Nilai Dolar Tinggi, Untungkah Ekonomi Riau yang Punya Volume Ekspor Besar?

id nilai dolar, tinggi untungkah, ekonomi riau, yang punya, volume ekspor besar

Nilai Dolar Tinggi, Untungkah Ekonomi Riau yang Punya Volume Ekspor Besar?

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, Siti Astiyah, menyatakan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah yang terlalu tinggi tidak membawa keuntungan bagi industri dan ekonomi di daerah yang berjuluk "bumi lancang kuning" itu.

"Tingginya nilai tukar tidak terlalu menguntungkan Riau. Awalnya orang mengira ekspor komoditi seperti dari minyak kelapa sawit akan diuntungkan karena kondisi dolar tinggi, tapi di sisi lain impor kita cukup besar pada industri pengolahan sehingga sebenarnya nilai ekspor kita bisa tertekan jauh," kata Siti Astiyah saat sosialisasi strategi Bank Indonesia (BI) untuk menguatkan nilai rupiah kepada perwakilan perbankan dan media, di Kota Pekanbaru, Kamis.

Dalam pertemuan itu, Siti Astiyah mengatakan perlu ada komitmen bersama dari pusat dan daerah untuk meningkatkan kepercayaan pasar (market confidence). Karena itu, perwakilan BI ditiap daerah juga melakukan sosialisasi tentang strategi BI untuk memperkuat nilai rupiah yang merupakan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta.

RDG Bank Indonesia pada 16-17 Mei 2018 memutuskan untuk menaikan suku bunga acuan (BI 7-day Reverse Repo Rate/BI7DRRR) sebesar 25 basis poins (bps) menjadi 4,50 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen. Kenaikan itu berlaku efektif sejak 18 Mei 2018.

Siti menjelaskan kebijakan itu merupakan strategi jangka pendek sebagai kebijakan moneter stabilitas nilai tukar. Karenanya, BI meminta agar perbankan tidak bereaksi berlebihan dengan menaikan bunga kredit maupun deposito.

"Oleh karena itu kita mengharapkan ini tidak diikuti dengan meningkatnya suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Mengapa seperti itu? Karena kenaikan suku bunga ini kita melihat kondisi di pasar masih ada 'excess' (berlebih) likuiditas hingga tidak perlu ada kenaikan suku bunga diperbankan," katanya.

Dengan dukungan perbankan tersebut terhadap kebijakan strategi BI diharapkan bisa menguatkan nilai tukar rupiah yang sejak Senin pekan ini sudah di bawah Rp14 ribu. Selain itu, penguatan nilai tukar rupiah juga didukung oleh kondisi ekonomi domestik Indonesia yang sangat bagus.

"Inflasi akan berada ditarget 3,5 plus minus 1 persen, 'account deficit' juga diperkirakan di bawah 2,5 persen dari PDB sampai dengan akhir tahun, dan pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,2 persen," katanya.

Strategi jangka pendek BI, lanjutnya, merupakan langkah preventif, "ahead the curve", "front loading" sebagai salah satu indikator yang disiapkan untuk merespons kondisi ekonomi global.