Sanksi: Terdakwa Selewengkan BBM Di Belakang Pertamina

id sanksi terdakwa, selewengkan bbm, di belakang pertamina

Sanksi: Terdakwa Selewengkan BBM Di Belakang Pertamina

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Saksi dari PT Pertamina menyatakan, terdakwa telah menjual BBM ke luar negeri dengan melanggar kesepakatan perdagangan bersama perusahaan negara itu.

Hal itu disampaikan dalam sidang lanjutan kasus pencucian uang terkait penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) di laut Selat Malaka dengan terdakwa Achmad Machbub alias Abob di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu.

"BBM itu harusnya dijual di wilayah Indonesia. Tidak boleh dijual ke luar negeri," kata saksi Lutfi Rahman Abdullah yang menjabat

Sales Eksekutif Pertamina Region I Medan.

Lutfi menjelaskan, setiap tetes minyak yang sudah dibeli oleh pihak lain dari Pertamina memang menjadi hak pembeli untuk penggunaannya. Artinya bisa dijual kembali atau digunakan sendiri.

Namun, dia mengatakan, dalam perjanjian yang dibuat antara PT Pertamina dengan dengan PT Lautan Terang yang digunakan terdakwa, dinyatakan dengan tegas bahwa PT Lautan Terang harus melakukan penjualan di wilayah Sumatera bagian utara.

Sedangkan, PT Lautan Terang jika ingin menjual ke luar negeri harus memiliki izin khusus. "Kalau ingin menjual keluar negeri, harus membuat usulan ke pusat. Yang isinya usulan terkait perluasan wilayah penjualan. Namun tetap di wilayah Indonesia," kata Lutfi.

Ia mengatakan, menjual BBM ke luar negeri memang lebih menguntungkan karena terdapat selisih yang cukup jauh dengan harga domestik. "Kalau saat itu, selisihnya kira-kira Rp2 ribu per liter," katanya.

Saksi juga mengatakan, sejak PT Lautan Terang menjadi agen resmi pembelian BBM, perusahaan itu tidak mencapai target penjulan. "Sepengetahuan saya ada komitmen terkait target penjualan. Sejak menjadi agen resmi pada 2010-2012, penjualan PT Lautan Terang tidak memenuhi target," katanya.

Abob merupakan satu dari lima terdakwa kasus tindak pidana pencucian uang terkait penyelundupan BBM di perairan Selat Malaka, tepatnya di lepas pantai Kota Dumai, Provinsi Riau.

Empat terdakwa lainnya adalah Arifin Achmad, Yusri, Dunun, dan Niwen. Niwen adalah adik kandung Abob yang merupakan PNS Kota Batam yang diketahui memiliki rekening "gendut".

Kelima terdakwa tersebut menjalani sidang secara bersamaan, dengan hakim ketua Achmad Suryo Pudjoharsoyo, serta hakim anggota Isnurul dan Hendri.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang diketuai oleh JPU Juli Isnur disebutkan, bahwa kelima terdakwa melakukan praktik penyelundupan BBM dengan cara memanfaatkan kebijakan Pertamina terkait kelonggaran penyusutan BBM akibat penguapan diperjalanan saat menuangkan BBM dari kilang ke kapal, dan dari kapal ke tempat tujuan sebesar 0,60 persen.

Arifin Achmad disebutkan JPU merupakan pegawai lepas harian TNI AL Dumai, Yusril "Supervisor" Pertamina Dumai, Dunun wiraswasta pemilik sejumlah CV di Bengkalis, Abob pemilik sejumlah Kapal Tanker dan Niwen yang bertugas sebagai bendahara.

Para terdakwa disebut JPU secara bersama berusaha melakukan penyelundupan BBM dengan cara melebihkan muatan kapal dan menjualnya secara ilegal dengan dalih BBM yang berkurang itu merupakan akibat penguapan.

Arifin Achmad disebut pemilik dari rekening Bank Mandiri cabang Dumai, dimana perannya untuk mengelabui transaksi pembayaran BBM dari Abob dan Niwen.

Dunun berperan sebagai informan kepada terdakwa Yusri yang menginformasikan atau membantu kelancaran pembongkaran isi muatan kapal kapal tanker ke Depot Siak, Pekanbaru.

Kasus ini mengungkap transaksi jual beli BBM secara ilegal yang dilakukan di tengah laut atas kapal Mt Towo, MV Melissa, SPBO Miduk, MV Triaksa 15, dan MV Santana yang disewa oleh PT Pertamina (Persero) dari RU II Dumai, Sei Pakning dan Tanjung Uban menuju terminal BBM Sei Siak Riau.

Selanjutnya dalam perjalanan ditengah laut, kapal yang disewa Pertamina mengeluarkan isi muatan atau istilahnya "kencing" ke kapal lain. Dalam pengalihan muatan inilah tersangka dari Pertamina, Yusri dan Dunun terlibat untuk memanipulasi bahwa BBM yang keluar merupakan "lost" karena penguapan.

JPU menyebutkan nilai kerugian keuangan negara dari perbuatan para tersangka mencapai Rp149.760.938.624, dan terdakwa diancam pasal 2 ayat 1 jo Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 UU 31/1999 jo. UU 30/2001 Tentang Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Kemudian Pasal 3 jo Pasal 6 UU 15/2002 jo UU 25/2003 tentang Tindap Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, serta Pasal 3 jo Pasal 5 UU No.8/2010 tentang TPPU jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (2).