55 kasus konflik satwa dan manusia sepanjang 2022, Gakkum LHK adakan Rakor

id Gakkum KLHK,konflik satwa dan manusia

55 kasus konflik satwa dan manusia sepanjang 2022, Gakkum LHK adakan Rakor

Gakkum KLHK saat Rakor di Pekanbaru. (ANTARA/Annisa Firdausi)

Pekanbaru (ANTARA) - Sepanjang Januari hingga Agustus 2022, telah terjadi 55 kasus konflik dan sejak tahun 2019 konflik satwa telah mengakibatkan sembilan orang meninggal dunia dan juga kematian sejumlah satwa di Provinsi Riau.

Hal ini membuat Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)mengkhawatirkan banyaknya konflik antara satwa dan manusia serta perburuan liar yang mengancam keanekaragaman hayati. Khususnya satwa yang masih hidup di landscape Riau seperti harimau, gajah dan beruang madu.

Menurutnya konflik satwa terjadi karena habitat satwa telah terdegradasi dan terfragmentasi akibat perusakan kawasan hutan dan konversi hutan. Hal ini mengakibatkan ruang hidup manusia dan satwa saling tumpang tindih.

"Kita tau kenapa terjadi konflik antar satwa dan manusia, yaitu karena rumahnya sudah dimanfaatkan sebagai hal lain. Bisa juga karena pakan yang sudah langka," ucap Plt. Direktur Pencegahan dan Pengamanan KLHK Sustyo Iriyono, dalam rapat koordinasi di Pekanbaru, Kamis.

Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan apabila memiliki ijin pemerintah. Habitat dan home range satwa liar bukan hanya di kawasan konservasi, maka pemegang perijinan harus menaati aturan yang telah ditetapkan, seperti alokasi untuk penyediaan arealNilai Konservasi Tinggi (NKT)/High Conservation Value (HCV koridor satwa, dan lainnya.

Lanjutnya, teknokrasi pembangunan wilayah dan internalisasi prinsip konservasi dalam manajemen pemanfaatan hutan, perlu diperhatikan dalam penyelesaian konflik satwa manusia.

Pembangunan bukan hanya bersifat antroposentris, namun perlu memperhatikan kehidupan liar sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan, menyelaraskan kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan.

"Dengan Rakor ini diharapkan dapat membangun sinergitas, komitmen dan konsistensi para pihak dalam penanganan konflik satwa dan perburuan yang dituangkan dalam nota kesepahaman, sehingga kelestarian dapat terjaga dan kehidupan ekonomi masyarakat tetap berjalan," sebut Sustyo.

Kepala Balai Gakkum LHK wilayah Sumatera Subhan menyebutkan bahwa penegakan hukum terhadap kejahatan tumbuhan dan satwa liar di wilayah Sumatera terus dilakukan.

"Namun penegakan hukum bukanlah satu-satunya solusi. Perlu ada upaya dan komitmen bersama dari para pihak baik pengelola kawasan, penegak hukum, para mitra, pelaku usaha serta masyarakat dalam penegakan hukum dan penanganan konflik antara satwa dan manusia," tutup Subhan.