Pekanbaru (ANTARA) - Wajah lelaki 52 tahun itu begitu segar, meski hitam rambutnya mulai memudar. Sorot matanya tajam, jiwanya berkobar kala berbicara soal lingkungan. Suara sumir yang mendengung tak ia hiraukan hingga semuanya rampung.
Achenk, begitu pria kelahiran 1967 silam itu akrab disapa. Kecintaannya pada lingkungan, mengabdi tanpa imbalan dan berserah diri pada Tuhan membuatnya sarat pujian. Beragam prestasi ia torehkan. Namun, bukan itu semua yang dia harapkan.
Kawasan perumahan bersih ditumbuhi rimbun pepohonan lah yang membuatnya tenang. Mengangkat ekonomi warga buat ia bahagia, begitu juga melihat anak-anak cerdas dan sehat menjadikan dirinya terasa bermanfaat.
Achenk, atau yang sejatinya bernama asli Mirshal ini merupakan warga Jalan Kopi RT 04/ RW 04, Kelurahan Tangkerang Labuai, Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru, Riau. Keberaniannya bak pendekar, berhasil menyulap salah satu sudut hutan beton Kota Pekanbaru jadi indah nan syahdu.
Pria yang rambutnya mulai memutih itu sama dengan warga setempat lainnya. Secara ekonomi, dia tak begitu istimewa. Namun, keterbatasan baginya bukan halangan. Meski seluruh honor kala menjabat ketua RT nya pun dihibahkan hanya untuk bibit-bibit tanaman. Yang pada ujungnya, urusan makan harus meminta jatah beras dari kelurahan.
Langkah kecil Achenk dimulai sejak 1998 silam. Semuanya berawal saat jiwanya terasa aus kala kawasan pemukimannya tandus. Ia berang melihat tanah-tanah tak terjamah begitu gersang.
Padahal Achenk muda tumbuh di desa menyatu dengan alam. Perlahan tapi pasti, bapak beranak tiga itu pun mulai melakukan sesuatu, walau ada saja suara sumbang dari mereka yang berkepala batu.
Senyum Achenk merekah renyah, menggoreskan lembah-lembah tajam di keningnya kala menyambut ANTARA, pagi akhir pekan lalu.
Pepohonan mahoni menjulang ke angkasa berbaris rapi di pinggiran Jalan Kopi menyambut sempurna. Pemandangan yang bakal membuat pengunjung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Ratusan pot bunga raphis execlsa, yang dibeli dari hasil honor RT-nya juga masih bergumul intim dengan butiran embun. Anak-anak tampak sibuk bersepeda bermain gembira kala mentari belum sepenuhnya muncul.
Jalan Kopi berada di jantung Pekanbaru, Kota Madani. Berlokasi persis di belakang deretan areal pertokoan, jalan Harapan Raya, lajur sibuk nan padat, sesak polusi ratusan kendaraan yang melintas tiap jamnya.
Sementara suasana berbeda begitu terasa ketika masuk ke jalan kecil dengan belasan gang yang dihuni lebih dari 400 kepala keluarga itu. Sejuk dan segar menyeruak hidung membuai memori suasana kampung halaman pedesaan.
Bikin Sampah
"Mengajak masyarakat ini tidak semudah membalik telapak tangan, kita sendiri yang harus memulai mengerjakan," kata Achenk memulai pembicaraan.
Rasa jengah Achenk membuncah ketika melihat kawasan permukimannya tak kunjung berbenah. Bertahun lamanya sejak menikah 1993 dan bermastautin di Jalan Kopi, dia pun mulai beraksi.
Pekanbaru, kata Achenk, terletak berada di tengah Pulau Andalas, Sumatera. Berada persis di garis katulistiwa, membuat kota ini panas tak terkira. Sementara pada saat musim kering, Pekanbaru kerap diselimuti kabut asap.
Sebuah fenomena yang terus terjadi di setiap triwulan pertama dan triwulan terakhir tiap tahun. Achenk menyadari betapa bahayanya dampak terpapar langsung gabungan racun Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), dan Ozon Permukaan (O3) itu.
Suatu pagi di 1998, Achenk membawa ratusan bibit pohon mahoni. Bibit-bibit itu dikumpulkan dari teman klub motornya. Dia pun mulai menanam bibit kayu keras berdaun rindang di sepanjang jalan kopi yang gersang itu.
Beberapa warga membantu, sementara sebagian lainnya mengalihkan pandangan. Dan ada di antara mereka dengan sinis berkata, "Bikin sampah saja tanamanmu ini. Berbuah pun tidak, daunnya buat halaman kotor," katanya berkisah.
Dengan sabar dia pun menjawab bahwa bibit itu akan bermanfaat di masa mendatang. Bukan untuk mereka para orang tua yang tak seirama, namun bagi generasi muda nantinya.
Jawaban Achenk tak serta merta dapat diterima logika mereka yang tidak sepaham. Beberapa dari warga ada yang menerima, namun ada juga yang melawan. "Saya bilang ke mereka. Kalau mau tebang silahkan saja. Ada juga yang melakukan itu, tapi tidak banyak dan saya biarkan saja," ujarnya.
Tak berhenti di mahoni, jenis tanaman pelindung seperti palem dan kelapa turut ia usahakan. Dia juga mengajak masyarakat yang sependapat untuk terus menghijaukan halaman masing-masing.
Sementara menunggu tanaman kayu keras itu tumbuh besar, dia menginisiasi tanaman sayur hidroponik. Salah satu jenis budidaya tanpa menggunakan tanah dengan memanfaatkan halaman sempit. Tanpa pupuk kimia dan menggunakan penyubur organik.
Berhasil, banyak warga yang mulai melangkah bersama. Satu lustrum berselang, kampungnya mulai menghijau. Tak ada lagi tanah yang terbiar. Bibit mahoni dulunya mungil menjelma bak jejaring raksasa yang saling berangkulan.
Saat musim hujan tiba, pepohonan itu membantu mencengkeram tanah. Menjaga agar air tak langsung ke kanal yang menggerus lapisan hara. Sementara barisan pot bunga raphis execlsa siap menangkal polutan asap kebakaran lahan dan hutan. Raphis, kata dia, merupakan jenis tanaman yang menghisap asap. Sejumlah literatur juga membunyikan hal sama.
"2015 lalu asap terparah yang pernah saya rasakan. Alhamdulillah, kampung kami secara tidak langsung terlindungi. Asap tak langsung turun karena ada pelindung. Ya pohon-pohon itu tadi. Warga masih bisa makan siang di bawah pohon. Tidak terlalu parah seperti lainnya lah," jelasnya berkaca-kaca.
Keberhasilan Achenk menyulap jalan gersang menjadi kampung berseri dilirik pemerintah. Langkahnya yang tak pernah mudah kini telah berbuah. Pada 2014, Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Pekanbaru mengeluarkan secarik kertas surat keputusan masuk bagian program kampung iklim (Proklim).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI turut mengapresiasi Proklim di Jalan Kopi tersebut. Penghargaan itu melecut semangat Mirshal dan warga. Mereka mulai menerapkan pola Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Yang senada terus maju bersama, yang tak seirama tetap disambut terbuka.
Sejumlah item menuju hidup sehat disepakati bersama warga. Dengan dukungan aparat pemerintah kelurahan, kesepakatan itu ditelurkan. Di antara yang paling menarik adalah, larangan merokok di dalam rumah dan sembarang tempat.
Tujuannya sangat jelas dan tegas, melindungi mereka yang pasif dari paparan "radioaktif" berbahaya nikotin dari perokok aktif.
"Kita buat pojok khusus untuk merokok di sana," katanya seraya menunjukkan susunan bangku kayu di bawah pohon rindang tidak jauh dari pengkolan.
Larangan merokok di dalam rumah sejatinya juga menguji kejujuran warga. Pada intinya, Achenk berpesan bahwa asap rokok merupakan ancaman nyata bagi sebuah keluarga yang dihuni oleh generasi penerus bangsa.
"Kita juga buat peraturan. Misalnya yang ketahuan rokok di dalam rumah atau sembarangan denda dengan satu pot bunga raphis execlsa," katanya lagi.
Selang dua tahun, harmonisasi hijaunya lingkungan dan peraturan kembali menjadi bukti betapa jalan kopi layak mendapat apresiasi. 2016, Mirshal dan warga RW 4 mendapat penghargaan dengan meraih juara 3 Tingkat Nasional Piala Pakarti Utama dari Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Pusat.
Bintang Tiga Nindya
1860, Ernest Haeckel memperkenalkan istilah lingkungan hidup atau ekologi, yang merupakan bagian dari kehidupan manusia. Bahkan, manusia menjadi salah satu komponen dari lingkungan hidup itu sendiri.
Kehidupan manusia juga sangat bergantung pada kondisi lingkungan hidup, tempat ia tinggal. Dengan demikian, lingkungan hidup sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia.
Achenk menyadari betul bahwa perubahan sikap dari apatis menjadi aktif sebagian besar warga tempat tinggalnya berawal dari memberangus stigma kawasan tandus. Achenk sangat bersyukur dengan yang ia saksikan saat ini. Meski usianya beranjak senja, jiwanya tetap membara.
Oktober 2017 menjadi titik balik Achenk untuk menginisiasi perubahan lebih besar. Astra melirik asa yang ia bangun. Dia pun ditawari mengikuti pelatihan dan pembinaan Kampung Berseri Astra yang ada di Sumatera Utara.
"Saya tidak tahu dari mana mereka (Astra) tau kampung ini. Setelah saya telusuri ternyata mereka mendapat data dari BLH Pekanbaru. Mereka juga aktif membaca blogspot saya, dan media sosial saya," ujarnya.
Singkat cerita, tepat 29 Oktober 2017, RW 04 Kelurahan Tangkerang Labuai resmi menyandang Kampung Berseri Astra. Sebuah konsep kampung di tengah kota. Mengedepankan sinergi masyarakat pada empat pilar kontribusi sosial berkelanjutan yakni Lingkungan, Kesehatan, Pendidikan, dan Kewirausahaan.
Lingkungan, kata Achenk menjadi batu pijakan untuk membawa perubahan. Astra lantas memberikan pendampingan. Kini, Kampung Berseri Astra (KBA) Indah Madani Pekanbaru berkembang begitu cepatnya.
Usai pilar lingkungan terpenuhi, setahun kemudian Achenk menginisiasi pembentukan kelompok wirausaha. Diperkuat ibu-ibu rumah tangga, kelompok wirausaha itu memproduksi sabun cair cuci piring. Objek dagang yang pasti laku, kata dia.
Kini tak kurang 400 hingga 500 botol sabun cair dengan merek Madani serta SCPR ia pasarkan. Omzetnya pun lumayan menggiurkan, Rp5 juta per bulan. Achenk optimis bahwa sabun cairnya bisa mengantongi omzet hingga lima kali lipatnya di tahun 2020.
"Saya optimis. Kenapa? Karena kita sudah punya pelanggan tetap. Restoran, warung makan, dan swalayan juga wajib menampung 20 persen produk lokal," ujarnya.
Tahun 2020 mendatang, pria berkacamata yang hobi berkendara sepeda motor itu menargetkan sabun produksinya memiliki paten dan teruji secara klinis. Selain itu, dia juga ingin membentuk koperasi khusus menampung para wirausahawan yang bermukim di KBA Indah Madani itu. Selain sabun, sejumlah warga juga membuka warung kelontong hingga warung kopi dengan nama besar, Madani.
Sementara wirausaha terus dikembangkan, sisi lain KBA Indah Madani juga mengakselerasi pendidikan agama anak-anak melalui pendidikan madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA). Pendidikan setara untuk anak-anak tingkat SD yang fokus di pelajaran agama seusai jam sekolah. Astra turut memberikan bantuan beasiswa kepada 35 siswa berprestasi di kampung itu untuk belajar hingga tingkat lebih tinggi.
Selain pendidikan agama, dia juga menanamkan pelestarian budaya Melayu, berbalas pantun. Setiap sore di ujung pekan, anak-anak akan belajar berbalas pantun. Mereka tampak luwes bersahut-sahutan membalas kalimat dengan irama khas.
"Di Pekanbaru ini mulai dari acara nikah sampai kedinasan, pasti tidak lepas dari pantun. Saya tak mau orang-orang tua saja yang bisa berpantun. Saya mau anak-anak ini nanti yang tampil langsung," tuturnya bahagia.
Untuk pilar kesehatan, Achenk menjelaskan KBA Indah Madani telah menjalankan kegiatan Posyandu Digital dengan menggunakan aplikasi bernama Primaku. Sebuah aplikasi berbasis Android. Aplikasi Primaku dikembangkan penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia (SATU Indonesia) Awards 2015 Dani Ferdian. Setiap kader dan ibu peserta posyandu dapat merekam data kesehatan ibu dan anak lewat ponsel pintar masing-masing.
"Aplikasi ini hebat, tapi sederhana. Semua ibu-ibu pasti bisa memakainya. Kecuali yang tidak punya paket data," ujarnya.
Melalui aplikasi itu, ia menjelaskan bahwa masyarakat bisa mengetahui kondisi kesehatan anaknya. Dengan indikator tinggi, berat badan, ukuran lingkar kepala serta umur, katanya, bisa mengetahui apakah anaknya normal atau kekurangan gizi. Kini, Mirshal dipercaya oleh pemerintah Pekanbaru untuk menularkan ‘virus’ posyandu digital kepada 58 kelurahan lainnya di Pekanbaru.
Segala daya upaya yang dilakukan Mirshal pun mengantarkan kampung itu memperoleh bintang tiga Nindya. Sebuah pencapaian membanggakan dari Astra. Bahkan, dia bilang KBA Indah Madani tidak sempat merasa bintang dua. "Langsung bintang tiga," katanya.
Pada 2018, KBA Indah Madani menjadi satu-satunya representasi dari Sumatera untuk meraih penghargaan KBANNOVATION di Bali. KBA Indah Madani berhasil membuktikan diri dan melangkahi KBA Binjai, Sumatera Utara, tempat Mirshal menimba ilmu dahulu.
Usia Achenk yang kini lebih dari setengah abad tak meredupkan semangatnya. Sebagai penggerak KBA Indah Madani, dia terus melakukan kaderisasi. Belasan warganya sukarela menjadi kader bagian pengembangan KBA Indah Madani.
Kampung yang dulunya sepi, gersang dan dianggap sebelah mata kini berubah dengan cepatnya. Tak terhitung mahasiswa belajar ke sana. Mencuri ilmu budidaya hidroponik, membuat pupuk organik, atau bahkan membuat sabun sebagai bahan bagian kewirausahaan.
Achenk mengaku tak pernah merasa lelah. Meski segala upaya yang dia lakukan tidak selalu dianggap benar oleh sebagian mereka. Dia tetap pada barisan yang sama dan terbuka untuk menerima yang awalnya tak senada.
Cinta besarnya pada lingkungan selalu mematahkan niatnya kala terbersit rasa ingin berhenti. Dia tak ingin anak-anak yang telah mendapat beasiswa, terputus karena mendengar suara sumir itu. Achenk punya mimpi besar agar generasi muda tak sekadar bermimpi, namun mulailah beraksi. Dia punya mimpi agar Riau lebih harmoni dengan langkah kecil yang telah ia lakoni.