Matahari sore itu memerah, seperti jeruk nyaris busuk, tampak samar terhalang kabut asap yang mulai memekat mencemari ruang udara Ibu Kota Provinsi Riau, Pekanbaru.
Bocah-bocah yang biasa bermain di suatu kompleks perumahan, tidak lagi terlihat. Hanya ada seorang ibu memaksa anaknya untuk tetap berada di dalam rumah agar terhindar dari malabahaya yang rutin mengancam.
Berbagai kalangan mulai menutupi mulut dan hidung mereka dengan masker, mengendarai sepeda motor menembus udara yang terhalang partikel abu sisa dari peristiwa kebakaran lahan.
Kejadian ini bukan fenomena langka, namun sudah bisa terjadi bahkan setiap tahun, ketika kemarau mengeringkan ilalang dan tumbuhan liar di suatu hamparan.
Kobaran api berlahan mulai menghanguskan dedaunan, merambat pada batang pepohonan yang mulai rapuh, meluas dengan begitu cepat, hingga terus merayap, melalap kerapuhan ragam tanaman liar yang ada di sekitarnya.
Hampir sebulan, peristiwa kebakaran lahan terjadi di berbagai daerah Provinsi Riau. Sinar panas mentari di siang hari seakan menyuburkan api yang terus menyala, melahap dengan begitu merajalela. Ribuan hektare hamparan semak belukar hangus, sebagian telah ditanami bibit pepohonan industri kertas dan perkebunan kelapa sawit.
"Kejadian seperti ini merupakan peristiwa yang terus saja berulang sejak tahun 1990," kata Dewan Penasehat Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Riau, Artin Sainggana, Selasa (25/2).
Ketika itu, Artin mengomentari dampak kabut asap juga menurunkan minat belanja masyarakat di Kota Pekanbaru.
Jika membalik lembaran lama, peristiwa kebakaran lahan penyebab kabut asap juga terjadi pada 2013, mengakibatkan kerugian dahsyat bagi bangsa ini.
Belasan ribu hektare lahan dan hutan hangus ketika itu hanya dalam waktu kurang dari delapan pekan. Tingkat pencemaranpun begitu luar biasa, bahkan hingga "terekspor" ke beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Aktivitas Lumpuh
Kali ini, kabut asap yang kian pekat juga melumpuhkan sejumlah aktivitas masyarakat, khususnya pendidikan di berbagai wilayah kabupaten/kota di Riau.
Dinas Pendidikan Pekanbaru misalnya, memperpanjang masa libur sekolah khususnya untuk pendidikan dini (PAUD,TK) dan juga Sekolah Dasar (SD).
Begitu juga dengan Dinas Kesehatan Pelalawan, merekomendasikan disdik setempat untuk meliburkan para pelajar dini guna menghindari dampak kabut asap bagi kesehatan.
Kondisi ini sekaligus menunjukkan bahwa kesehatan adalah derajat tertinggi bagi kehidupan manusia.
Kabut asap juga sempat melumpuhkan transportasi udara di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru.
Puluhan jadwal penerbangan terganggu dalam satu pekan terakhir akibat jarak pandang maksimal (visibilitas) berada di bawah 500 meter.
Sementara itu, di Kabupaten Bengkalis sebanyak 90 keluarga terpaksa mengungsi setelah kebakaran lahan juga mengancam hunian mereka.
"Sebanyak 37 keluarga diantaranya dengan jumlah 125 jiwa saat ini berada di tenda pengungsian," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bengkalis, M. Jalal.
Ia mengatakan, BPBD Bengkalis telah menyediakan tenda darurat untuk warga korban kebakaran lahan yang berjarak sekitar 5 km dari lokasi perumahan. Para pengungsi terdiri dari 24 balita, anak-anak sebanyak 18 orang, dan 83 orang dewasa.
Belum ada dikabarkan korban jiwa pada peristiwa ini, namun sejumlah rumah dan satu bangunan sekolah telah hangus dirayap api yang tadinya membakar lahan di sekitarnya.
Kerugian Dahsyat
Seperti kata pakar lingkungan dari Universitas Riau, Tengku Ariful Amri, kabut asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan memberikan tiga dampak negatif, yakni tercemarnya lingkungan, terganggunya kesehatan manusia dan melemahkan roda perekonomian bangsa.
Partikel yang terkandung pada asap sisa kebakaran hutan dan lahan terpecah menjadi tiga bagian, di antaranya yakni pertikel yang sangat halus.
Partikel ini menurut dia sangat mudah terbawa oleh angin dan menyebabkan meluasnya pencemaran akibat dari kebakaran tersebut.
Dikatakan Amri, jika sisa partikel halus ini sampai menyentuh kawasan hutan dan pepohonan pada taman kota, maka udara dapat tersaring, zat-zat berbahaya yang sebelumnya terbawa menempel di dedaunan pepohonan yang dilintasi.
"Akan tetapi, jika suatu daerah yang dilanda kebakaran hutan dan lahan tidak memiliki luasan hutan alami dan tanaman pepohonan yang mencukupi, maka penyebaran partikel berbahaya bisa sangat jauh bahkan hingga menjangkau permukiman penduduk," tuturnya.
Riau KLB
Telah hampir empat pekan polusi asap kian meluas, Pemerintah Provinsi Riau akhirnya menetapkan status tanggap darurat kabut asap yang merupakan kejadian luar biasa.
"Riau sudah masuk dalam kejadian luar biasa dan menetapkan status tanggap darurat, karena tujuh kabupaten/kota sudah menyatakannya dan besok kita kirim surat ke pusat untuk minta bantuan," ujar Gubernur Riau Annas Maamun.
Dari 12 kabupaten/kota di Riau, lanjutnya, tujuh daerah sudah tanggap darurat setelah banyaknya korban yang terseran infeksi saluran pernapasan akut (Ispa) yang mencapai 22.301 orang dan dipastikan akan terus bertambah.
Ketujuh daerah itu adalah Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Siak, Meranti, dan Kota Dumai.
Menurut dia, rencananya Pemerintah Provinsi Riau akan segera mengirimkan surat untuk menerapkan satatus kejadian luar biasa melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang berada di Jakarta.
Dengan kondisi ini, maka anggaran tanggap darurat Riau sebesar Rp10 miliar juga sudah bisa digunakan dan bantuan yang diminta Pemerintah Provinsi Riau berupa dana dan helikopter atau pesawat untuk memadamkan api akan segera teralisasi.
Menjadi harapan semua pihak agar peristiwa ini segera berakhir dan tidak menjadi bencana yang terus berulang setiap tahunnya.