Pekanbaru (ANTARA) - Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Riau, terdapat 16.275 balita setempat yang menderita stunting atau gagal tumbuh secara maksimal hingga tahun 2019.
"Dari hasil pengecekan atau ukuran Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) di Riau,10,9 persen balita atau sebanyak 16.275 mengalami stunting karena tinggi badannya tidak sesuai dengan anak seusianya " kata Kepala Diskes Provinsi Riau, Mimi Yuliani Nazir di Pekanbaru, Senin.
Mimi Yuliani Nazir menjelaskan, hingga kini dari total 601 ribu bayi yang ada di Riau, baru sebanyak 149.280 sudah dilakukan pengukuran berdasarkan ukuran Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat.
Sehingga angka stunting tersebut bisa saja bertambah, jika seluruh balita di Riau dilakukan pengukuran. Pasalnya angka 601 ribu balita di Riau, belum semua dilakukan pengukuran oleh dinas terkait.
"Jadi baru 24,8 persen yang diukur, atau seperempatnya, masih ada 451.720 balita yang belum dilakukan pengukuran," tutur Mimi.
Menurut Mimi,tahun 2020 ini ada lima kabupaten yang menjadi lokus penanganan intervensi stunting di Riau. Di antaranya Rokan Hulu, Kampar, Meranti , Pelalawan dan Rokan Hilir.
"Memang target kita di tahun 2021 semua kabupaten kota di Riau menjadi lokus penanganan intervensi stunting ," imbuhnya.
Dengan adanya kasus stunting di Riau, untuk itu pihaknya mengajak masyarakat Riau untuk lebih memperhatikan asupan gizi yang dikonsumsi oleh keluarga, khususnya ibu hamil , bayi dan balita.
"Stunting ini terjadi diakibatkan asupan pola makan yang kurang bergizi, baik pada saat masa kehamilan maupun pada masa pertumbuhan bayi dan balita .
Karena itu, Mimi menyarankan agar ibu hamil mengkonsumsi asupan yang bergizi, tablet tambah darah, sehingga saat bayi masih berada di dalam kandungan bisa tercukupi asupan gizinya.
Baca juga: Cegah stunting, Dinkes Inhil luncurkan program Durasi Penting untuk calon pengantin
Baca juga: Kasus stunting 11 kabupaten/kota masih tinggi, begini sorotan DPRD Riau