Selatpanjang (ANTARA) - Bupati Kepulauan Meranti, AKBP (Purn) Asmar meminta solusi terkait tanah gambut yang termasuk ke dalam Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB).
Hal itu disampaikannya langsung kepada Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, dalam rapat koordinasi yang dilaksanakan bersama Gubernur Riau dan para kepala daerah se-Provinsi Riau di Kantor Gubernur Riau, Pekanbaru, Kamis.
Dijelaskan Asmar kabupaten yang ia pimpin merupakan wilayah dengan daratan tanah gambut hampir 95 persen. Terbitnya Inpres nomor 5 tahun 2019 yang mengatur moratorium hak atas tanah di lahan gambut, menyebabkan menyempitnya lahan yang bisa digunakan pemerintah daerah untuk pembangunan.
Tidak hanya itu, lahan gambut milik masyarakat juga tidak bisa disertifikatkan dan menjadi agunan pinjaman di bank. Dengan begitu, masyarakat dan pengusaha menjadi tidak bisa untuk mendapatkan pinjaman modal usaha.
"Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami minta solusi terhadap permasalahan tersebut kepada bapak Menteri," ujar Asmar.
Dia juga mengatakan, Pemkab Kepulauan Meranti telah pernah menyampaikan hal yang sama kepada Wakil Menteri ATR/BPN Dr Surya Tjandra, pada tahun 2021 silam.
"Saat itu beliau berkata akan mengeluarkan 50 persen lahan gambut di Meranti yang termasuk dalam PIPPIB. Namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut," katanya.
Sementara itu, Gubernur Riau, Abdul Wahid, menyampaikan pentingnya koordinasi lintas sektor dan dukungan penuh dari pemerintah pusat, dalam mencari solusi yang adil dan berkelanjutan terhadap permasalahan pertanahan di Riau.
"Persoalan agraria bukan hanya soal kepastian hukum, tetapi juga berpengaruh langsung terhadap iklim investasi di daerah," sebutnya.
Menanggapi hal itu, Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, mengatakan pihaknya akan menindak lanjuti permasalahan yang dihadapi oleh Pemkab Kepulauan Meranti maupun daerah lain yang menghadapi permasalahan sama.
Lebih jauh, dia menyoroti pentingnya pendataan dan pendaftaran tanah di Provinsi Riau, terutama untuk tanah adat.
"Akan kita tindak lanjuti dan bersama mencari solusi penyelesaiannya. Kami membuka ruang seluas-luasnya untuk pengakuan tanah adat asalkan didukung dengan kelembagaan yang sah dan jelas," tutur Nusron.