BKKBN Perwakilan Riau dorong peran 500 PIKR atasi permasalahan remaja

id BKKBN Riau,BKKBN Riau dorong peran 500 PIKR,dorong peran 500 PIKR atasi permasalahan remaja,500 PIKR atasi permasalahan

BKKBN Perwakilan  Riau dorong peran 500 PIKR atasi permasalahan remaja

BKKBN Riau gelar kegiatan Apresiasi pelaksanaan edukasi PKBR di PIK Remaja dan BKR tingkat Provinsi Riau tahun 2022 dikuti 52 peserta berasal dari PIKR se-Provinsi Riau berprestasi, kader BKR se-Riau, dan lainnya disandingkan dengan pengukuhan Kwartir Pramuka tingkat provinsi. Antara/Frislidia.

Pekanbaru (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Perwakilan Riau sudah membentuk sebanyak 500 Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR) yang perannya kini terus didorong untuk mengatasi permasalahan remaja setempat.

"Kini permasalahan remaja makin kompleks terlibat pernikahan dini, seks bebas, narkoba dan perbuatan menyimpang lainnya, bahkan kenakalan remaja telah sangat mengkhawatirkan lebih antara lain akibat pengaruh informasi dan teknologi yang dimanfaatkan remaja secara negatif," kata Kepala BKKBN Perwakilan Riau, Mardalena Wati Yulia di Pekanbaru, Kamis.

Mardalena Wati Yulia menyampaikan hal itu pada kegiatan apresiasi pelaksanaan edukasi PKBR di PIK Remaja dan BKR tingkat Provinsi Riau tahun 2022 dikuti 52 peserta berasal dari PIKR se-Provinsi Riau berprestasi, kader BKR se-Riau, dari DP3AP2KB Provinsi Riau, DPD AKU Provinsi Riau dan dari Perwakilan BKKBN Riau.

Menurut dia, sebanyak 500 PIKR yang dibentuk itu terdiri dari PIKR jalur pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi) dan jalur masyarakat, yakni remaja masjid yang dibentuk oleh remaja, untuk remaja dan dari remaja sendiri.

Masa remaja, katanya menyebutkan, merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Kehidupan remaja merupakan kehidupan yang sangat menentukan bagi kehidupan masa depan mereka selanjutnya seperti untuk bekerja dan berkeluarga.

"Karenanya sebagai calon pasangan yang akan berkeluarga dan sebagai calon orangtua, remaja perlu disiapkan agar memiliki perencanaan dan persiapan kehidupan berkeluarga. Faktanya hanya sedikit remaja yang mendapat informasi yang cukup mengenai pernikahan dari keluarga maupun lingkungan mereka (Ghalili et al., 2012) karena kurang menyadari perlunya persiapan dan perencanaan sebelum menjalani kehidupan berkeluarga (Maryati & Rohmatun, 2007) agar tercipta keluarga yang berkualitas," katanya.

Keluarga berkualitas bercirikan tenteram, mandiri, dan bahagia. Salah satu indikator dimensi ketenteraman adalah perceraian. Data BPS (2019) menunjukkan bahwa kasus perceraian tertinggi karena perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan menimpa kelompok usia 20–24 tahun dengan usia pernikahan belum genap lima tahun.

Tingginya angka perceraian pada kelompok tersebut sebagai akibat pernikahan yang dilakukan pada usia muda sehingga belum siap dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Tingginya jumlah pasangan muda yang bercerai akibat ketidaksiapan mereka dalam menjalani perkawinan mengindikasikan banyaknya pasangan muda yang sesungguhnya belum memperhatikan kesiapan menikah.

"Ketidaksiapan berkeluarga juga berdampak pada generasi yang akan dilahirkan. Hasil studi menunjukkan bahwa ada faktor pendorong/faktor risiko yang bersumber dari pihak ibu dan ayah dari anak-anak yang stunting(kerdil), yaitu usia, kondisi kekurangan gizi kronis, anemia, serta keterpaparan asap rokok," katanya.

Padahal dari 2 juta pernikahan di Indonesia setiap tahunnya, 1,6 juta di antaranya langsung hamil di tahun pertama. 400 ribu dari 1,6 juta yang hamil di tahun pertama pernikahannya tersebut melahirkan anak dengan kondisi stunting. Kondisi ini menunjukkan, jika remaja sebagai calon pasangan tidak disiapkan agar memiliki perencanaan dan kesiapan hidup berkeluarga, akan berkontribusi pada penambahan 400 ribu kelahiran anak dengan kondisi stunting setiap tahunnya.

"Stunting merupakan sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai, terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting memiliki dampak jangka panjang yang sangat terkait dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia," katanya.

Salah satu intervensi yang dilakukan dalam upaya percepatan penurunan stunting adalah dengan memastikan setiap Calon Pengantin/calon PUS berada dalam kondisi ideal untuk menikah dan hamil. Upaya pereventif ini dilakukan dengan skrining yang ditindaklanjuti dengan pendampingan kesiapan menikah dan hamil kepada setiap Calon Pengantin/Calon PUS, tanpa kecuali.

Mengingat pentingnya menyiapkan remaja agar memiliki kesiapan dan perencanaan dalam membangun keluarga, kegiatan Pembinaan Ketahanan Remaja diarahkan pada Penyiapan Perencanaan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja melalui Penguatan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) dan Kelompok Kegiatan Bina Keluarga Remaja (BKR).

"Pada tahun 2022, berbagai kegiatan telah dilakukan untuk mendukung Penyiapan Perencanaan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja melalui Penguatan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) dan Kelompok Kegiatan Bina Keluarga Remaja (BKR), untuk itu perlu dilakukan apresiasi pada Pengurus/Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya PIK Remaja dan Kader BKR yang telah melaksanakan kegiatan sebagai motivasi dalam mendukung pelaksanaan kegiatan ini," katanya. ***3*** T.F011