LSM Dumai Pertanyakan Dana Pencitraan Wali Kota

id lsm dumai, pertanyakan dana, pencitraan wali kota

Dumai, 28/3 (ANTARA) - Sejumlah kalangan tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kota Dumai, Riau, mempertanyakan munculnya dana pencitraan wali kota sebesar Rp4,9 miliar kepihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Riau.

"Selain ke BPK, kita juga akan meminta penjelasan terkait dana pencitraan ini ke Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau di Pekanbaru," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Nasional Kota Dumai, Ir Hasbi, di Dumai, Senin.

Anggaran pencitraan Wali Kota Dumai sebesar Rp4,9 miliar tersebut sebelumnya tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Dumai, tahun 2011.

Anggaran pencitraan yang berasal dari APBD ini diajukan oleh Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Infokom, Bambang Hardiyanto, yang diuraikan dalam matriks rencana kerja SKPD tahun 2011, salah satunya yakni kontrak halaman khusus di media massa sebesar Rp3,3 miliar.

Sementara selebihnya, atau sekitar Rp1,6 miliar dialokasikan untuk pendanaan barang bacaan dan lainnya yang juga menyangkut pencitraan.

Bambang menjelaskan, target pencitraan itu adalah untuk memudahkan pendapatan informasi penyelenggaraan segala kegiatan Pemkot Dumai dan tertibnya penyajian informasi masyarakat menyangkut segala kegiatan wali kota beserta jajaran.

"Jika kita lihat, hanya daerah-daerah di Riau khususnya Dumai yang berani memanfaatkan APBD untuk kepentingan pencitraan yang berlebihan. Sudah tahu Dumai mengalami defisit, namun dana-dana tak terduga tetap saja muncul," kata Ir Hasbi.

Kemunculan dana pencitraan ini menurut Hasbi, sudah melanggar Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa.

Pada Kepres 54 2010, menurut Hasbi, jelas disebutkan bahwa untuk pengadaan barang dan jasa harus dilakukan pelelangan secara terbuka.

"Namun hal ini sama sekali tidak dilakukan dan kita anggap telah melanggat tatanan Kepres," kata dia.

Menurut Hasbi, apa yang dilakukan oleh Pemkot Dumai sudah termasuk penyalagunaan anggaran karena secara tidak langsung telah membatasi kinerja pers sebagai kontrol sosial dan pemanfaatan uang rakyat untuk kepentingan pencitraan secara pribadi dan kelompok.

"Pencitraan mungkin syah-syah saja selagi masih dalam batasan aturan yang ada. Pencitraan yang baik dilakukan seharusnya bukan untuk pribadi pejabanya, melainkan untuk sebuah daerahnya," kata Hasbi.

Seperti Dumai yang saat ini sedang mengalami kondisi infrastruktur memprihatinkan, kata Hasbi, seharusnya dana tersebut dapat digunakan untuk mendorong atau mempromosikan daerah agar lebih diminati oelh investor sebagai "brankas" sumber pendapatan asli daerah (PAD).

"Bukan malah kegiatan wali kota yang terkesan pencitraan. Hal ini sebaiknya menjadi perhatian pihak-pihak berkompeten terutama BPK untuk mencari tahu apakah tindakan ini dapat dibenarkan," tutur dia.

Penganggaran Pemkot Dumai untuk pencitraan, kata Hasbi, harus kembali diklarifikasi sebelum mendatangkan konflik ditengah masyarakat.

"Dan kita sebagai lembaga swadaya masyarakat, akan mempertanyakan hal ini lebih lanjut," kata Hasbi.