DPRD Riau sahkan Ranperda pengelolaan hutan

id DPRD Riau, Hutan Ranperda

DPRD Riau sahkan Ranperda pengelolaan hutan

Husaimi Hamidi. (ANTARA/Diana Syafni)

Pekanbaru (ANTARA) - DPRD Riau bersama Pemerintah Provinsi menyepakati penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang pengelolaan hutan. Kesepakatan telah disampaikan secara langsung pada Rapat Paripurna DPRD Riau yang digelar beberapa waktu lalu.

Anggota Komisi II DPRD Riau Husaimi Hamidi di Pekanbaru, Rabu mengatakan, Ranperda pengelolaan hutan yang diinisiasi oleh Gubernur Riau Syamsuar merupakan ide yang sangat brilian dan patut diapresiasi. Sebab, menurut dia, selama ini masyarakat terutama di daerah banyak menjadi penonton. Hal itu karena tidak ada payung hukum yang mengatur tentang pengelolaan hutan dimaksud.

"Dengan adanya Perda mungkin ada kerjasama BUMD. Saat ini di setiap desa ada BUMDes. Sekarang BUMDes bisa dimanfaatkan untuk mengelola itu. Aset-aset yang ada di hutan itu. Kalau tidak nanti bisa tersandung hukum. Sekarang ada kayu busuk, diambil oleh masyarakat itu kena," ucapnya.

Diakui dia, sampai saat ini belum banyak masyarakat yang tau apa saja kriteria yang masuk ke dalam kasus illegal logging. Jika ada Perda, persoalan pemanfaatan hasil hutan bisa dijabarkan lebih mendetail. Sehingga ada wadah bagi masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan. Karena di dalam Ranperda akan diterjemahkan apa-apa saja yang masuk ke dalam aktivitas melanggar.

"Dengan adanya Perda itu nanti mungkin bisa membuka, saya rasa ini membuka masyarakat bisa berkreasi di daerah dengan ada payung hukum Ranperda ini. Nanti kita terjemahkan illegal logging itu apa sih? Contoh di Desa Sungai Rangau. Kalau becak bawa kayu ga ditangkap. Pakai mobil ditangkap. Nah nanti akan dirincikan," paparnya.

Dirincikan Husaimi, dalam Ranperda Pengelolaan Hutan ada tujuh item yang akan dibahas secara rinci. Dengan harapan, masyarakat bisa manfaatkan hasil hutan dengan batas yang wajar. Termasuk juga di dalamnya akan diatur mengenai pengembalian ekosistem hutan yang telah rusak atau gundul. Husaimi sendiri menuturkan sangat mendukung Ranperda tersebut agar bisa dibahas dan diselesaikan dalam jadwal yang telah ditentukan.

"Saya sangat mendukung karena selama ini dalam batin saya, ini kok begini ya? Lalu Pak Gubernur inisiatif menyodorkan Perda ini. Menurut saya luar biasa," sebutnya.

Sementara itu, Gubernur Riau Syamsuar menuturkan Provinsi Riau memiliki sumberdaya hutan pada kawasan hutan seluas kurang lebih 5,4 juta hektare ataumencapai 62,13 persen dari wilayah Provinsi Riau. Potensi sumber daya alam ini terutama berada di wilayah kelola Unit Pelaksana Teknis-Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang perlu dioptimalkanagar memberikan manfaat berkelanjutan.

Baik secara ekonomi, sosial maupun kualitas lingkungan hidup. Dikatakan Gubri, salah satu amanah Undang-Undang No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pengelolaan hutan menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi. Diantaranya dalam pelaksanaan Tata Hutan wilayah KPH dan pemanfaatan hutan di kawasan Hutan Produksi dan

Hutan Lindung.

"Oleh karenanya sejalan dengan komitmen pembangunan berkelanjutan yang secarastrategis, diimplementasikan dalam perencanaan pembangunan rendah karbon dan Riau hijau, diperlukan terobosan kebijakan agar potensi sumber daya hutan dapat memberikan manfaat secara merata," ungkap Gubri.

Diakui dia, pengelolaan sumber daya hutan secara lestari di Provinsi Riau menghadapi beberapa tantangan dan peluang. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat memberi tekanan adanya alih fungsi lahan, kasus perambahan dan illegal logging. Dominasi lahan gambut yang mencapai lebih dari 4,9 juta hektar juga membutuhkan pengelolaan secara bijaksana agar tidak terjadi karhutla yang memicu emisi karbon dan mengancam sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Hal ini sangat strategis mengingat komitmen Riau sebagai salah satu Provinsi Pilot Pembangunan Rendah Karbon (MoUGubernur Riau dengan Bappenas Tahun 2020, red) yang juga terkait kebijakan penyelenggaraan nilai ekonomi karbon. Serta capaian target kontribusi penurunan emisi melalui Indonesia’s FOLU Net Sink.

Pada sisi lain, pemanfaatan potensi jasa lingkungan dan hasil non kayu perlu dioptimalkan sebagai potensi sumber PAD bidang kehutanan. Baik melalui skema perizinan berusaha maupun perhutanan sosial. Demikian juga dukungan penyelesaian keberadaan kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan yang akan memberi kontribusi siginifikan terhadap penerimaan negara dan daerah.

"Serta kepastian hukum dan iklim investasi. Oleh karenanya keberadaan 13 UPT KPH pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau sebagai wadah dan organisasi pengelolaan hutan tingkat tapak, perlu dukungan kebijakan daerah agar mampu mandiri dalam melaksanakan peran dan fungsinya," ungkap Gubri. (Adv)