Riau Layak Jadi Daerah Khusus Bioethanol

id riau layak, jadi daerah, khusus bioethanol

Riau Layak Jadi Daerah Khusus Bioethanol

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Bengkalis Sofyan Hadi mengatakan pihaknya sedang menyusun skema model agar Provinsi Riau bisa menjadi daerah khusus bahan bakar nabati jenis bioethanol.

"Sehingga, nantinya akan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang produksinya makin menipis," katanya ketika dihubungi Antara dari Pekanbaru, Selasa.

Menurut dia, Riau punya potensi yang besar untuk bahan bakar bioethanol, dan teknologinya juga sudah dikembangkan di Balitbang Bengkalis.

"Sekarang saya sedang menyelesaikan skema model Riau sebagai daerah khusus bahan bakar nabati untuk dipresentasikan ke Kementerian ESDM," katanya.

Ia mengatakan tujuan skema model tersebut adalah agar penerapan bioethanol dari Bengkalis bisa mendapat dukungan dari pemerintah pusat dan pelaku usaha.

Sebabnya, menurut dia, pengembangan teknologi bahan bakar nabati sampai kini belum didukung oleh regulasi pemerintah sehigga belum dilirik oleh investor karena produknya belum pasti bisa diserap oleh pasar domestik.

"Kami sebenarnya berharap pengembangan bioethanol di daerah khusus di Riau akan tetap bekerjasama dengan Pertamina. Tapi ini butuh regulasi yang mendukungnya juga," katanya.

Dalam skema model yang sedang disusunnya, Sofyan merencanakan pembangunan lokasi percontohan di Kota Pekanbaru dan Duri, Kabupaten Bengkalis. Sebuah kilang pemrosesan, tangki pencampuran dan penampungan juga disiapkan.

"Biaya investasi untuk membangun kilangnya diperkirakan butuh dana sekitar Rp10 miliar. Tenaga ahli dari Riau sudah mampu kok," katanya.

Ia mengatakan penggunaan bioethanol adalah sebagai pencampur BBM dari fosil, sehingga bisa menekan nilai impor Indonesia. Nilai ekonomisnya juga lebih murah dibandingkan produk Pertamina jenis Pertamax yang selama ini masih impor.

"Karena itu, tidak ada ruginya Pertamina bermitra untuk menggunakan bioethanol karena bisa mengurangi impor BBM dan bahan bakunya melimpah," ujarnya.

Ia menjelaskan Balitbang Bengkalis telah cukup lama melakukan penelitian dalam inovasi pengembangan teknologi bioethanol dari bahan baku tanaman nipah, tebu dan singkong yang telah membuahkan hasil pada 2012. Bengkalis sendiri banyak memiliki potensi tanaman nipah yang tumbuh liar di daerah pesisirnya.

Menurut dia, Balitbang kini sudah memiliki enam alat destilasi dan dehidrasi yang telah dipatenkan untuk pemprosesan bahan bakar nabati itu.

Sebuah stasiun pengisian bahan bakar untuk bioethanol juga sudah berdiri di kantor Balitbang Bengkalis yang beroperasi sejak 2012. "Seluruh pegawai Balitbang diwajibkan menggunakan bioethanol karena lebih ramah lingkungan dan mendukung pengembangkan teknologi karya putra daerah," ujarnya.

Keberhasilan tersebut membuat hasil teknologi tersebut meraih penghargaan "Energi Prakarsa" dari Kementerian ESDM pada 17 Agustus lalu. Menurut dia, dalam pertemuan tersebut sejumlah pejabat kementerian meminta dirinya membuat skema model pengembangan bioethanol di Riau.

"Semoga saja rencana ini mendapat dukungan dari pemerintah pusat, karena saya yakin ini bisa berhasil tapi kendalanya adalah dari regulasi sehingga teknologi ini sulit diterapkan," katanya.