Dumai, 25/6 (ANTARA) - Sedikitnya 400 warga nelayan yang berada di Kelurahan Pelintung, Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai, Riau, mengancam akan malakukan aksi demonstrasi ke PT Wilmar Group.
Lurah Pelintung, Hanafi, kepada ANTARA di Dumai, Jumat, mengatakan, aksi demonstrasi yang akan gelar ratusan warga nelayan itu terkait pencemaran limbah diperairan Dumai yang mengakibatkan ratusan hingga seribuan ikan bermatian.
"Sejak adanya Kawasan Industri Dumai (KID) yang dipenuhi oleh sejumlah perusahaan PT Wilmar beserta group di Pelintung, pencemaran limbah diperairan Dumai semakin parah. Hal ini menyebabkan ikan-ikan dilaut bermatian hingga membuat mata pencarian warga disini yang sebahagian besarnya nelayan terus berkurang," kata dia.
Hanafi menyebutkan, dalam kurun waktu dua tahun sejak berdirinya KID di Kelurahan Pelintung, warga sudah mulai meresahkan kondisi ikan tangkapan yang bau hingga tidak layak konsumsi.
"Jangankan dijual, dikasih secara gratis aja warga tidak mau dengan ikan-ikan yang bau itu. Atas kejadian ini, kami meminta agar PT Wilmar dapat bertanggungjawab kepada masyarakat nelayan di Pelintung," ucapnya.
Sejauh ini, kata dia, PT Wilmar juga kurang memperhatikan masyarakat sekitar kawasan industri yang dikelolahnya, hal demikian yang membuat kebanyakan masyarakat khususnya nelayan semakin ditak menyenangi perusahaan yang belakangan diketahui milik warga asing asal Singapura tersebut.
"Tidak sewajarnya perusahaan internasional sekelas Wilmar tidak memfasilitasi masyarakat yang berada disekitarnya. Bukan tidak ada, namun selama ini warga hanya mendapatkan bantuan berupa sembako seperti minyak goreng, beras, dan susu, setahun sekali atau pada saat lebaran saja," paparnya.
Janji-janji PT Wilmar untuk membantu sektor pendidikan dan pinjam modal pertanian dan nelayan, menurut Hanafi hanya sebatas "dongeng" yang selalu bercerita kebohongan.
"Hal ini yang membuat kebanyakan masyarakat marah dan menganggap KID yang dibawahi PT Wilmar Group hanya sebatas berusahaan perusak dan tidak pernah menimbang dan memikirkan dampak dari industri tersebut," jelasnya.
Selain itu, dikatakan Hanafi, warganya juga meminta agar pemerintah melalui badan dan instansi terkait melakukan pengkajian ulang atas analisis dampak lingkungan (Amdal) yang menurut kebanyaka warga msih belum layak lepas karena penetralisiran yang kurang maksimal.
"Kami mengkhawatirkan kalau limbah Wilmar mengandung B3 (bahan berbahaya dan beracun-Red) yang bukan hanya mengganggu kelaungsungan ekosistem perairan, namun juga berdampak terhadap kesehatan manusia yang berada disekitarnya," sebutnya.
Pada kesempatan terpisah, juru bicara PT Wilmar, Manupak, yang dihubungin melalui selular mengatakan, sebelumnya PT Wilmar bersama instansi terkait seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Dumai, telah melakukan penyisiran atas kondisi perairan dilaut Dumai.
"Pada saat penyisiran itu, benar kami menemukan adanya ikan yang mati, tetapi jumlahnya hanya hitungan jari. Tidak sampai ratusan atau ribuan seperti yang disebutkan," kata dia.
Kendati menyadari bahwa perairan Dumai telah tercemar limbah, namun dirinya menyangkal ketika ditanya pencemaran tersebut berasal dari perusahan tempat iabekerja.
"Begitu banyak perusahaan dan industri yang beroperasi di Dumai, kenapa masyarakat hanya menuduh PT Wilmar yang melakukan pencemaran. Kalau hanya karena jarangnya yang dekat, itu bukan sebuah jaminan karena limbah bisa saja terbawa arus," sangkalnya.
Ketika ditanya apa saja yang telah diberikan PT Wilmar Group terhadap masyarakat Dumai selama 22 tahun perusahaan asing itu berdiri, Manupak kemudian memberikan rincian pajak yang telah dilunasinya terhadap pemerintah Pusat.