Jakarta (ANTARA) - Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, volatilitas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) salah satunya terdampak sentimen dinamika kebijakan yang dilakukan oleh Presiden AS Donald Trump.
“Terutama terkait tarif dan ekspektasi terhadap prospek penurunan suku bunga The Fed yang lebih moderat, karena outlook inflasi AS yang masih di atas target dan kondisi pasar tenaga kerja yang masih ketat,” ujar Andry saat dihubungi oleh Antara di Jakarta, Jumat.
Selain itu, ia menyebut volatilitas IHSG disebabkan adanya aksi jual bersih (net sell) oleh investor asing di pasar saham dalam negeri, yang mana tercatat net sell sebesar Rp4,7 triliun pada hari ini, Jumat (7/2).
Ia menjelaskan, aksi jual bersih itu dipicu oleh kekhawatiran investor asing terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama kondisi daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah yang masih lemah.
“Hal tersebut terlihat dari capaian inflasi inti yang masih stagnan sebesar 2,3 persen, namun sebagian besar karena faktor kenaikan harga emas,” ujar Andry.
Kemudian, lanjutnya, volatilitas IHSG disebabkan oleh terkoreksinya harga komoditas seperti minyak mentah dan nikel, yang berpengaruh terhadap saham-saham sektor energi dan mineral di dalam negeri..
Selain itu, sentimen lainnya yaitu rilis laporan keuangan perbankan yang di bawah ekspektasi pasar, ditambah dengan dinamika kebijakan fiskal yang berpotensi menekan likuiditas perbankan, sehingga memberikan sentimen negatif kepada pasar.
Pada penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (7/2), IHSG ditutup melemah 132,96 poin atau 1,93 persen ke posisi 6.742,58. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 naik 7,24 poin atau 0,93 persen ke posisi 784,88.
Frekuensi perdagangan saham tercatat sebanyak 1.312.000 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 16,79 miliar lembar saham senilai Rp13,06 triliun. Sebanyak 200 saham naik 441 saham menurun, dan 314 tidak bergerak nilainya.