Pekanbaru, 29/9 (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam Riau menduga, kerusakan habitat harimau di Cagar Biosfer Bukit Batu, Riau, sebagai dampak dari aktivitas perusahaan pemegang izin di sekitar kawasan itu.
"Kebetulan di cagar biosfer itu ada kegiatan besar-besaran pembukaan lahan untuk hutan tanaman industri. Tapi jika kegiatan itu merusak kawasan konservasi, tolong diberi tahu," ujar Kepala BKSDA Riau, Trisnu Danisworo, di Pekanbaru, Rabu.
BKSDA Riau kini sedang mencari tahu kemungkinan rusaknya habitat harimau di Cagar Biosfer Bukit Batu menyusul tewasnya seorang warga Dusun Air Raja, Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis dengan mengenaskan akibat diterkam harimau.
Data organisasi WWF di Riau menyebutkan, lokasi meninggalnya warga itu berada di area konsesi perusahaan mitra pemasok bahan baku industri pulp dan kertas Asia Pulp and Paper (APP), PT Sakato Pratama Makmur yang mendapatkan izin tebang Menteri Kehutanan tahun 2010 seluas 5.932 hektare.
Menurut Trisnu, kendati perusahaan mengantongi izin di sekitar area penyangga (buffer zone) Cagar Biosfer Bukit Batu, namun aktivitas yang dilakukan harus menjaga ekosistem di kawasan hutan yang dilindungi itu.
Para pemangku kepentingan diharapkan tidak hanya mengedepankan sisi ekonomi dan sebatas memikirkan manajemen satwa seperti rencana translokasi harimau, melainkan yang terpenting manajemen habitat itu sendiri.
Sebab, di kawasan ekosistem biosfer itu bukan hanya terdapat Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), sebagai satu-satunya satwa buas yang tersisa dan terancam punah, tetapi juga hewan lain yang dilindungi.
"Memang itu masalah satwa, tapi bukan berarti hanya manajemen satwa yang kita pikirkan. Melainkan manajemen habitat, karena konflik manusia versus harimau terjadi akibat rusaknya habitat," jelasnya.
Sebelumnya Humas WWF Riau, Syamsidar, menyatakan, jika zona penyangga biosfer dapat dikelola perusahaan, maka harus melindungi ekosistem cagar biosfer karena kawasan konservasi itu merupakan daerah jelajah satwa liar yang menjadi habitat harimau.
"Kalau ada perusahaan, maka aktivitas yang dilakukan harus dengan praktik yang baik tanpa merusak hutan dan menjamin pengelolaan yang berkelanjutan," jelasnya.
Cagar Biosfer Bukit Batu awalnya merupakan kawasan konservasi Suaka Margasatwa (SM) dengan luas 21.500 hektare yang berada di barat daya Kabupaten Bengkalis, dan pada tahun 2003 disatukan dengan SM Giam Siak Kecil seluas 84.967 hektare yang berada di utara Kabupaten Siak.
Empat perusahaan mitra APP yang berada di bawah naungan Sinar Mas Forestry sepakat tidak mengeksploitasi kawasan hutan produksi yang memisahkan kedua wilayah konservasi itu, yang kemudian menjadi koridor ekologi sesuai dengan usulan peneliti LIPI.
Setelah melalui tahapan, organisasi dunia dunia yang membidani pendidikan, sosial dan kebudayaan UNESCO di Pulau Juju, Korea Selatan pada 26 Mei 2009 menetapkan Giam Siak Kecil-Bukti Batu sebagai cagar biosfer.