Gawat! PBB Sebut Kelangkaan BBM di Gaza Ancam Operasional RS

id Gaza, Krisis BBM,Blokade BBM

Gawat! PBB Sebut Kelangkaan BBM di Gaza Ancam Operasional RS

Warga Palestina yang mengungsi mengambil air di dekat tempat penampungan sementara di Kota Gaza, pada 7 Juli 2025. (ANTARA/Xinhua/Mahmoud Zaki)

PBB (ANTARA) - Krisis kemanusiaan di Gaza semakin mengerikan. Blokade bahan bakar yang terus berlanjut telah mematikan aliran air dari 10 sumur di wilayah utara Gaza dan melumpuhkan sebagian besar dari 25 sumur lainnya, menurut laporan aktivis kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Rabu (9/7).

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) memperingatkan bahwa dampaknya tidak hanya menyentuh aspek sanitasi, tetapi juga mengancam nyawa manusia secara langsung. Generator listrik di Kompleks Medis Nasser, salah satu fasilitas kesehatan utama di Khan Younis, nyaris kehabisan daya. Jika mati, puluhan pasien—termasuk yang bergantung pada ventilator—berada di ambang kematian.

Baca juga: Dampak Psikologis Perang: 43 Tentara Israel Bunuh Diri Usai Serangan ke Gaza

“Waktu pemompaan air semakin pendek, produksi air menurun drastis, dan limbah menumpuk. Ini menciptakan lingkungan yang sempurna bagi wabah penyakit menular, terutama di kalangan anak-anak, lansia, dan wanita hamil,” ungkap OCHA.

Lebih mengkhawatirkan lagi, dugaan lonjakan kasus meningitis pada anak-anak di bawah lima tahun mulai muncul, khususnya di Khan Younis dan Gaza City. Kasus diare berdarah dan sindrom penyakit kuning akut pun telah dilaporkan di lokasi-lokasi pengungsian yang padat dan tak layak huni.

Kelangkaan pasokan medis dan perlengkapan kebersihan memperburuk situasi. “Sejak awal Maret, tak satu pun barang kebersihan diizinkan masuk ke Gaza,” kata OCHA. “Ini sangat menghambat respons medis dan berdampak langsung pada kesehatan masyarakat.”

Dalam sepekan terakhir, laporan tragis tentang serangan udara yang menyasar tenda-tenda dan rumah-rumah warga terus berdatangan. Sejumlah warga sipil tewas, termasuk staf medis dan keluarga mereka. Serangan paling parah terjadi di Gaza City dan Deir al-Balah.

Kementerian Kesehatan Gaza mencatat bahwa lebih dari 1.500 tenaga medis telah gugur sejak perang dimulai pada Oktober 2023.

Sementara warga Gaza bertahan hidup di tengah kelaparan dan ketakutan, laporan tentang insiden dengan banyak korban terus berdatangan. Tenaga medis yang tersisa bekerja tanpa henti, meski persediaan mereka hampir habis.

Baca juga: Tragedi Kemanusiaan di Gaza: 56.600 Nyawa Melayang Akibat Genosida Israel

“Kelangkaan bahan bakar, obat-obatan, dan pasokan medis membuat rumah sakit berada di ambang kolaps,” kata OCHA.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengonfirmasi bahwa pada Selasa (8/7), 11 truk bantuan berhasil masuk ke Gaza, membawa alat bedah, peralatan ortopedi, dan perlengkapan medis penting lainnya. Namun, OCHA menegaskan bahwa bantuan itu “hanya secuil dari kebutuhan nyata di lapangan.”

“Yang kami butuhkan adalah akses yang stabil, aman, dan tanpa hambatan ke seluruh wilayah Gaza. Semua perlintasan, koridor, dan rute harus dibuka untuk memastikan bantuan bisa menjangkau mereka yang paling membutuhkan.”

Baca juga: Laporan OCHA: Gaza Terjerat Kelaparan, Bantuan Tak Kunjung Datang

Sayangnya, pergerakan bantuan di dalam Gaza masih sangat terbatas. Dari sepuluh upaya koordinasi pergerakan dengan otoritas Israel pada Selasa, hanya tiga yang diizinkan penuh. Tiga ditolak mentah-mentah, dan empat lainnya dibatalkan oleh penyelenggara karena kendala di lapangan.

Pewarta :
Editor: Vienty Kumala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.