Pemerintah Desa di Kampar minta dukungan terbitkan Perdes atasi kebakaran lahan

id rimbo panjang,BRGM,karhutla

Pemerintah Desa di Kampar minta dukungan terbitkan Perdes atasi kebakaran lahan

Suasana diskusi dengan warga desa di Kabupaten Kampar pada November 2023. (ANTARA/dok)

Pekanbaru (ANTARA) - Keberadaan ekosistem gambut penting bagi kehidupan manusia di berbagai belahan dunia. Sejak dua dekade terakhir, perhatian pada tata kelola ekosistem gambut mulai serius sejalan dengan adanya alih fungsi lahan gambut yang masif untuk permukiman, pertanian atau perkebunan, hingga berbagai bangunan fisik yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Sebagai konsekuensi gerak pertumbuhan penduduk, alih fungsi lahan tersebut menjadi hal yang biasa. Di satu sisi, bangunan fisik maupun pengolahan lahan untuk kegiatan ekonomi merupakan kebutuhan masyarakat. Namun, di sisi lain, invasi penduduk pada kawasan gambut terutama area gambut dalam merugikan ekologi.

Desa Rimbo Panjang dan Desa Karya Indah di Kabupaten Kampar merupakan dua daerah yang rawan kebakaran. Dapat dikatakan setiap tahun ada kebakaran. Khusus di Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, sudah terjadi dan terus berlangsung invasi penduduk di daerah itu.

Sebagai Kawasan strategis dan pintu gerbang Kota Pekanbaru sebagai pusat Pemerintah Provinsi Riau menjadikan daerah ini cepat mengubah kondisi kawasan fisiknya. Alih fungsi lahan yaitu dari perkebunan karet dan nanas diubah menjadi perkebunan sawit dan berbagai pembangunan fisik termasuk permukiman terus terjadi.

Keragaman ini menjadikan sepanjang jalan utama desa (menuju ke pusat kecamatan serta pusat Pemkab Bangkinang) seolah-olah menjadi kawasan bisnis serta permukiman.

Perkembangan pesat juga dialami Desa Karya Indah yang telah dialihfungsikan menjadi kawasan pertokoan, permukiman serta perkebunan sawit. Karena memiliki jarak yang dekat dari pusat Ibu Kota Provinsi Riau, banyak sekali investor yang memiliki lahan di Rimbo Panjang maupun Karya Indah.

Sebagian dari investor tersebut mengolah lahan untuk perkebunan sawit, membangun pabrik, pemukiman dan pertokoan. Tetapi, tidak sedikit di antara lahan yang sudah dikuasai oleh masyarakat bukan penduduk lokal yang terlantar, tidak diolah serta kondisinya semak belukar.

Kepala Desa Rimbo Panjang Ben Zainal Arifin kepada tim peneliti Universitas Riau mengatakan keberadaan lahan terlantar yang pemiliknya bukan warga lokal setempat menjadi masalah serius dalam pencegahan kebakaran lahan gambut. Pasalnya, dalam beberapa kali peristiwa kebakaran lahan gambut, titik lokasi kejadian selalu berada di kawasan lahan terlantar yang tidak diketahui siapa pemiliknya.

"Sudah sering kebakaran itu di lahan semak belukar terlantar. Kami sebagai pemerintahan desa dan masyarakat tidak tahu siapa yang punya," kata Ben Zainal Arifin belum lama ini.

Sejalan dengan ungkapan Kepala Desa Rimbo Panjang, kepada tim peneliti Universitas Riau, Kepala Desa Karya Indah Syamsinur juga menyebut ada banyak lahan di wilayahnya yang sudah dikuasai oleh warga bukan tempatan. Bahkan penguasaan itu sudah ada sejak 10-20 tahun lalu.

Kurang kooperatifnya pemilik lahan kepada aparatur pemerintahan desa menambah kesulitan tersendiri terutama jika lahan tersebut mengalami kebakaran.

"Banyak sekali lahan terlantar di Desa Karya Indah. Kalau bicara soal kebakaran memang rata-rata di titik yang sama di lahan terlantar. Karena tidak mungkin masyarakat membakar lahan yang sudah diolah. Kalaupun buka lahan baru mereka tidak gunakan pembakaran," ucap Syamsinur.

Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan lahan terlantar di kedua desa, Rimbo Panjang dan Karya Indah merupakan sebuah masalah. Sebab, di titik tersebut kebakaran berulang terjadi.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah desa untuk menertibkan lahan yang terlantar dengan koordinasi lintas sektor di tingkat Pemerintah Daerah tetapi belum ada solusi nyata untuk persoalan tersebut.

Selain penertiban, Pemerintah Desa Rimbo Panjang dan Desa Karya Indah menginginkan bahwa lahan terlantar di desa mereka terutama yang sudah puluhan tahun dapat diolah dengan melibatkan masyarakat lokal.

Dengan demikian, lahan terlantar akan menjadi produktif, memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat hingga memperkecil kemungkinan kebakaran lahan.

Gagasan pembuatan peraturan desa dinilai sebagai alternatif untuk menertibkan lahan terlantar dan mencapai kesejahteraan masyarakat melalui kemitraan dengan pemilik lahan. Namun, kedua pemerintah desa belum memahami tentang regulasi hukum dan masih memiliki rasa kekhawatiran akan bertentangan dengan regulasi yang telah ada terutama pada Badan Pertanahan.

Meskipun demikian, dengan melihat potensi kerugian dari aspek ekologi maupun sosial sekaligus melihat kedudukan pemerintah desa yang memiliki wewenang maka peraturan desa dimungkinkan ada sebagai langkah antisipasi kebakaran lahan melalui pengelolaan lahan terlantar.

Peraturan desa menjadi produk hukum yang dibuat oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan tujuan mengatur serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hal ini bermakna, bahwa penyusunan perdes harus melalui serangkaian upaya hukum dan tidak dapat dilakukan sewenang-wenang.

"Perdes dapat menjadi solusi yang sangat baik untuk lahan terlantar supaya tertib dan dapat dikelola melibatkan masyarakat lokal. Jadi lahan yang tidak diketahui siapa pemiliknya selama puluhan tahun maka desa bisa mengelola supaya produktif. Tapi ini (pemerintah desa) perlu pendampingan jika ingin membuat perdes agar tepat dan tidak keliru," ucap Ketua Tim Penelitian Universitas Riau Prof Dr Ashaluddin Jalil MS.

Ashaluddin Jalil menambahkan bahwa inisiatif dan keinginan pemerintah desa untuk membuat perdesharus didukung oleh pihak terkait di antaranya Pemerintah Daerah melalui instansi terkait Badan Pertanahan, Kementerian Hukum dan HAM, BRGM serta pihak terkait lainnya.

Dengan adanya dukungan lintas sektor untuk penyusunan peraturan desa, maka ini dapat menjadi salah satu gebrakan mencegah kebakaran berulang. Sebab dalam mencegah kebakaran lahan paradigma yang digunakan tidak serta bertumpu pada perbaikan aspek biofisik semata, di bidang sosial harus menjadi perhatian lebih terutama menyangkut hukum untuk menciptakan tertib sosial tentang kepemilikan lahan dan kesejahteraan masyarakat dimana lahan tersebut berada.