"Mutiara Pantai Sumatra, kini semakin mencemaskan. Kerusakan lingkungan terus terjadi disana-sini. Kekokohan industri, semakin membuat keindahan terus tercemar. Kondisi miris ini, harus segera diselamatkan, sebelum keindahan lebih jauh meninggalkan sang "Kota Pengantin Berseri" (Pelabuhan, Perdagangan, Tourism, Industri, Bersih, Semarak, Rukun dan Indah).
Untaian kata-kata diatas diuraikan Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Dumai, Provinsi Riau, Basri, saat menyambut kedatangan Puteri Indonesia tahun 2009, Qory Sandioriva, bersama dengan 15 Finalis Puteri Dumai yang bertandang makan malam bersama di kediaman Wali Kota Duma H Khairul Anwar, Jumat malam (3/6).
Basri dalam kata sambutannya berharap dari 15 Finalis Puteri Dumai tersebut akan muncul seorang "Puteri Bakau" yang kemudian dinobatkan sebagai Ikon visi misi pihaknya dalam penyelamatan lingkungan di Kota Dumai.
Puteri Bakau diharapkan dapat merangsang kesadaran masyarakat untuk menjaga keutuhan lingkungan yang sehat.
"Sekarang ini kondisi lingkungan di Dumai sudah sangat memprihatinkan. Baik unsur udara, air bahkan tanah, sekarang sudah kian tercemar. Butuh kebersamaan untuk memulihkan Dumai," kata Basri.
Ia menerangkan, kualitas udara jika diamati secara kasat mata, jelas tampak kian buruk.
Kondisi itu diperparah lagi dengan maraknya kebakaran lahan dan hutan disana-sini hingga menyisakan kabut asap.
Kabut asap ini yang kemudian menjadi masalah nyata, salah satunya meningkatnya jumlah penderita infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
Kebakaran hutan dan lahan berdasarkan data Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) Kota Dumai terus terjadi setiap tahunnya, khususnya pada musim kemarau kering.
Untuk tahun ini, ANTARA mencatat sedikitnya terjadi sepuluh kali kasus kebakaran lahan dan perkebunan warga di kota berjuluk Mutiara Pantai Sumatra.
Sementara untuk cemaran udara atau kemunculan kabut asap, berdasarkan data dan fakta, terjadi lebih sering ketimbang kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi.
Situasi ini disebabkan maraknya kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah tetangga, seperti Kebupaten Bengkalis, Rokan Hilir dan Kabupaten Siak yang kemudian "mensuply" asap atas sisa kebakarang tersebut ke Kota Dumai.
Asap kiriman ini, sampai sekarang masih terus membayangi Kota Dumai.
Kemunculannya sering terlihat pada jam-jam malam sekitar pukul 21.00 WIB dan terus menebal pada dini hari, kemudian menghilang saat waktu beranjak siang.
Kepala Bidang Kehutanan pada Distanbunhut Kota Dumai, Hadiono, menguraikan, luasan lahan yang terbakar sepanjang 2011 sejauh ini belum terdeteksi.
Sulitnya mendeteksi jumlah luasan lahan yang terbakar, katanya, disebabkan titik kebakaran lahan di Dumai yang kerap berpindah-pindah, sehingga sangat menyulitkan pihaknya dalam melakukan perhitungan tetap atas jumlah lahan yang terbakar.
"Yang jelas untuk tahun 2011 ini, lahan atau hutan yang terbakar sudah mencapai ratusan hektare. Kebakaran terluas terjadi di Kecamatan Sungai Sembilan dan Kecamatan Medang Kampai," kata Hadiono.
Untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan di Kota Dumai, pihaknya terus berkoordinasi dengan sejumlah unsur masyarakat peduli api yang berada di masing-masing kecamatan.
"Masyarakat peduli api kita harapkan terus memberikan laporan dini tentang adanya kebakaran hutan dan lahan. Selain bersama masyarakat, kita juga berkoordinasi dengan Manggala Agni dan KLH setempat serta Satuan Polisi Pamong Praja," urainya.
Pencemaran perairan
Menurut Kepala KLH Dumai, Basri, pencemaran pada sumber air mengalir yang berada pada permukaan bumi, meliputi sungai dan perairan laut di pesisir pantai, didominasi oleh berbagai jenis limbah yang dimunculkan oleh kelalaian manusia, baik limbah industri maupun limbah domestik atau limbah rumah tangga berupa plastik dan lain sebagainya.
"Kondisi ini sudah selayaknya menjadi perhatian bagi kita bersama. Tidak hanya pemerintah, namun segala unsur atau lapisan masyarakat, baik itu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), wartawan, pelajar dan mahasiswa, juga harus turun menjaga dan melakukan aksi penyelamatan lingkungan," kata dia.
Ajakan penyelamatan lingkungan kata Basri, diutamakan bagi kalangan perusahaan atau industri yang beroperasi di Kota Dumai.
Baik itu perusahaan swasta maupun perusahaan berbadan usaha milik negara (BUMN), jika rawan atas pencemaran limbah pada unsur zat kimia berbahaya, kata Basri, sudah sepantasnya berkolaborasi dengan para ahli lingkungan untuk pengelolaan limbah cair, udara dan padat.
Kolaborasi pengelolaan limbah ini diharapkan dapat meminimalisir tingkat pencemaran lingkungan perairan yang selama ini terbukti secara nyata.
Basri menerangkan, saat ini dari 51 perusahaan yang diperiksa kelengkapan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), lebih dari setengahnya dinyatakan tidak taat aturan dan tak peduli lingkungan.
"Penyebab banyaknya perusahaan atau industri yang tidak taat aturan dan tak peduli lingkungan tersebut adalah minimnya kesadaran. Kita akan memberikan teguran dan sanksi tegas terhadap sejumlah perusahaan itu," kata Basri.
Untuk pencemaran limbah domestik di perairan laut Kota Dumai yang berada tepat di kawasan pesisir Riau berhampiran dengan perairan internasional Selat Melaka, kondisinya dikabarkan kian parah.
"Hal ini karena tidak adanya pengawasan di pesisir Riau. Kondisi ini juga telah memunculkan masalah lingkungan yang cukup mengkhawatirkan akibat pembuangan limbah rumah tangga tersebut," kata Kepala seksi Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) pada Kantor Lingkungan Hidup Kota Dumai, Emi Yuzar.
Ia mengatakan, dari hasil penelitian, kontribusi limbah domestik (rumah tangga) semakin membesar setiap bulannya hingga mencapai 40 persen. Pencemaran terjadi ada yang secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Emi, pencemaran secara langsung yakni pencemaran oleh kebanyakan penumpang kapal atau pengunjung pantai yang membawa makanan berkemasan. "Nah, kemasan itu yang dibuang ke laut secara langsung," paparnya.
Sementara pencemaran tidak langsung, terang Emi, biasanya dilakukan oleh rata-rata masyarakat Dumai yang berada di tepian sungai yang terhubung langsung ke laut, sehingga pada saat air surut, sampah tertarik ke laut, sementara saat pasang, maka akan menyebabkan banjir.
"Kebiasaan ini sudah turun menurun sehingga sulit diingatkan," paparnya.
Menurut Emi, limbah domestik yang juga dominan adalah jenis organik, seperti kotoran manusia dan hewan.
"Jangan salah, di sepanjang sungai Dumai juga banyak kakus (tempat menusia membuang kotoran-red). Setiap rumah yang berada dekat sungai, biasanya tidak perlu lagi menggali penampungan tinja, mereka langsung mengalirkannya ke sungai," terang Emi.
Akibat dari pembuangan limbah organik yang berasal dari kotoran manusia ini, papar dia, dikuatirkan menyebabkan berkembangnya bakteri-bakteri yang dapat mendatangkan berbagai jenis penyakit dalam dan kulit.
Sedangkan limbah anorganik yakni berupa plastik dan bahan-bahan kimia, kebanyakan diakibatkan oleh masyarakat penggunaan deterjen, sampo dan bahan kimia lainnya.
"Umumnya limbah domestik tersebut dibuang secara sembarangan dan tidak terkontrol, sehingga terakumulasi dan mengakibatkan terjadinya masalah pencemaran lingkungan. Sejauh ini, belum ada upaya yang berhasil untuk meminimalisir kotoran atau cemaran limbah satu ini," ungkap Emi."Mutiara Pantai Sumatra, kini semakin mencemaskan. Kerusakan lingkungan terus terjadi disana-sini. Kekokohan industri, semakin membuat keindahan terus tercemar. Kondisi miris ini, harus segera diselamatkan, sebelum keindahan lebih jauh meninggalkan sang "Kota Pengantin Berseri" (Pelabuhan, Perdagangan, Tourism, Industri, Bersih, Semarak, Rukun dan Indah).
Untaian kata-kata diatas diuraikan Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Dumai, Provinsi Riau, Basri, saat menyambut kedatangan Puteri Indonesia tahun 2009, Qory Sandioriva, bersama dengan 15 Finalis Puteri Dumai yang bertandang makan malam bersama di kediaman Wali Kota Duma H Khairul Anwar, Jumat malam (3/6).
Basri dalam kata sambutannya berharap dari 15 Finalis Puteri Dumai tersebut akan muncul seorang "Puteri Bakau" yang kemudian dinobatkan sebagai Ikon visi misi pihaknya dalam penyelamatan lingkungan di Kota Dumai.
Puteri Bakau diharapkan dapat merangsang kesadaran masyarakat untuk menjaga keutuhan lingkungan yang sehat.
"Sekarang ini kondisi lingkungan di Dumai sudah sangat memprihatinkan. Baik unsur udara, air bahkan tanah, sekarang sudah kian tercemar. Butuh kebersamaan untuk memulihkan Dumai," kata Basri.
Ia menerangkan, kualitas udara jika diamati secara kasat mata, jelas tampak kian buruk.
Kondisi itu diperparah lagi dengan maraknya kebakaran lahan dan hutan disana-sini hingga menyisakan kabut asap.
Kabut asap ini yang kemudian menjadi masalah nyata, salah satunya meningkatnya jumlah penderita infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
Kebakaran hutan dan lahan berdasarkan data Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) Kota Dumai terus terjadi setiap tahunnya, khususnya pada musim kemarau kering.
Untuk tahun ini, ANTARA mencatat sedikitnya terjadi sepuluh kali kasus kebakaran lahan dan perkebunan warga di kota berjuluk Mutiara Pantai Sumatra.
Sementara untuk cemaran udara atau kemunculan kabut asap, berdasarkan data dan fakta, terjadi lebih sering ketimbang kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi.
Situasi ini disebabkan maraknya kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah tetangga, seperti Kebupaten Bengkalis, Rokan Hilir dan Kabupaten Siak yang kemudian "mensuply" asap atas sisa kebakarang tersebut ke Kota Dumai.
Asap kiriman ini, sampai sekarang masih terus membayangi Kota Dumai.
Kemunculannya sering terlihat pada jam-jam malam sekitar pukul 21.00 WIB dan terus menebal pada dini hari, kemudian menghilang saat waktu beranjak siang.
Kepala Bidang Kehutanan pada Distanbunhut Kota Dumai, Hadiono, menguraikan, luasan lahan yang terbakar sepanjang 2011 sejauh ini belum terdeteksi.
Sulitnya mendeteksi jumlah luasan lahan yang terbakar, katanya, disebabkan titik kebakaran lahan di Dumai yang kerap berpindah-pindah, sehingga sangat menyulitkan pihaknya dalam melakukan perhitungan tetap atas jumlah lahan yang terbakar.
"Yang jelas untuk tahun 2011 ini, lahan atau hutan yang terbakar sudah mencapai ratusan hektare. Kebakaran terluas terjadi di Kecamatan Sungai Sembilan dan Kecamatan Medang Kampai," kata Hadiono.
Untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan di Kota Dumai, pihaknya terus berkoordinasi dengan sejumlah unsur masyarakat peduli api yang berada di masing-masing kecamatan.
"Masyarakat peduli api kita harapkan terus memberikan laporan dini tentang adanya kebakaran hutan dan lahan. Selain bersama masyarakat, kita juga berkoordinasi dengan Manggala Agni dan KLH setempat serta Satuan Polisi Pamong Praja," urainya.
Pencemaran perairan
Menurut Kepala KLH Dumai, Basri, pencemaran pada sumber air mengalir yang berada pada permukaan bumi, meliputi sungai dan perairan laut di pesisir pantai, didominasi oleh berbagai jenis limbah yang dimunculkan oleh kelalaian manusia, baik limbah industri maupun limbah domestik atau limbah rumah tangga berupa plastik dan lain sebagainya.
"Kondisi ini sudah selayaknya menjadi perhatian bagi kita bersama. Tidak hanya pemerintah, namun segala unsur atau lapisan masyarakat, baik itu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), wartawan, pelajar dan mahasiswa, juga harus turun menjaga dan melakukan aksi penyelamatan lingkungan," kata dia.
Ajakan penyelamatan lingkungan kata Basri, diutamakan bagi kalangan perusahaan atau industri yang beroperasi di Kota Dumai.
Baik itu perusahaan swasta maupun perusahaan berbadan usaha milik negara (BUMN), jika rawan atas pencemaran limbah pada unsur zat kimia berbahaya, kata Basri, sudah sepantasnya berkolaborasi dengan para ahli lingkungan untuk pengelolaan limbah cair, udara dan padat.
Kolaborasi pengelolaan limbah ini diharapkan dapat meminimalisir tingkat pencemaran lingkungan perairan yang selama ini terbukti secara nyata.
Basri menerangkan, saat ini dari 51 perusahaan yang diperiksa kelengkapan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), lebih dari setengahnya dinyatakan tidak taat aturan dan tak peduli lingkungan.
"Penyebab banyaknya perusahaan atau industri yang tidak taat aturan dan tak peduli lingkungan tersebut adalah minimnya kesadaran. Kita akan memberikan teguran dan sanksi tegas terhadap sejumlah perusahaan itu," kata Basri.
Untuk pencemaran limbah domestik di perairan laut Kota Dumai yang berada tepat di kawasan pesisir Riau berhampiran dengan perairan internasional Selat Melaka, kondisinya dikabarkan kian parah.
"Hal ini karena tidak adanya pengawasan di pesisir Riau. Kondisi ini juga telah memunculkan masalah lingkungan yang cukup mengkhawatirkan akibat pembuangan limbah rumah tangga tersebut," kata Kepala seksi Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) pada Kantor Lingkungan Hidup Kota Dumai, Emi Yuzar.
Ia mengatakan, dari hasil penelitian, kontribusi limbah domestik (rumah tangga) semakin membesar setiap bulannya hingga mencapai 40 persen. Pencemaran terjadi ada yang secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Emi, pencemaran secara langsung yakni pencemaran oleh kebanyakan penumpang kapal atau pengunjung pantai yang membawa makanan berkemasan. "Nah, kemasan itu yang dibuang ke laut secara langsung," paparnya.
Sementara pencemaran tidak langsung, terang Emi, biasanya dilakukan oleh rata-rata masyarakat Dumai yang berada di tepian sungai yang terhubung langsung ke laut, sehingga pada saat air surut, sampah tertarik ke laut, sementara saat pasang, maka akan menyebabkan banjir.
"Kebiasaan ini sudah turun menurun sehingga sulit diingatkan," paparnya.
Menurut Emi, limbah domestik yang juga dominan adalah jenis organik, seperti kotoran manusia dan hewan.
"Jangan salah, di sepanjang sungai Dumai juga banyak kakus (tempat menusia membuang kotoran-red). Setiap rumah yang berada dekat sungai, biasanya tidak perlu lagi menggali penampungan tinja, mereka langsung mengalirkannya ke sungai," terang Emi.
Akibat dari pembuangan limbah organik yang berasal dari kotoran manusia ini, papar dia, dikuatirkan menyebabkan berkembangnya bakteri-bakteri yang dapat mendatangkan berbagai jenis penyakit dalam dan kulit.
Sedangkan limbah anorganik yakni berupa plastik dan bahan-bahan kimia, kebanyakan diakibatkan oleh masyarakat penggunaan deterjen, sampo dan bahan kimia lainnya.
"Umumnya limbah domestik tersebut dibuang secara sembarangan dan tidak terkontrol, sehingga terakumulasi dan mengakibatkan terjadinya masalah pencemaran lingkungan. Sejauh ini, belum ada upaya yang berhasil untuk meminimalisir kotoran atau cemaran limbah satu ini," ungkap Emi.