Pekanbaru, (Antarariau.com) - Berdasarkan data pengaduan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Pekanbaru, Riau, tahun 2017 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di kota itu mencapai 109 atau meningkat empat kasus dibandingkan 2016 sebanyak 105 kasus.
"Peningkatan kasus tersebut terjadi lebih antara lain perempuan sudah berani melaporkan kejahatan yang mereka alami ke lembaga P2TP2A di Pekanbaru serta meningkatnya sosialisasi tentang keberadaan lembaga ini yang bisa dimanfaatkan korban untuk mengadu," kata Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Pekanbaru Dra Risdayati, Msi di Pekanbaru.
Menurut dia, kasus tersebut yang dilaporkan ke P2TP2A di Kota Pekanbaru juga dilaporkan dari berbagai kabupaten dan kota di Riau karena lembaga ini memiliki sarana dan prasarana pendukung yang lengkap.
Apalagi Kota Pekanbaru merupakan pusat ibu kota Provinsi Riau, maka lembaga ini memiliki SDM pengelola yang lengkap dan berkompeten untuk menangani pengaduan mulai dari psikolog, pakar Hukum Pidana, pengacara, pekerja sosial yang bersertifikasi, serta relawan yang membantu secara gratis.
"Banyaknya kasus yang terungkap juga didukung oleh kesadaran warga kota itu yang tinggi untuk berani dan tidak takut aib mereka terekspos karena menjadi rahasia P2TP2A sebagai tempat mediasi," katanya.
Ia memandang bahwa, laporan dari daerah terkait kasus yang sama masih rendah, apalagi tidak semua pengacara di kabupaten dan kota yang bersedia membantu korban karena tidak berbiaya.
Padahal kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di kabupaten cukup banyak cuma terkendala karena kurangnya SDM serta masyarakat tidak memiliki lembaga pengaduan di daerah mereka.
Risdayati mengimbau pemerintah daerah perlu membentuk lembaga P2TP2A di daerah mereka masing-masing sebab P2TP2A Kota Pekanbaru keteter tenaga dengan jarak tempuh yang cukup jauh untuk melakukan pendampingan.
"Jika SDM P2TP2A Pekanbaru melakukan pendampingan ke daerah maka biayanya cukup besar, apalagi banyak SDM yang bekerja ganda di Kota Pekanbaru, seperti mengajar, menjadi dosen atau PNS Dinas Sosial," katanya.
Kasus ini seperti fenomena gunung es, katanya, yang terlihat bagian permukaannya saja, namun yang bagian dasarnya tidak terlihat. Artinya berkemungkinan masih banyak kasus yang sama yang tidak terungkap terutama di daerah.
"Kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak, mungkin jumlahnya lebih banyak lagi di daerah kabupaten, karena masyarakat tidak memiliki keberanian untuk melaporkannya selain itu tidak tahu kemana harus mengadu atau melaporkannya," katanya. ***4**
Berita Lainnya
MPR sebut pencegahan kekerasan terhadap anak tuntut keseriusan semua pihak
24 February 2024 12:24 WIB
Tindakan kekerasan kepada mahasiswa Papua tidak dibenarkan
03 December 2023 3:36 WIB
Ada 107 kasus KDRT dan kekerasan anak selama 2023
15 November 2023 18:35 WIB
Anggota DPR RI sesalkan aksi kekerasan terhadap PRT Indonesia kembali terjadi
02 May 2023 10:37 WIB
KDRT di Batam belum ada kepastian hukum, ini langkah Kementerian PPPA
29 April 2023 9:15 WIB
GMPI kecam tindakan kekerasan terhadap jurnalis di Surabaya
23 January 2023 11:14 WIB
Bersua Kapolda Riau, AJI Pekanbaru bahas hoaks hingga kekerasan terhadap jurnalis
20 October 2022 22:01 WIB
Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Riau meningkat
30 July 2022 8:10 WIB