Tak lagi Ditanggung IOM, 5 Pencari Suaka asal Afganistan Terlunta-Lunta di Pekanbaru

id tak lagi, ditanggung iom, 5 pencari, suaka asal, afganistan terlunta-lunta, di pekanbaru

Tak lagi Ditanggung IOM, 5 Pencari Suaka asal Afganistan Terlunta-Lunta di Pekanbaru

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Sebanyak lima pencari suaka asal Afganistan terlantar di Kota Pekanbaru, Riau, sejak bulan April lalu karena tidak ditanggung lagi oleh organisasi bidang migrasi atau international Organization for Migration (IOM), setelah pemerintah Australia yang selama ini mendanainya mulai mengurangi jumlah bantuan.

Ada hal yang agak pengaruhi operasional karena ada kebijakan Australia hentikan bantuan mulai 15 Maret 2018, kata Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Riau, Mas Agus Santoso, pada acara sosialisasi kebijakan keimigrasian terhadap pencari suaka dan pengungsi dari luar negeri, di Kota Pekanbaru, Selasa.

Dengan pengurangan sokongan dana Australia untuk lembaga di bawah naungan Badan Pengungsi PBB (UNHCR), Mas Agus mengatakan dampaknya adalah IOM menerapkan kategori siapa saja yang layak mendapat bantuan. Sejak 15 Maret lalu, IOM membatasi bantuan dan fasilitas hanya kepada 9.000 orang pencari suaka dan pengungsi. Selain itu, mulai Juli 2018 IOM menghentikan bantuan dukungan terhadap seluruh Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim).

IOM tidak akan lagi menanggung biaya hidup dan kesehatan bagi pencari suaka yang tidak memilih Australia dan Selandia Baru sebagai negara tujuan. Selain itu, warga negara asing yang masuk secara ilegal maupun legal ke Indonesia kemudian mendaftar sebagai pencari suaka ke UNHCR, juga tidak akan dibantu lagi.

Berdasarkan data UNHCR, hingga kini ada sekitar 13.840 pengungsi dan pencari suaka di Indonesia. Artinya, ada sekitar 4.840 orang pengungsi dan pencari suaka yang tidak ditanggung lagi oleh IOM dan berpotensi jadi masalah untuk Indonesia.

Mas Agung mengakui dengan adanya Peraturan Presiden (Perpres) No.125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri sudah menunjukan Pemerintah Indonesia bisa berperan lebih banyak untuk penanganan pengungsi, meski faktanya Indonesia belum meratifikasi Konvensi Internasional tentang Pengungsi tahun 1951.

Saya melihat, lambat laun mereka akan memaksa Indonesia untuk mendanai pengungsi ini. Tapi kita tidak punya anggaran, katanya.

Ia mengatakan, semenjak kebijakan Indonesia bebas visa, keimigrasian kehilangan pendapatan nasional bukan pajak dari visa yang jumlahnya hampir Rp2 trilun per tahun. Dari dana tersebut biasanya digunakan untuk perbaikan Rudenim dan lainnya terkait pengungsi.

Sampai sekarang kami belum ada cara untuk menganti pemasukan yang hilang itu, katanya.

Terlantardi Depan Rudenim

Sementara itu, Kepala Rudenim Peknabaru Junior M. Sigalingging mengatakan lima orang pencari suaka tersebut hingga kini masih tinggal di depan kantor Rudenim Pekanbaru. Mereka terdiri dari empat perempuan yang satu masih kecil, dan seorang pria dewasa.

Mereka satu keluarga, pencari suaka mandiri yang sebelumnya tinggal di Bogor. Mungkin karena kehabisan uang setelah sebelumnya mengontrak rumah, akhirnya sampai ke Pekanbaru, ujarnya.

Junior mengatakan tidak berani mengambil kebijakan sendiri untuk menerima mereka ke rumah-rumah komunitas yang disediakan IOM untuk pengungsi dan pencari suaka, apalagi untuk memasukan ke dalam Rudenim karena sampai sekarang tidak ada alokasi pada APBN maupun APBD untuk penanganan pencari suaka dan pengungsi.

Menurut dia, kasus ini juga sudah diketahui oleh pihak IOM. IOM yang datang ke kantor saya saja sudah tidak perduli lagi, ujarnya.

Data hingga 30 Juli 2018, tercatat ada 1.172 orang asing di Riau yang di bawah pengawasan Rudenim Pekanbaru. Mereka terdiri dari 1.128 pengungsi, 24 pencari suaka, tiga imigratoir, tujuh orang yang ditolak (rejected) dan 10 orang yang sudah penolakan final (final rejected). Mayoritas dari mereka masih ditanggung oleh IOM, kecuali tiga imigratoir.

Kita tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka dengan status pencari suaka tidak bisa dideportasi sembarangan. Kita hanya bisa melakukan pendekatan persuasif supaya mereka mau pulang ke negaranya secara sukarela, kata Junior.