Hari Pahlawan di mata purnawirawan TNI generasi milenial Pekanbaru

id Hari pahlawan, purnawirawan pekanbaru

Hari Pahlawan di mata purnawirawan TNI generasi milenial Pekanbaru

Tugu perjuangan di Pekanbaru. (ANTARA/Syafira Hasna)

Pekanbaru (ANTARA) - 10 November menjadi hari yang diperingati sebagai Hari Pahlawan oleh bangsa Indonesia setiap tahunnya. Peristiwa yang terjadi di tahun yang sama dengan Hari Kemerdekaan Indonesia, menjadikan 77 tahun bangsa ini sudah berjuang mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan negara.

Di zaman yang sudah sangat minim terjadi peperangan di Indonesia, baik angkatan bersenjata maupun masyarakat sipil, termasuk purnawirawan TNI memiliki pandangannya masing-masing terkait Hari Pahlawan Nasional ini.

Salah satu purnawirawan TNI tersebut adalah Letnan Kolonel (Purn)Mahjudin. Sudah 35 tahun (1966 – 2001) Mahjudin bertugas sebagai TNI dan dinas di beberapa daerah, seperti Jakarta, Cimahi, Magelang, Pekanbaru, dan Tembilahan (menjadi Dandim), dengan fokus karirnya di bidang pendidikan dengan menjadi komandan sekolah yang mendidik bintara dan tamtama. Sedangkan tugas terakhirnya sebagai anggota DPRD Kota Pekanbaru dari Fraksi ABRI sampai tahun 2001.

Pada abad ke-20, TNI (angkatan perang) bergabung dengan Polri (angkatan kepolisian) yang diberi nama ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). TNI pada saat itu memiliki dua tugas pokok, yakni pertahanan dan keamanan. Mahjudin menjelaskan bahwa tugas pokok pertahanan adalah untuk membendung dan mempertahankan segala serangan musuh dari luar.

“Sedangkan musuh dari dalam, penangannya dengan Kam, keamanan dalam negeri yang dilaksanakan oleh kepolisian. Polisi itu tugas pokoknya adalah keamanan dan ketertiban umum yang waktu itu dilaksanakan bersama TNI. Itu gambarannya semasa saya masih dinas sampai saya pensiun masih begitu,” tambah pria 76 tahun ini saat ditemui Selasa kemarin (9/11).

Seiring berjalannya waktu, TNI tidak boleh lagi mengemban tugas pokok keamanan di dalam negeri, dan hanya melaksanakan tugas pertahanan saja. Karenanya, TNI hanya bersenjata di perbatasan, sementara di luar wilayah tersebut tidak bersenjata. Tugas pokok keamanan tersebut sekarang diamanatkan ke Polri.

“Dalam keadaan tertentu, Polri tetap minta bantuan ke TNI. Namun TNI pun terbatas untuk mengatasi itu karena ada peraturan, ada Undang-Undang TNI. Salah satu Undang-Undang TNI berisi tugas pokok TNI ialah menghadapi musuh dari luar saja,” ungkap Mahjudin.

Walaupun demikian, TNI tetap memantau dan menganalisa kemungkinan adanya musuh yang berasal dari dalam, seperti titik-titik rawan atau daerah kemungkinan besar musuh bisa masuk.

“Penjajahan saat ini tidak seperti dulu, lebih kompleks penjajahan sekarang daripada penjajahan dulu. Karena yang dijajah bukan hanya satu unsur, namun mencakup Ipoleksosbudhankam (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan), sehingga diperlukan personil TNI dan Polri yang profesional,” tutur Mahjudin.

Menurutnya, peringatan hari pahlawan sangat berpengaruh terhadap jiwa kesatria anggota TNI, karena untuk mengingat perjuangan di tahun 1945 silam. Perjuangan para pejuang kita terdahulu tidak pernah pamrih bahkan tidak mengharap upah, itu lah yang namanya perjuangan murni.

“Sekarang sudah diatur sedemikian rupa untuk kesejahteraan TNI dan Polri, kalau dulu belum ada diatur, betul-betul memang sukarela. Jadi pada awal perjuangan namanya PETA (Pembela Tanah Air) segala macam dulu ya. Sekarang menjadi institusi TNI (angkatan darat, laut, udara). Memang betul tujuannya yang penting kita lepas dari penjajahan,” jelasnya.

Sebelum tahun 1945, perjuangan para pahlawan di berbagai daerah di Indonesia ingin melepas penjajahan namun masih terpecah-pecah, tidak serentak, dan tidak terpusat, makanya perjuangan tersebut tidak berhasil.

“Tapi semangat persatuannya sudah dimulai di tahun 1928 berupa Sumpah Pemuda, tapi kan karena komunikasi di saat itu memang lagi sulit, namun sudah mulai ada hubungan-hubungan. Artinya memang semenjak tahun 1928 hingga kemerdekaan 1945, tujuh belas tahun baru tercapai,” paparnya.

Mahjudin menyatakan TNI harus bisa dan pasti mengenal politik. Tidak bisa prajurit TNI buta akan politik. Penerapan politik di TNI diantaranya seperti politik strategi berperang dan strategi dalam intelijen. Politik Indonesia merupakan politik bebas aktif, yakni politik yang tidak berpihak ke salah satu sisi dan tidak ada yang dimusuhi.

“Politik TNI ya politik negara, bukan politik partai-partai, kalau itu ingin mencari kekuasaan, untuk individunya. Kalau TNI ya politik negara, itu yang dipertahankan,” ujarnya.

Mahjudin berharap TNI harus kuat dari segala hal, mulai dari personil, segala alat perlengkapannya, alat alutsista, alat utama sistemnya, dan lain-lain.

“Inti pahlawan itu adalah pengembangan yang positif. Ada pahlawan yang berkaitan dengan kebangsaan, pahlawan di bidang kesehatan, dan lain-lain. Di dalamnya ada unsur keberanian, semangat, pengorbanan, kejuangan, itu intinya, baik itu tingkat nasional maupun tingkat daerah,” tandasnya.

Begitu juga dengan Ahmad (32). Sebagai generasi milenial lulusan sarjana hukum. Ia memiliki dua landasan dalam menyikapi hari pahlawan, yakni Hari Pahlawan Nasional yang jatuh pada tanggal 10 November dan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959.

Menurutnya, dua hal ini memiliki arti yang sangat penting bagi rakyat Indonesia karena dapat kembali mengingatkan kita kepada sejarah peristiwa perjuangan para pahlawan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

10 November menjadi saksi aksi heroisme rakyat Surabaya mempertahankan kemerdekaan. Bahkan dengan jelas Presiden Soekarno juga menetapkan 10 November melalui surat keputusannya terkait dengan hari pahlawan.

“Maka sangatlah pentingnya bagi kita rakyat Indonesia, terkhusus generasi milenial ini agar ikut serta menyiarkan/mengingatkan kita terhadap hari pahlawan yang memiliki begitu banyak peristiwa sejarah perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan,” jelas Ahmad.

Ahmad membenarkan bahwa anak-anak bangsa menginginkan negara Indonesia ini tetap utuh walaupun banyak ancaman dari dalam dan luar. Ancaman-ancaman tersebut diatasi dengan penegakan hukum, pemberantasan korupsi, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pemberantasan narkoba dengan memadai.

“Dari segi landasan hukum, aspek-aspek tersebut sudah memadai. Terkait dengan penegakan hukum ini sudah diatur dengan jelas bahkan dimuatkan di dalam UUD tahun 1945, pemberantasan korupsi sudah ada di Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, peningkatan kesejahteraan itu merupakan termasuk tugas pokok pemerintah, dan pemberantasan narkoba sudah dibuat aturan tentang tindak pidananya,” terang Ahmad.

Di samping itu, aspek-aspek yang sudah memadai tersebut perlu diperbaiki agar kata memadai bisa tercapai, seperti menetapkan orang-orang yang tepat pada posisinya dan berani berbuat benar meskipun di sekitarnya berbuat salah, harus memiliki keseriusan untuk mencapai apa yang menjadi tujuan, lakukan tugas dan kewajiban dengan benar, dan jalankan equality before the law (persamaan di depan hukum).

Ahmad berharap agar generasi milenial dapat menyiarkan dan mengingatkan kembali semangat kepahlawanan kepada masyarakat Indonesia melalui media sosial. “Dan tanamkan semangat juang dalam diri kita agar apa yang jadi cita-cita bangsa ini tercapai,” pungkasnya.