Hakim Tipikor Pekanbaru Tolak Penangguhan Penahanan Terdakwa Dokter Korupsi

id Korupsi,ALkes,Pengadilan Tipikor Pekanbaru,Dokter Korupsi,Riau,Pekanbaru

Hakim Tipikor Pekanbaru Tolak Penangguhan Penahanan Terdakwa Dokter Korupsi

ilustrasi hukum dan pengadilan (pixabay) (pixabay)

Pekanbaru,(Antaranews Riau) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru menolak penangguhan penahanan tiga dokter spesialis, terdakwa dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan RSUD Arifin Achmad, Provinsi Riau.

Ketua majelis hakim Saut Martua Pasaribu dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu petang mengatakan ketiga terdakwa agar tetap berada di Rutan Klas IIB Sialang Bungkuk, Pekanbaru.

"Sampai saat ini, kami belum mengabulkan permohonan saudara terdakwa. Kami belum mengalihkan atau menangguhkan penahanan terdakwa," kata Saut didampingi hakim anggota Asep Koswara dan Hendri di hadapan ketiga dokter yang menjadi pesakitan tersebut.

Saut melanjutkan bahwa ketiga dokter masing-masing dr Welli Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas dan drg Masrial tetap ditahan.

"Tetap jadi tahanan Rutan," tegas Saut.

Ia menjelaskan alasan kelancaran persidangan menjadi pertimbangan utama bagi majelis hakim untuk menolak penangguhan penahanan tersebut.

"Persidangan selanjutnya, jadi fokus utama kami," kata Saut.

Pada persidangan perdana akhir Desember 2018, Hakim Saut sempat menyatakan untuk mempertimbangkan memberikan penangguhan penahanan kepada tiga dokter yang berstatus sebagai ASN di RSUD Arifin Achamad tersebut.

Permohonan penangguhan itu disampaikan langsung para terdakwa, dengan alasan untuk menghindari pelayanan kesehatan masyarakat di rumah sakit milik pemerintah itu.

Bahkan, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Pusat Daeng Muhammad Faqih mengatakan dirinya dan sejumlah asosiasi profesi dokter siap menjadi penjamin atas permohonan penangguhan menjadi tahanan kota itu.

"Semua yang mengajukan permohonan siap (menjadi penjamin)," katanya.

Menurut Daeng, penangguhan penahanan ketiga sejawat mereka menjadi tahanan kota itu penting dilakukan karena ketiga terdakwa merupakan dokter sub spesialis, dan keberadaan mereka sangat dibutuhkan masyarakat.

"Ketiga dokter ini bukan hanya spesialis. Tapi subspesialis. Keahliannya langka, dan dibutuhkan dalam pelayanan. Kami mohon penangguhan supaya pelayanan di rumah sakit tidak terganggu," jelasnya.

Akan tetapi, upaya itu belum dikabulkan hakim dan para dokter dengan keahlian langka itu tetap mendekam di balik jeruji besi.

Sidang Rabu ini merupakan sidang kedua yang dijalani ketiga dokter tersebut.

Selain tiga dokter itu, terdapat dua pesakitan lainnya yang menjalani sidang secara bersamaan yakni Direktur CV Prima Mustika Raya (PMR) Yuni Efrianti dan karyawannya, Mukhlis.

Persidangan kedua itu mengagendakan pembacaan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

Sidang itu sempat diwarnai dengan sakitnya salah seorang terdakwa, Yuni Efrianti. Yuni yang sejak awal sidang terlihat pucat itu sempat muntah di kantong plastik ketika sidang tengah berlangsung.

Hakim pun memberikan izin kepada terdakwa Yuni untuk menjalani pemeriksaan medis. Namun, tetap dengan pengawalan ketat dan diharuskan kembali lagi ke Rutan seketika pemeriksaan dan perawatan medis selesai dilakukan.

Dalam dakwaan JPU, para terdakwa disebut telah merugikan negara sebesar Rp420 juta.

Kerugian negara itu akibat dugaan korupsi yang dilakukan secara bersama-sama antara dokter dengan pihak swasta dalam pengadaan alat kesehatan di RSUD Arifin Achmad.