Pekanbaru (ANTARA) - Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Disdalduk KB) Kota Pekanbaru, Riau terus berupaya menggiatkan intervensi spesifik dan sensitif terhadap 70.598 KK berisiko stunting di daerah itu.
"Intervensi ini dilakukan untuk tetap mempertahankan cakupan prevalensi stunting di Pekanbaru sebesar 11,4 persen itu pada tahun 2021 atau lebih rendah 22,3 persen dibandingkan prevalensi stunting tingkat Riau," kataKepala Disdalduk KB Kota Pekanbaru Muhammad Amin pada acara pertemuan Diskusi Panel audit kasus Stunting Kota Pekanbaru, Selasa.
Ia mengatakan intervensi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi penyebab terjadinya stunting dan umumnya diberikan oleh sektor kesehatan, seperti asupan makanan, pencegahan infeksi, status gizi ibu, penyakit menular dan kesehatan lingkungan dan lainnya.
Intervensi sensitif, katanya, kegiatan yang berhubungan dengan penyebab tidak langsung stunting yang umumnya berada di luar persoalan kesehatan, seperti penyediaan air minum dan sanitasi, pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran pengasuhan dan gizi serta peningkatan akses pangan bergizi.
"Karenanya, intervensi spesifik dan sensitif terus digiatkan menyasar keluarga berisiko dan potensi stunting pada calon pengantin, bumil ibu nifas, baduta dan balita," katanya.
Ia menyebutkan dari 210.721 KK tercatat 33,5 persen atau 70.598 KK berisiko stunting, selanjutnya tim teknis melakukan identifikasi pengukuran ulang terhadap beberapa sasaran keluarga berisiko stunting. Kegiatan itu sebelumnya pada Kamis (29/9) di Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya.
Selain itu, laporan audit stunting dilakukan di dua kecamatan di Pekanbaru oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) melalui 981 kader pendamping keluarga.
Persoalannya sekarang, katanya, masih terdapat keraguan dari sejumlah pihak dalam menerjemahkan tentang keluarga berpotensi stunting dan keluarga yang telah berisiko stunting dan kondisi kronis stunting.
Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi RiauMardalena Wati Yulia mengatakanTPPS Pekanbaru perlu terus menggiatkan pemetaan terhadap keluarga berisiko stunting dan perlu mencari tahu apa penyebabnya sertasolusinya.
"TPPS perlu melakukan intervensi jangka pendek dan jangka panjang. Pekanbaru perlu bekerja lebih giat lagi melakukan pemutakhiran data sesuai registrasi sosial dan ekonomi (regsosek) sebab ketika prevalensi stunting Pekanbaru naik maka otomatis memengaruhi prevalensi stunting di tingkat Riau," katanya.
Selain itu, katanya, tinggal beberapa hari menjelang 31 Oktober 2022, perlu segera dilakukan pemutakhiran data sebab data BKKBN dipakai untuk menggiatkan program penghapusan kemiskinan ekstrem itu.
BKKBN Perwakilan Provinsi Riau mencatat terdapat enam kabupaten/kota dengan prevalensi balita stunting di bawah angka rata-rata provinsi, yaitu Kota Pekanbaru 11,4 persen, Kabupaten Siak 19 persen, Kabupaten Pelalawan 21,2 persen, Kabupaten Bengkalis 21,9 persen, Kabupaten Kuantan Singingi 23 persen, serta Kota Dumai 23 persen.
Berita Lainnya
BKKBN Provinsi Riau libatkan PPPK tingkatkan kualitas pelayanan keluarga
01 May 2024 17:57 WIB
Maknai hari kartini, BKKBN Riau kerahkan penyuluh tingkatkan layanan KB
21 April 2024 21:26 WIB
BKKBN Riau serahkan Rp5,9 miliar untuk Rokan Hulu dukung program KB
18 April 2024 20:31 WIB
BKKBN apresiasi kolaborasi Pemkab Kampar tekan stunting jadi 14 persen
06 March 2024 8:30 WIB
Kepala BKKBN RI apresiasi Regional 3 PTPN IV komitmen perangi stunting
05 March 2024 15:26 WIB
BKKBN Perwakilan Riau berupaya bentuk lagi 1.475 pusat data kependudukan tiap desa
17 February 2024 6:26 WIB
BKKBN Perwakilan Riau berupaya optimalkan peran 1.990 Kampung KB
07 February 2024 13:14 WIB
BKKBN Perwakilan Riau edukasi 50 pasang calon pengantin cegah stunting dari hulu
03 February 2024 20:39 WIB