25 tahun sengketa lahan dengan perusahaan tak usai, masyarakat minta bantuan pemerintah

id Konflik lahan Inhu,Konflik lahan

25 tahun sengketa lahan dengan perusahaan tak usai, masyarakat minta bantuan pemerintah

LAMR Inhu saat pertemuan dengan awak media (ANTARA/Annisa Firdausi)

Pekanbaru (ANTARA) - Konflik sengketa lahan antara masyarakat adat Desa Lubuk Batu Tinggal, Kecamatan Lubuk Batu Jaya, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), dengan PT Rimba Pranap Indah (RPI) tak kunjung usai sejak1997 silam.

Ketua LAMR Kecamatan Lubuk Batu Jaya Datuk Setio Kamaro Talang Darat Japura Zulkifli di Pekanbaru, Jumat, menyatakan PT RPI diduga telah menyerobot dan mengolah lahan perkebunan milik warga Desa Lubuk Batu Tinggal seluas 3.550hektare yang merupakan tanah ulayat.

"Konflik terjadi sejak 1997 hingga lahan telah dikuasai oleh perusahaan. Sejak September lalu lahan telah dalam status quo," terang Zulkifli.

Setelah melakukan pengecekan bersama instansi terkait, kedua belah pihak sepakat lahan tersebut dalam status quo yang mana dalam status tersebut tidak boleh beraktifitas di area tersebut.

"Namun hingga hari ini PT RPI tidak kooperatif serta dengan sengaja merusak perkebunan dan aset LAMR di area sengketa," sebutnya dengan mata berkaca-kaca.

Merasa berat 25 tahun menanggung sengketa yang tak kunjung usai, Zulkifli memohon bantuan pemerintah pusat.

"Kami sudah 25 tahun bermasalah, hak kami dirampas, hak kami ditindas. Masyarakat kami dihancurkan, kami juga butuh hidup, kami juga butuh masa depan, anak-anak kami butuh makan. Kalau ada keadilan di Indonesia, tolong buktikan," sebutnya.

Bahkan diungkapkan Zulkfili, baru-baru ini pihak PT RPI telah memasang portal di jalan milik warga yang dijaga 24 jam. Masyarakat lain diperkenankan lewat kecuali pihaknya.

"Seharusnya portal itu tidak dipasang, itu bukan hak dia, itu masih dalam desa kami," tuturnya.

Sementara itu, Penasehat Hukum LAMR Inhu Mufir Abdillah menyebutkan pihaknya telah mempersiapkan tindakan yang akan dilakukan terkait permasalahan sengketa lahan antara warga dengan PT RPI tersebut.

Ia menilai tindakan pidana yang dilakukan PT RPI kepada warga ialah dengan merusak aset-aset dari LAMR setempat dan merusak tanaman sawit milik masyarakat.

"Ada pula pemutusan jalan yang selama ini digunakan masyarakat untuk beraktivitas ke kebun. Pemutusan jalan ini dilakukan pihak perusahaan dengan dibuatnya kanal menggunakan alat berat," tutur Mufir.

Selain itu pembangunan portal yang dilakukan oleh PT RPI berada di jalan masyarakat sehingga aktifitas masyarakat lalu-lalang di jalan itu menjadi terganggu.

"Padahal kita telah memasang plang atas petunjuk dari Dinas Kehutanan sesuai SK yang menyatakan tak adanya aktivitas apapun sampai proses selesai. Tetapi plang tersebut diduga dihilangkan oleh pihak perusahaan," pungkasnya.