Oleh Michael Siahaan
Jakarta, (Antarariau.com) - Kasus penganiayaan dan pembunuhan seorang anak yang jasadnya dimasukkan ke dalam kardus, beberapa waktu lalu membuka mata masyarakat bahwa tugas memberikan perlindungan bagi mereka yang masih di bawah umur memerlukan perhatian serius.
Kejahatan-kejahatan terhadap anak, baik oleh orang lain maupun kerabat dekat, masih saja terjadi, terus berulang dan bahkan ada kecenderungan peningkatan.
Ambil contoh di Provinsi DKI Jakarta. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) mencatat jumlah kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak meningkat pada 2015 dibanding 2014.
Hingga September 2015, Polda Metro Jaya mencatat ada 41 kasus kekerasan terhadap anak. Padahal, di sepanjang tahun 2014, "hanya" ada 40 kasus serupa.
Tentu ini sangat mengkhawatirkan. Sebagai langkah pencegahan, berbagai cara pun mulai dikaji dan diterapkan.
Salah satu yang sering digaungkan adalah dengan melakukan antisipasi sejak dini, yakni bagaimana mencegah anak-anak sekarang agar mereka tumbuh menjadi sosok yang nantinya jauh dari perilaku kekerasan.
Ini senada dengan apa yang ditulis Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara dalam sebuah tulisan di Majalah Pusara terbitan Agustus 1933.
Ketika itu dia membahas tentang watak kekerasan, dia sendiri menyebutnya kejahatan, yang memang ada dalam jiwa anak-anak.
Bersambung ke hal 2 ...