Beijing (ANTARA) - Menteri Luar Negeri China Wang Yi pada Minggu (25/12) meminta Jepang untuk "mengarahkan hubungan bilateral dari perspektif strategis" setelah para pemimpin kedua negara pada November sepakat untuk meningkatkan stabilitas dan pertumbuhan hubungan.
Wang mengatakan dalam pidato daringnya di simposium Beijing bahwa penting bagi kedua negara tetangga Asia itu "untuk menghindari kemunduran dan kegagalan, berpandangan jauh ke depan dan berwawasan ke depan" dalam hubungan mereka setelah China dan Jepang memperingati 50 tahun normalisasi hubungan bilateral pada September.
Di Amerika Serikat, Wang mengatakan bahwa Beijing telah dengan tegas menolak "kebijakan Washington yang keliru tentang China", di mana AS "dengan keras kepala terus melihat China sebagai pesaing utamanya dan terlibat dalam blokade, penindasan, dan provokasi yang terang-terangan".
Menlu Wang Yi pun menegaskan kembali pertanyaan tentang Taiwan adalah "inti dari kepentingan utama China" dan "garis merah yang tidak boleh dilanggar" dalam hubungan China-AS.
Menanggapi kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan pada Agustus, terlepas dari "peringatan keras" China, Beijing telah mengambil "langkah tegas dan jelas" dan "sangat mencegah adanya unsur-unsur anti China di Amerika Serikat dan upaya memaksa 'kemerdekaan Taiwan'," kata Wang.
China, yang memandang Taiwan sebagai miliknya, mengadakan latihan militer besar-besaran di dekat pulau itu dan menghentikan kerja sama dengan Washington di berbagai bidang, termasuk kerja sama penanganan perubahan iklim dan pertahanan.
"Langkah-langkah itu sepenuhnya menunjukkan keinginan kuat kami dalam menjaga kedaulatan dan keamanan nasional," ujar Wang.
Dalam pertemuan di sela-sela KTT G20 pada November di Bali, Indonesia, Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Joe Biden sepakat untuk mengelola perbedaan secara efektif dan memajukan kerja sama praktis.
Oleh karena itu, Wang mendesak Washington untuk "memupuk suasana yang menguntungkan untuk komunikasi dan kerja sama kedua negara".
Mengacu pada pelonggaran besar-besaran kebijakan "nol-COVID" China pada awal Desember, Wang mengatakan pihaknya telah "membawa tahap baru dalam respons pandemi" dan mengindikasikan negara itu akan melonggarkan kontrol perbatasannya yang ketat.
"Kami menganggap perlu untuk lebih memfasilitasi aliran masuk dan keluar warga antara China dan negara lain," katanya.
Baca juga: 18 orang terperangkap longsoran tambang emas di Xinjiang, China
Baca juga: Taiwan sebut 43 pesawat AU China telah melintasi garis median Selat Taiwan
Sumber: Kyodo-OANA
Berita Lainnya
Lemkapi minta seluruh kapolda bantu Kementan untuk capai swasembada pangan
27 April 2024 16:32 WIB
Nicholas Saputra mengaku belajar banyak dari serial "Secret Ingredient"
27 April 2024 16:03 WIB
LPAI serukan pemerintah blokir gim daring yang mengandung unsur kekerasan
27 April 2024 15:50 WIB
Ganda putri Lanny/Ribka gandakan keunggulan Indonesia atas Hong Kong
27 April 2024 15:40 WIB
Oppo A60 hadir dengan Snapdragon 680 dan kamera utama 50 MP
27 April 2024 15:33 WIB
Tim SAR perluas pencarian penumpang yang jatuh dari KMP Reinna
27 April 2024 15:27 WIB
Anies Baswedan hormati langkah PKB dan NasDem gabung koalisi Prabowo-Gibran
27 April 2024 15:14 WIB
Houthi akui anggotanya serang kapal tanker Inggris dan tembak jatuh drone AS
27 April 2024 15:07 WIB