Hati-Hati, Tak Bayar Premi BPJS Kesehatan Akan Dikenakan Sanksi

id hati-hati tak, bayar premi, bpjs kesehatan, akan dikenakan sanksi

Hati-Hati, Tak Bayar Premi BPJS Kesehatan Akan Dikenakan Sanksi

Pekanbaru (Antarariau.com) - BPJS Kesehatan kembali mengingatkan badan usaha yang tidak patuh membayar premi asuransi kesehatan non polis dapat dikenai sanksi administratif berupa denda, teguran tertulis atau tidak mendapatkan pelayanan publik.

"Sanksi ini diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 yang mengatur tata cara pengenaan sanksi administratif pada pemberi kerja dalam penyelenggaraan jaminan sosial," kata Direktur Kepesertaan dan Pemasaran BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari di Pekanbaru, Rabu.

Pernyataan tersebut disampaikannya dalam "Badan Usaha Gathering 2017" bertema "Bincang JKN-KIS bareng Andy F Noya dan Ade Ray", atlet binaraga nasional yang diikuti seratusan badan usaha berasal dari Riau.

Menurut dia, PP Nomor 86 Tahun 2013 tersebut juga mengatur tata cara pengenaan sanksi administratif bagi badan usaha atau pemberi kerja. Selain penyelenggara negara dan setiap orang, juga diterapkan untuk pekerja dan penerima bantuan iuran.

Ia mengatakan, dalam memenuhi amanat undang-undang mengenai kewajiban memberikan perlindungan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia, BPJS Kesehatan kembali mengingatkan para pemilik dan manajemen perusahaan untuk bergegas mendaftarkan entitas dan karyawannya menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Untuk memperoleh jaminan kesehatan adalah hak setiap pekerja yang tidak boleh ditunda. Apalagi baru dipenuhi ketika pekerja yang bersangkutan sakit atau membutuhkan pelayanan kesehatan. Pembayarn permi.

"Sebab sustainibilitas program JKN-KIS yang dikelola BPJS Kesehatan sangat bergantung kepada iuran peserta yang sehat untuk membayar biaya pelayanan kesehatan peserta yang sakit," katanya.

Ia menyebutkan, perusahaan baru mendaftarkan ketika ada pekerja yang sakit, hanya mendaftarkan sebagian pekerja saja, tidak mendaftarkan anggota keluarga pekerja dan sebagainya.

Itu jelas tidak dibenarkan. Untuk mencegah hal tersebut, BPJS Kesehatan terus melakukan pemantauan rutin terhadap kepatuhan perusahaan.

Jika sudah diingatkan, katanya, baik secara lisan maupun tulisan masih ada perusahaan yang tidak patuh, pemerintah telah menyiapkan sanksi sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 86 Tahun 2013 itu.

Berdasarkan data BPJS Kesehatan, hingga 14 April 2017, secara nasional terdapat 188.802 badan usaha yang telah teregistrasi sebagai peserta JKN-KIS.

Di wilayah kerja Divisi Regional II terdapat 13.862 badan usaha yang telah teregistrasi. Meski demikian, belum semua badan usaha mendaftarkan entitas dan pekerjanya menjadi peserta JKN-KIS. Sebagaimana halnya di Divisi Regional II, terdapat 1.715 Badan Usaha yang belum teregistrasi.

"Oleh karenanya, diperlukan optimalisasi kepatuhan melalui sinergi seluruh instansi terkait dalam penegakan kepatuhan. Selain itu, diperlukan pula intensifikasi sarana dan prasarana fasilitas kesehatan yang sudah tersedia maupun penambahan fasilitas kesehatan RS," kaanya.

Inovasi suara pelanggan, Customer Service Timer Index dan dashboard RS merupakan wujud komitmen BPJS Kesehatan untuk meningkatkan kepuasan peserta.

Menguntungkan

Andayani juga kembali menjelaskan tentang aturan baru Coordination of Benefit (CoB) yang diklaim telah disempurnakan dari aturan sebelumnya dan lebih menguntungkan bagi peserta maupun perusahaan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT).

Pertama, dilihat dari sisi kepesertaan. Jika sebelumnya badan usaha mendaftarkan langsung kepesertaan JKN-KIS ke BPJS Kesehatan, kini dengan terbitnya aturan baru CoB, badan usaha dapat mendaftarkan kepesertaan JKN-KIS melalui perusahaan AKT.

Kedua, dari sisi pembayaran iuran. Jika dulu pembayaran iuran dilakukan secara terpisah antara iuran JKN-KIS dengan premi AKT, maka kini pembayaran iuran JKN-KIS dapat dilakukan bersamaan dengan pembayaran premi AKT.

Jika sebuah perusahaan memiliki lebih dari satu asuransi kesehatan tambahan, maka koordinasi manfaat hanya dilakukan oleh salah satu asuransi kesehatan yang bermitra dengan BPJS Kesehatan.

"Alternatif lainnya, peserta atau badan usaha dapat langsung melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran kepada BPJS Kesehatan tanpa melalui perusahaan AKT," kata Andayani.

Ketiga, dari segi pelayanan kesehatan. Jika aturan CoB yang lama membatasi rujukan hanya dari FKTP yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka dalam aturan CoB baru, peserta CoB JKN-KIS dapat menggunakan rujukan yang berasal dari FKTP non BPJS Kesehatan yang bermitra dengan perusahaan AKT. Dengan catatan rujukan tersebut untuk kasus non spesialistik.

Agar COB bisa diimplementasikan, Andayani menekankan AKT perlu membuat variasi produk yang cocok dengan JKN-KIS. Misalnya, produk AKT harus ada yang menggunakan sistem rujukan berjenjang dan FKTP sebagai gate keeper.

Hal itu diperlukan karena program JKN-KIS menganut prinsip kendali mutu dan biaya atau "managed care".