Pemerintah Harus Putihkan Lahan TNTN Warga Tempatan

id pemerintah harus, putihkan lahan, tntn warga tempatan

Pemerintah Harus Putihkan Lahan TNTN Warga Tempatan

Pekanbaru, (antarariau.com) - Anggota DPRD Riau menyatakan, sebaiknya pemerintah memutihkan lahan yang ditempati warga tempatan di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) seluas 83.068 hektare yang dikelola secara kolaboratif oleh Balai TNTN dan "World Wildlife Fund for Nature" (WWF).

"Yang sudah dimanfaatkan warga dan tinggal di Tesso Nilo, sebaiknya diputihkan atau pemerintah memutihkan. Sekarang aturannya mulai kapan?, kan disitu ada tanaman yang sudah lama," ujar anggota DPRD Riau Bagus Santoso di Pekanbaru, Jumat.

Hal itu dikatakannya menanggapi tentang dilakukannya penertiban terhadap perambah liar yang sekarang menetap di TNTN dan dapat menimbulkan gejolak ditengah-tengah masyarakat yang kemudian menjadi masalah.

Menurut politisi Partai Amanat Nasional itu, masyarakat tempatan yang telah lama menetap di Tesso Nilo sudah beranak pinak dan mungkin telah memiliki pemakaman keluarga ditempat itu.

Warga tempatan mungkin sudah memiliki perkebunan kelapa sawit dan tanaman karet liar yang berumur 10 tahun di TNTN. Sekarang, mereka sedang memetik hasil dari jerih payah yang dilakukan selama ini.

"Tapi kalau baru tahun kemarin mereka tanam dan jelas-jelas di Tesso Nilo, itu baru yang kita permasalahkan. Ternyata, masih ada yang menanam sawit dan itu mestinya tidak diberikan toleransi lagi." tegasnya.

Ketika kesepatan ukur ulang dilakukan terhadap luas TNTN, lanjutnya, lazim yang dilakukan di Riau, maka jumlah lahan yang dikapling justru semakin bertambah di Tesso Nilo.

"Menjadi persoalan dan biasanya terjadi seperti itu. Sebelumnya kita sepakat untuk mengeluarkan dari Taman Nasional Tesso Nilo, tapi tiba-tiba bertambah dan ini harus diwaspadai jikan Negara ingin memutihkan," ucapnya.

Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PPP yang juga mantan Gubernur Riau Wan Abubakar mengatakan, klarifikasi yang dilakukan untuk mendesak sekaligus menangkis tudingan WWF bahwa petani sawit melakukan kegiatan ilegal di TNTN.

Dia berpendapat pengukuran ulang menjadi salah satu solusi untuk memperjelas batas wilayah di TNTN dan selanjutnya pemerintah perlu melakukan verifikasi langsung di lapangan atas klaim masyarakat.

"Jika hasil verifikasi menunjukkan masyarakat petani memiliki bukti-bukti kepemilikan yang sah atau lainnya, sebelum kawasan itu ditetapkan sebagai TNTN, pemerintah harus mencarikan solusi terbaik misalnya diberi lahan pengganti," katanya.

Bagi para pendatang yang mengaku-aku sebagai masyarakat adat, Wan Abubakar mengingatkan pemerintah untuk bersikap tegas. "Jangan sampai para pendatang disamakan dengan masyarakat adat yang sudah turun temurun beraktivitas dan menggantungkan hidupnya di kawasan tersebut," ucapnya.

Ketua Koperasi setempat Esau MH Sigiro mengatakan, mereka adalah warga asli yang telah berada di tempat itu jauh sebelum desa mereka ditetapkan sebagai kawasan TNTN.

"Kelompok kami terdiri atas 830 Kepala Keluarga (KK) dan telah bertanam kelapa sawit di lahan seluas 1.660 hektare di Desa Lubuk Batu Tunggal, Kecamatan Lubuk Batu Jaya, Kabupaten Indragiri Hulu sejak 1998," kata Esau.