KLHK sebut pengelolaan gambut perlu strategi khusus dan perhatikan fisiografi ekosistem

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, gambut

KLHK sebut pengelolaan gambut perlu strategi khusus dan perhatikan fisiografi ekosistem

Tangkapan layar Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda Balai Penerapan Standar Instrumen LHK Banjarbaru Marinus Kristiadi Harun (panel kanan atas) dalam diskusi BRIN diikuti daring dari Jakarta, Kamis (30/5/2024) (ANTARA/Prisca Triferna)

Jakarta (ANTARA) - Pengendali Dampak Lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Marinus Kristiadi Harun mengatakan pengelolaan ekosistem gambut memerlukan strategi khusus, termasuk mempertimbangkan fisiografi dalam pemanfaatannya dan menjaga area tertentu sebagai fungsi lindung.

Dalam diskusi yang diadakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) diikuti daring dari Jakarta, Kamis, ia menjelaskan pengelolaan kawasan gambut dilakukan dengan berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG).

Dengan pengelolaan berbasis KHG, kata dia, maka area gambut dibagi dalam beberapa bagian, termasuk tanggul sungai, rawa belakang, dan kubah gambut, yang merupakan kawasan lindung. Pengelolaan sendiri dipastikan harus dilihat dari sudut pandang gambut sebagai lahan basah.

Menurutnya, ketika membicarakan potensi wilayah gambut untuk menjadi area pembudidayaan tanaman pangan yang tidak merusak ekosistem maka perlu pendekatan berbeda pada masing-masing fisiografi.

"Strategi pengelolaan gambut saya tekankan harus berbasis fisiografi. Karena masing-masing KHG ketika tidak berdasarkan fisiografi tentu tidak akan bisa maksimal, karena masing-masing fisiografi memiliki karakteristik yang berbeda," ujar Marinus yang merupakan Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda Balai Penerapan Standar Instrumen LHK Banjarbaru.

Untuk wilayah dengan fisiografis tanggul sungai, kata dia, pengelolaan dan pemanfaatan yang dilakukan dapat berupa perikanan dan paludikultur. Sementara di rawa belakang yaitu area gambut yang berbatasan antara tanggul sungai dan gambut dangkal sampai sedang, bisa dioptimalkan dengan cara agroforestri atau pertanian terpadu.

Selain itu terdapat wilayah kubah gambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter, yang seharusnya menjadi area fungsi lindung dalam ekosistem gambut. Namun, menghadapi fakta banyaknya area yang telah terkonversi untuk pemanfaatan.

"Saya menekankan bahwa pengelolaan gambut itu bersifat spesifik, bersifat lokalitas. Jadi tidak bisa sesuatu yang sukses di tempat lain, langsung diterapkan di tempat karena ada karakteristik tertentu yang bersifat spesifik," katanya.

Baca juga: KLHK paparkan restorasi gambut berpotensi topang peningkatan kesejahteraan desa

Baca juga: BRGM nyatakan 13 juta hektare lahan gambut dalam kondisi rusak