Saham Asia jatuh, harga minyak dikabarkan melonjak saat sanksi Rusia menggigit

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara,minyak

Saham Asia jatuh, harga minyak dikabarkan melonjak saat sanksi Rusia menggigit

Investor melihat layar komputer yang menampilkan informasi saham di sebuah rumah pialang di Shanghai, China. (ANTARA/REUTERS / Aly Song)

Shanghai (ANTARA) - Saham-saham Asia berada di bawah tekanan baru pada perdagangan Rabu pagi, dan harga minyak melonjak setelah meningkatnya kekhawatiran tentang dampak sanksi agresif terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina menenggelamkan saham di Eropa dan di Wall Street.

Ketika sanksi global terhadap Moskow diperketat, Amerika Serikat siap untuk melarang penerbangan Rusia menggunakan wilayah udara Amerika, mengikuti langkah serupa oleh Uni Eropa dan Kanada.

Presiden AS Joe Biden diperkirakan akan mengumumkan larangan tersebut dalam pidato kenegaraannya yang dimulai pada pukul 02.00 GMT pada Selasa (1/3), di mana ia juga akan menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin telah salah menilai Barat dengan invasi ke Ukraina.

Baca juga: IHSG Selasa dibuka melemah 23,15 poin menjadi 6.879,82.

Di awal hari perdagangan Asia, indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,19 persen dengan indeks saham-saham unggulan China CSI300 diperdagangkan 0,89 persen lebih rendah dan Nikkei Jepang jatuh 1,5 persen.

Di Australia, indeks acuan ASX 200 naik 0,2 persen karena kenaikan harga-harga komoditas mengangkat saham penambang.

"Konflik Rusia-Ukraina mungkin akan terus mendominasi pasar di masa mendatang. Pengumuman kemarin bahwa Rusia tidak akan membayar kupon kepada pemegang asing atas utang pemerintahnya akan mendorong investor lebih jauh ke safe-haven," kata analis ING dalam sebuah catatan.

"Dukungan untuk memulai proses keanggotaan UE untuk Ukraina menunjukkan kesatuan dukungan untuk Ukraina dari Eropa Barat tetapi tidak mungkin membantu meredakan ketegangan."

Baca juga: Pembelian kembali BBRI akan menjadi katalis positif dan diapresiasi investor

Pada Selasa (1/3), indeks S&P 500 dan Komposit Nasdaq ditutup sekitar 1,6 persen lebih rendah, sementara Dow Jones Industrial Average turun hampir 1,8 persen.

Sanksi global terhadap Rusia telah mendorong serangkaian perusahaan besar untuk mengumumkan penangguhan atau keluar dari bisnis mereka di negara itu.

Exxon Mobil mengatakan pada Selasa (1/3) bahwa mereka akan keluar dari operasi di Rusia, termasuk ladang produksi minyak, mengikuti keputusan serupa oleh raksasa minyak Inggris BP PLC, Shell dan Equinor ASA dari Norwegia.

Pengumuman Exxon datang ketika harga minyak terus melonjak di atas 100 dolar AS per barel. Pada Rabu pagi, patokan global minyak mentah Brent melonjak 2,6 persen menjadi 107,69 dolar AS per barel, dan minyak mentah West Texas Intermediate AS terangkar 3,0 persen menjadi diperdagangkan di 106,50 dolar AS per barel.

"Kami mulai melihat apa dampak sanksi ini terhadap ekspor minyak Rusia dan tantangan yang mereka timbulkan dan itu mendorong harga lebih tinggi," kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA.

Kenaikan terjadi meskipun ada kesepakatan global untuk melepaskan 60 juta barel cadangan minyak mentah untuk mencoba mengendalikan kenaikan harga.

"Kami melihat reaksi yang kurang baik ketika ini terjadi pada November juga dan itu sebelum Rusia menginvasi Ukraina," kata Erlam.

Di pasar mata uang, dolar terakhir dikutip naik 2,83 persen terhadap rubel di 108,01 setelah menyentuh rekor tertinggi 117 sehari sebelumnya.

Dolar juga lebih kuat terhadap yen, naik 0,1 persen pada 115,01, sementara euro menguat menjadi 1,1133 dolar. Terhadap sekeranjang mata uang mitra dagang utama lainnya, dolar naik pada 97,339.

Kenaikan greenback terjadi karena imbal hasil obligasi pemerintah AS rebound setelah turun ke posisi terendah delapan minggu pada Selasa (1/3). Pergeseran prospek pertumbuhan global sebagai akibat dari konflik yang memburuk telah membuat investor memangkas taruhan bahwa Federal Reserve akan secara agresif menaikkan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang.

Baca juga: Saham BBRI diproyeksi sentuh level Rp5.500 seiring membaiknya optimisme

Imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun naik menjadi 1,7548 persen dari 1,711 persen pada akhir Selasa (1/3) dan imbal hasil obligasi pemerintah 2-tahun yang sensitif terhadap kebijakan melonjak menjadi 1,3785 persen dari 1,305 persen

Pasar berjangka dana Fed sekarang menilai hanya peluang 5,0 persen dari kenaikan 50 basis poin pada pertemuan Fed Maret, meskipun kenaikan 25 basis poin yang lebih kecil dipandang sebagai kepastian virtual.

Emas, yang menyentuh level tertinggi 18-bulan minggu lalu dan telah melonjak hampir 2,0 persen pada Selasa (1/3) karena memburuknya krisis Ukraina, memberikan kembali kenaikan 0,5 persen menjadi 1.933,96 dolar AS per ounce.

Bitcoin, yang telah melonjak hampir 15,5 persen pada Selasa (1/3) karena penguatan kredensial mata uang konflik, turun 1,2 persen menjadi 43.911,84 dolar AS.

Baca juga: Pengamat: Tahun 2022 momentum tepat untuk IPO, masuk ke bursa saham yaa?