Lingkaran "Setan" Perambahan Cagar Biosfer Riau

id lingkaran, setan perambahan, cagar biosfer riau

 Lingkaran "Setan" Perambahan Cagar Biosfer Riau

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kebakaran besar yang memproduksi asap pekat di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Provinsi Riau, tidak lepas dari aktivitas perambahan dan pembalakan liar. Pemodal besar alias "cukong" terendus kuat jadi dalang kejahatan lingkungan ini, yang ironisnya turut dilindungi oleh oknum TNI.

Jaringan pembalakan liar ini mulai terkuak setelah Komandan Satgas Tanggap Darurat Asap Riau, Brigjen TNI Prihadi Agus Irianto, melaksanakan "Operasi Bakar Sampah", dengan menerjunkan prajurit Korem 031 Wira Bima (WB) ke cagar biosfer setelah Riau berstatus Tanggap Darurat Asap pada 26 Februari lalu.

Operasi itu bertujuan untuk langsung menangkap pelaku dan membumihanguskan gubuk-gubuk yang digunakan para perambah.

Kepala Seksi Intelejen Korem 031/WB Letkol Asep Ridwan, yang memimpin operasi ini, berhasil mencapai ke titik pembongkaran kayu utama para pembalak liar. Lokasi itu berada di zona inti atau "jantung" cagar biosfer yang tidak mudah dicapai.

"Mobil hanya bisa menembus sampai kilometer 8 dari jalan utama, selebihnya untuk sampai ke titik bongkar kayu di kilometer 32 kami berjalan kaki siang-malam," kata Letkol Asep menceritakan jalannya operasi di Posko Satgas Tanggap Darurat Asap Riau, Pekanbaru, Senin (10/3).

Ia mengatakan langkah para prajurit sempat terhambat karena kebakaran di lahan gambut menimbulkan asap yang menyesakan dan jarak pandang hanya tersisa 50 meter. Selain itu, mereka juga nyaris terkepung api yang membakar jalan setapak, tapi regunya masih beruntung karena menemukan perahu di sebuah kanal untuk menyelamatkan diri.

"Sejauh mata memandang hanya hamparan hutan yang habis dan hangus terbakar," katanya.

Dalam benaknya, Letkol Asep makin yakin kebakaran besar di cagar biosfer bukan karena faktor alam melainkan akibat pembalakan liar. Hipotesanya akhirnya terbukti sesampainya di kilometer 36, titik bongkar kayu utama.

"Di kanal sudah penuh dengan kayu hasil pembalakan liar yang rangkaiannya diperkirakan sepanjang 2 kilometer, lebih dari 100 ton," ujarnya.

Indikasi keterlibatan oknum aparat juga makin kuat begitu ia menelusuri sampai ujung kanal itu. "Di ujung kanal ada pos polisi dan Babinsa. Sangat ironis kalau aparat bilang tidak tahu ada pembalakan liar di sana," kata Letkol Asep.

Oknum TNI Terlibat

Letkol Asep yakin adanya keterlibatan jaringan pemodal dan oknum aparat dalam aktivitas perambahan setelah berhasil menangkap tangan sejumlah pekerja lapangan. Dari salah satu telepon selular pelaku, ia mengatakan para perambah sudah mengetahui adanya prajurit Korem diterjunkan ke cagar biosfer, yang artinya informasi operasi "bakar sampah" telah bocor.

Meski begitu, operasi tersebut berhasil mengungkap identitas para "cukong" kayu. Ada empat nama yang didapatkan, antara lain Buyung, Udin, Giran, dan Sudigdo. Dan nama terakhir berstatus prajurit aktif TNI AD.

"Dari sana kami dapat informasi oknum TNI terlibat dan buka hutan di kilometer 16, kami langsung berbalik dan menemukan tempat itu penuh kayu tebangan sampai pos pemantauan setinggi 10 meter juga ada," katanya.

Lucunya, lanjut Letkol Asep, para pekerja Sudigdo tidak semuanya tahu adanya operasi prajurit Korem. Alhasil, begitu tiba di kamp Sudigdo, regu Letkol Asep disambut hangat juga disuguhi panganan. "Ternyata nama Digdo paling disegani di sana. Kami diberi hormat oleh pekerjanya, disangka anak buah Digdo," katanya.

Berdasarkan informasi dari sumber Antara, Sudigdo sudah cukup lama merambah cagar biosfer yang masuk kawasan administasi Desa Tasik Serai dan Desa Bukit Kerikil Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis.

"Informasinya dia buka lahan sekitar 600 hektare pakai empat alat berat ekscavator untuk buat kanal dan jalan," kata sumber yang tak ingin dituliskan namanya karena alasan keselamatan.

Sumber itu mengatakan oknum TNI AD itu memiliki empat kilang pengolahan kayu hasil pembalakan liar, dan hasil kayu dijual ke Kota Dumai. Selama ini Sudigdo sangat ditakuti karena sering mengancam warga dengan senjata api.

"Dia juga pernah memukuli seorang RT dari Tasik Serai karena mempertanyakan legalitas usahanya," lanjut sumber itu.

Sumber lain mengatakan peran Sudigdo kuat dugaan yang membuat penegakan hukum terhadap aktivitas perambahan dan pembalakan liar kerap terhambat. Setiap ada operasi gabungan dari TNI-Polri dan Polhut sejak tiga tahun lalu pasti selalu bocor informasinya. "Ini sudah permainan mafia," katanya.

Ia mengatakan Sudigdo sebenarnya hanya bagian kecil dari jaringan pembalakan liar. Oknum TNI AD tersebut kuat dugaan merupakan kaki tangan dari pemodal besar dari Sumatera Utara, bernama Abi Besok.

Bos dari Sudigdo ini merupakan pemain lama pembalakan liar. Ia lebih sulit "disentuh" aparat karena dilindungi warga, sebab kabarnya Abi Besok rajin bagi-bagi paket minuman dan makanan setiap Lebaran.

"Cukong" besar ini juga membuka lahan sekitar 50 hektare di cagar biosfer dengan mempekerjakan warga setempat untuk menebangi hutan dan mengolah lahannya jadi kebun kelapa sawit. "Pembukaan lahan dengan cara dibakar," ujarnya.

Belum Ada Efek Jera

Komandan Satgas Tanggap Darurat Asap, Brigjen TNI Prihadi Agus Irianto, tampak tenang ketika harus mengungkap keterlibatan bawahannya kepada publik. Padahal, tentu bukan hal mudah untuk berani membuka aib TNI AD ini, bahkan bagi seorang Komandan Korem 031/WB sekali pun.

Di hadapan puluhan pasang mata di Posko Satgas di Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, ia berjanji akan segera menangkap Sudigdo yang kini masih aktif sebagai prajurit TNI AD berpangkat Sersan Kepala di Kodim Bengkalis.

Ia mengungkapkan Sudigdo memiliki rekam jejak bermasalah dalam kejahatan lingkungan. Denpom TNI AD pernah menangkapnya pada tahun lalu untuk kasus pembalakan liar.

Kasus Sudigdo sudah diajukan ke Mahkamah Militer, dan yang bersangkutan sempat mendekam di tahanan militer di Kota Padang, Sumatera Barat. Sambil menunggu giliran sidang, Sudigdo dikembalikan ke satuannya di Kodim Bengkalis.

Namun, Brigjen Prihadi Agus tak menyangka kalau Sudigdo kembali berulah dengan terus menjalankan bisnis ilegalnya sebagai "cukong" pembalakan liar di cagar biosfer.

"Saatnya kita buka-bukaan karena ini dosa yang sudah tak terampunkan," tegas Brigjen Prihadi Agus.

Ia meminta agar Polda Riau sebagai penanggung jawab Satgas Penegakan Hukum untuk terus aktif menjerat para pelaku pembalakan liar dan pembakaran yang mengakibatkan bencana asap di Provinsi Riau, khususnya di cagar biosfer. Selain itu, ia juga meminta Kementerian Kehutanan jangan menutupi kebobrokan yang terjadi dalam pengelolaan kawasan konservasi ini.

Sebab, Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu yang memiliki luas 178.722 ha itu, kini makin rusak akibat pembalakan liar dan perambahan. Data Satgas menunjukan hingga kini lebih dari 3.000 ha kawasan itu terbakar, dimana 800 ha diantaranya di zona inti, yang membuat kawasan itu jadi "lumbung" asap kebakaran di Riau. Sedangkan, Brigjen Prihadi Agus menilai pihak kementerian kurang terbuka kepada Satgas terkait masalah di cagar biosfer yang diakui oleh UNESCO itu.

"Ada lingkaran setan yang menyuburkan pembalakan liar ini," katanya.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Riko Kurniawan mengatakan bencana asap Riau kali ini bisa menjadi "gerbang" untuk penegakan hukum terhadap oknum TNI dan Polri yang kemungkinan terlibat dalam kejahatan lingkungan.

"Bencana asap yang terus berulang ini sudah menjadi pertanda bahwa ada yang salah dalam penegakan hukum sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya," kata Riko.

Penegakan hukum tanpa pandang bulu merupakan elemen penting untuk memerangi kebakaran lahan dan bencana asap di Riau, yang diyakini penyebabnya 99 persen akibat ulah manusia. "Tangkap aktor utama yang selama ini seperti di balik layar kejahatan ini. Karena itu, mulai dari pelaku lapangan, pejabat, aparat, sampai penadah kayunya juga harus ditangkap dan diproses sampai pengadilan," katanya.

Idealnya, lanjut Riko, pengungkapan terhadap penguasaan oknum aparat hukum perlu dilanjutkan ke kawasan konservasi lain, seperti di Taman Nasional Tesso Nilo yang kini juga merana. Lebih dari itu, perlu ada komitmen nyata dari TNI dan Polri untuk membawa oknum aparat mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka pengadilan sipil.

"Sampai sekarang sangat jarang oknum aparat dari kepolisian apalagi TNI yang dijatuhi hukuman setimpal sesuai Undang-Undang yang berlaku terhadap pelaku kejahatan lingkungan. Kalau mau ada efek jera dari oknum aparat, seharusnya mereka disidang di pengadilan sipil, bukan pengadilan militer," katanya.

Harus ada titik cerah baru dibalik bencana asap di Riau. Para pembakar hutan adalah mereka yang tak punya hati nurani, namun mereka yang membiarkan sama saja dengan tidak punya nyali.