Polisi periksa 17 orang saksi kasus kekerasan seksual anak di Alor

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara,polisi

Polisi periksa 17 orang saksi kasus kekerasan seksual anak di Alor

Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy. (ANTARA/Kornelis Kaha)

Kupang (ANTARA) - Tim penyidik Kepolisian Resor Alor, Nusa Tenggara Timur, telah memeriksa sebanyak 17 orang saksi terkait kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum calon pendeta berinisial SAS dengan jumlah korban mencapai 14 orang.

"Saat ini jumlah saksi yang sudah diperiksa sebanyak 17 orang dan dimungkinkan akan terus bertambah jumlahnya," kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah NTT Komisaris Besar Polisi Ariasandy di Kupang, Selasa.

Hal ini disampaikan Ariasandy berkaitan dengan perkembangan kasus kekerasan seksual oleh oknum pendeta terhadap 10 anak di bawah umur dan empat orang dewasa di Kabupaten Alor.

Tindakan asusila yang dilakukan SAS itu sudah berlangsung sejak Mei 2021 hingga Maret 2022 dan perbuatannya dilakukan di sekitar lingkungan gereja tempat SAS ditugaskan.

Mantan Kapolres Timor Tengah Selatan itu menambahkan bahwa sejumlah saksi nanti juga akan segera dipanggil dalam waktu dekat.

"Salah satunya adalah Ibu Ketua Majelis Sinode GMIT Merry Kolimon yang proses pemeriksaannya dilakukan di Polres Alor," tambahnya.

Ia menambahkan proses penyelidikan kasus dugaan kekerasan seksual itu terus berlanjut dan sampai saat ini jumlah korban sudah 14 orang.

Kepolisian Alor menyatakan tersangka dugaan kasus kekerasan seksual di Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, berinisial SAS terancam hukuman mati akibat perbuatannya.

Hal ini karena tersangka SAS dijerat dengan pasal 81 ayat 5 jo pasal 76 huruf d Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, tersangka juga dikenakan pasal pemberatan karena korban lebih dari satu orang.

Selain terancam hukuman mati atau seumur hidup, tersangka SAS juga terancam pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lambat 20 tahun.

Ariasandy juga mengatakan bahwa tersangka SAS juga terancam dijerat dengan pasal 27 ayat 3 di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dalam melaksanakan aksinya tersangka merekam atau membuat video serta memotret para korbannya sebelum bahkan sesudah melaksanakan aksinya tersebut.