisi seperti ini selalu terjadi setiap harinya," kata Humas Pengadilan Agama Kabupaten Kampar, di Bangkinang, Drs Nur Solihin.

Menurut dia, dalam sehari, tidak kurang dari lima pengaduan warga yang ingin menggugat cerai pasangannya masuk ke "meja" Pengadilan Agama Kampar.

Jika dikalkulasi, urainya, gugat cerai yang masuk setiap bulannya diperkirakan rata-rata mencapai diatas 100 perkara.

Seribuan Perkara

Data statistik perkara yang diterima atau di putus Pengadilan Agama Kampar, menyebutkan, untuk tahun 2011 periode Januari-November, gugat cerai yang masuk mencapai lebih seribu (1.000) perkara.

"Untuk bulan Januari saja, jumlah gugat cerai yang masuk ada sekitar 183 perkara," kata Nur.

Sementara untuk di Februari, berjumlah 210 perkara, Maret 180, April 104, Mei 186, Juni 193, Juli 190, Agustus 134, September 174, dan Oktober sebanyak 200 serta November mencapai 212 perkara.

"Jumlah di tahun 2011 ini jauh meningkat dibandingkan tahun sebelumnya (2010), dimana jumlah gugat cerai yang masuk masih berkisar 596 perkara, dimana rata-rata perbulannya masih dibawah 50 gugatan," ujarnya.

Dari hasil evaluasi akhir tahun, kata Humas Pengadilan Agama Kelas III Kampar itu, dominasi gugat cerai masih berada pada pihak wanita.

Sementara untuk kasus rumah tangganya, ujar Nur, kebanyak di latari oleh perekonomian keluarga yang lemah serta mentalitas moral yang masih belum begitu siap untuk membentuk rumah tangga.

Secara terpisah, Ketua Pengadilan Agama Kelas III Kabupaten Kampar di Bangkinang, Sudirman, mengatakan, untuk sejumlah gugatan yang masuk, pihaknya selalu berupaya untuk menyelesaikannya secara persuasif, termasuk juga memediasi antara penggugat dan tergugat.

"Keberhasilan kami, adalah ketika pasangan baik penggugat maupun tergugat berhasil kembali kami rujuk untuk tidak bercerai," ujarnya.

Namun persentase keberhasilan ini menurut dia, masih sangat minim. Artikata, kebanyakan penggugat akhirnya bercerai dengan pasangannya secara sah.

"Kondisi ini tentunya sangat disayangkan mengingat kerukunan umat harus dilandasi dengan hubungan keluarga yang sakinah. Jika sudah banyak keluarga yang berantakan, cerai-kawin-cerai-kawin, tentu akan berdampak pada kecendrungan negatif," katanya.

Dimana-mana

Menurut Ketua Pengadilan Agama Kelas III Kampar itu, peningkatan kasus perceraian tidak hanya terjadi di wilayahnya, namun juga sejumlah wilayah di tanah air lainnya.

"Dimana-mana wilayah atau daerah tiap provinsi pasti mengalami peningkatan kasus perceraian dari berbagai kalangan, baik masyarakat sipil, pegawai negeri maupun para politikus," ujarnya.

Rekap data statistik Kementrian Agama (Kemenag) Provinsi Riau sendiri menyebutkan, jumlah kasus perceraian secara keseluruhan di Riau juga menunjukkan "pembengkakan" angka yang sangat serius. Yakni terjadi 13 ribu lebih kasus perceraian setiap tahunnya. Ada apa dengan negeri "kaya minyak ini"?

Untuk gugat cerai yang diajukan istri menunjukan angka paling dominan, yakni mencapai 82 persen setiap tahunnya. Sementara untuk taksiran angka pernikahan di Riau setiap tahunnya masih mencapai angka 30 ribu hingga 40 ribu.

Data tersebut sesuai laporan dari sejumlah Pengadilan Agama kbupaten/kota se Provinsi Riau.

Terkait kasus gugat cerai, menurut sejumlah pejabat dan ahli di Kemenag Riau, salah satu faktor pemicunya adalah akibat tingkat sosial dan norma agama yang mulai lemah.

Sebagai salah satu solusinya, Kemenag memalui sejumlah Pengadilan Agama yang berada di seluruh kabupeten/kota melakukan berbagai upaya, termasuk membuka konsultasi umum dan langsung terkait permasalahan rumah tangga bagi pasangan yang sudah menikah dan juga membuka kursus calon pengantin.

Prihatin

Tingginya kasus perceraian di Riau sebelumnya juga sempat menuai rasa keprihatinan banyak pihak, termasuk Menteri Agama Suryadharma Ali.

Suryadharma yang sempat berkunjung ke Pekanbaru, Riau pada pertengahan tahun 2011 lalu mengaku prihatin dengan tingginya kasus cerai gugat yang terjadi di Riau, yang mencapai 82 persen setiap tahun.

Tingginya angka kasus perceraian menurut Menteri ini bisa jadi dikarenakan berbagai faktor, baik ekonomi, mentalitas, pendidikan agama dan moral perilaku pasangan.

"Pada tahap awal pernikahan merupakan masa yang kritis, untuk itu perlu saling mempelajari sifat masing-masing. Masa ini merupakan masa transisi dan jika ada kecocokan maka akan terjadi saling memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun jika tidak, maka akan terjadi kasus perceraian," katanya.

Begitu juga dengan perekonomian keluarga, menurut Suryadharma, juga sebaiknya menjadi pertimbangan "matang" saat kedua belah pihak ingin memutuskan untuk berumah tangga.

Sementara untuk tingginya angka perceraian akibat nikah hamil atau juga aliran sesat lebih disebabkan karena kurangnya dakwah kepada masyarakat sehingga banyak kekosongan waktu.

"Nah, jika jika kekosongan itu diisi dengan hal-hal yang tidak benar, maka hal yang dikhawatirkan itu bisa terjadi," kata Menteri Agama RI.

Untuk itu, pihaknya mengimbau kepada seluruh ulama untuk terus memperbanyak dakwah kepada masyarakat. Sementara untuk pihak Kemenag sendiri, harus lebih gencar melakukan sosialisasi perkawinan dan moral para pasangan calon pengantin.