Bayi Cacat, Ironi Negeri Kaya Minyak

id bayi cacat ironi negeri kaya minyak

Bayi Cacat, Ironi Negeri Kaya Minyak

Pekanbaru (antarariau) - Bayi lahir dengan kondisi fisik tak sempurna atau cacat masih sangat sering ditemui di sejumlah wilayah Indonesia, termasuk di Riau. Sebagai negeri (bukan negara) dengan penghasilan berlimpah minyak bumi dan kekayaan alam lainnya, hal demikian sangatlah ironi.

Atau mungkinkah hal itu telah menjadi peristiwa lumrah?

Saat ini angka kematian bayi di Riau masih mengkhawatirkan untuk sebuah provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia.

Pada 2011 lalu saja, angka kematian bayi mencapai 1.145 kasus, 701 di antaranya lahir dalam keadaan tidak bernyawa dan beberapa persen lainnya bahkan akibat lahir dengan kondisi cacat.

Dinas Kesehatan Riau mencatat, kematian bayi disebabkan oleh berbagai gangguan, mulai dari penyebab kematian secara langsung seperti kelainan pernapasan, kurangnya berat badan minimal bayi dan infeksi.

Sebagian pihak bertanya, mengapa demikian? Menurut ahlinya, bayi lahir dengan kondisi fisik abnormal disebabkan berbagai opsi, namun yang paling utama yakni faktor lingkungan.

Ahli menyatakan bahwa lebih kecil dari faktor genetik atau sekitar 10 persen bayi cacat lahir disebabkan karena faktor lingkungan, meliputi penggunaan obat-obatan, radiasi, rokok, alkohol maupun penyakit yang didera sang ibu saat hamil.

Disarankannya, untuk menghindari bayi cacat lahir, sang ibu harus menghindari seluruh sejumlah faktor penyebab tersebut. Satu hal penting yang perlu wanita hamil lakukan adalah memastikan seluruh obat yang dikonsumsi harus terjamis aman tanpa efek samping.

"Ibu bisa memberikan informasi kepada dokter umum maupun dokter spesialis mengenai kehamilannya agar mereka memberikan obat yang aman. Selanjutnya tetap tanyakan kepada apoteker apakah obat yang diberikan oleh dokter aman bagi ibu hamil dan menyusui," kata Dokter Spesialis Anak Tubagus Odhi di Pekanbaru, Minggu (4/11).

Namun menurut dia, berdasarkan sebaran angka statistik, sebanyak 65 persen bayi yang lahir dalam keadaan cacat belum diketahui sebabnya.

"Ada kemungkinan orang tua bayi yang kecewa tidak memberikan informasi lengkap bagi petugas medis sehingga faktor lain hingga sekarang masih menjadi penyebab tertinggi terjadinya cacat bawaan sejak lahir pada bayi," katanya.

Di Provinsi Riau, beberapa kasus bayi lahir dalam keadaan tidak sempurna (catat) akhir-akhir ini masih saja terjadi.

Cacat yang dimaksud di antaranya yakni lahir tampa anus, usus terburai, lahir tanpa tempurung kepala, dan kembar siam.

Satu lagi opsi atau faktor penyebab dari hal yang tidak dinginkan ini menurut Odhi yakni kurangnya asupan gizi sang ibu saat hamil.

"Itu sebabnya, saat ini, kelahiran bayi dengan kelainan masih menjadi ancaman bagi masyarakat Riau. Terutama bagi masyarakat yang berada jauh dari akses informasi dan pengetahuan," katanya.

Dia mengakui dalam dua tahun terakhir sangat banyak sekali ditemukan kasus tersebut, baik itu di daerah terpencil, maupun di wilayah perkotaan.

"Untuk itu sangat diharapkan agar ada keseriusan dari pihak pemerintah memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada masyarakat tersebut dengan mengubah pola pikir untuk hidup sehat," katanya.

Contoh kasus

Beberapa contoh kasus kelahiran bayi cacat di Riau salah satunya yakni yang dialami wanita bernama Rosdian, warga Simpang Petani, Kelurahan Talang Mandi, Mandau, Kabupaten Bengkalis.

Bayi yang lahir dari rahim Rosdian pada pekan kedua Agustus 2012, yakni dalam kondisi perut terbuka sehingga usus terburai keluar.

Ketika itu, kelahiran bayi dengan persalinan normal tersebut dibantu oleh seorang bidan, dan kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Permata Hati yang berada di sekitar wilayah itu.

Setelah beberapa hari menginap di RS tersebut, sang bayi kemudian kembali dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad yang berada di Pekanbaru.

Awalnya, bayi dengan kelainan fisik, usus terburai di luar rongga perut atau "gastro schizis", anak pasangan Suhar Aritonang (22) dan Rosdian Hutagalung (19), ini berhasil menjalani operasi tahap awal.

Operasi tahap awal dilakukan pada Sabtu (11/8), yakni dengan melakukan penutupan pada perut dengan menarik secara berlahan usus yang terburai ke dalam rongga perut.

Operasi tahap awal dilakukan untuk menghindari terpaparnya usus tersebut dan menormalisir suhu tubuh bayi.

Bahkan setiap hari, ketika itu, tim medis melakukan pemerasan usus secara berlahan agar usus dapat berada di dalam rongga perut secara utuh.

Ketika itu, sang bayi tersebut dinyatakan memiliki kesempatan hidup hingga 70 persen. Namun pada akhirnya meninggal dunia beberapa pekan kemudian setelah gagal bertahan akibat infeksi yang dideritanya pada bagian dinding perut bekas operasi yang dilakukan oleh tim dokter.

Kasus lainnya yakni lahirnya bayi tanpa anus. Anak pasangan Roma Juli (26) dan Lelawati (19) juga sempat diinapkan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Bayi tersebut sebelumnya lahir di Bagansiapi-api, Kabupaten Rokan Hilir pada Agustus 2009, dapat diselamatkan.

Kemudian ada pula kasus bayi yang lahir dengan tanpa tempurung kepala pada November 2011. Setelah bertahan hidup dengan dibantu alat pernafasan oksigen di RSUD Bengkalis beberapa hari, akhirnya putra dari pasangan Erizal dan Leni warga Desa Balai Makam, Bengkalis, menghembuskan nafas terakhir.

Kembar Siam

Yang paling menghebohkan yakni lahirnya sesosok bayi kembar siam, anak ke enam dari pasangan Arman (44) dan Martini Haryani (35), warga Jalan Tanjung Medang, Kecamatan 50, Pekanbaru.

Bayi itu lahir melalui operasi "sectio sesaria" (caesar) di kamar operasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) lantai tiga RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada Jumat (20/7/2012) pukul 16.55 WIB.

Bayi tersebut lahir dengan bobot sekitar 2,7 kilogram dan diidentifikasi memiliki lima kelainan. Bayi laki-laki itu lahir tanpa anus (malformasi anorectal), memiliki tiga tangan dan kaki (dicephalus paraphagus), anus terbelah (epispadia), jantung dan hatinya satu (omphalocele), dan terakhir kelainan "extrophia vesicae".

Dr Tubagus Odhi yang menangani kasus tersebut ketika itu mengatakan, kondisi bayi tak cukup baik dengan indikator kadar satrasi oksigen berkisar 74-90 persen, normalnya yakni diatas 95 persen. Kemudian denyut nadi berkisar 88-110 dan fluktuatif, normalnya lebih dari 100-140.

Ketika itu, cukup lama sang bayi berkepala dua menggunakan alat bantu pernafasan C-POP guna mempertahankan kehidupanya.

Bahkan tim dokter juga terus melakukan sejumlah cara untuk menyetabilkan kondisi bayi dengan meletakannya di kotak khusus agar suhu badan stabil.

Kemudian pemasalahan IV saluran untuk asupan cairan dan nutrisi, dan pelacakan diagnosis penyerta serta usaha penegakan diagnosis darurat.

Bayi kembar siam itu sebelumnya sempat dirawat selama kurang lebih 20 hari di RSUD milik pemerintah daerah itu.

Namun, ragam upaya keras itu pada akhirnya tak menghasilkan pappun. Sang bayi kembar siam akhirnya meninggal dunia.

Humas RSUD Arifin Achmad, Masriah, di Pekanbaru, mengatakan bayi kembar siam tersebut dikabarkan meninggal dunia pada Rabu (8/8/2012) malam sekitar pukul 20.05 WIB.

Upaya Menghindar

Ahli medis di Pekanbaru, Tubagus Odhi menyarankan, sebagai upaya untuk menghindari berbagai kasus kelahiran bayi dengan kondisi tidak normal tersebut yakni dengan mengubah pola kehidupan dan fikiran untuk sehat.

"Tidak ada cara lain selain mengubah pola kehidupan dan fikiran masyarakat bagaimana agar rajin memeriksa kandungannya dan tahu dia apa saja yang dilakukan saat masa hamil," katanya.

Di kesempatan terpisah, pejabat ahli dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Riau, Sudirman, mengatakan, pada umumnya kekurangan asupan gizi menjadi penyebab utama anak lahir cacat selain dikarenakan kecelakaan ibu saat mengandung, radiasi atau kelainan gen.

Kekurangan asupan gizi ini juga menurut Sudirman bisa menyebabkan bayi kekerungan berat badan minimal saat dilahirkan, hingga umur bayi pascalahir tidak bisa bertahan lama.

Menurut Sudirman, sebenarnya angka kematian bayi atau bayi lahir dengan kondisi tidak sempurna ini bisa diminimalisir.

Salah satu langkah upaya yang dimaksud, kata Sudirman, yakni sang ibu hamil harus secara rutin mengecek kehamilannya, minimal di Puskesma terdekat.

Selain itu, kata Sudirman, pihak pemerintah juga telah meluncurkan program Jaminan Persalinan (Jampersal). Di mana pembiayaannya dijamin oleh pemerintah.

"Dari cek rutin nanti, bisa diketahui kondisi terkini kehamilan. Bila ada indikasi tidak baik, petugas kesehatan bisa intervensi," katanya.

Program Jampersal yang telah diluncurkan itu menurut Sudirman, berlaku di seluruh Indonesia dan tidak hanya bagi keluarga tidak mampu.

Dengan menemui petugas kesehatan setempat, apakah itu bidan desa, puskesmas atau rumah sakit, ibu hamil juga bisa berkonsultasi soal gizi. Selain itu, asupan makanan yang selama ini dikonsumsi juga bisa dikonsultasikan apakah baik bagi kehamilan atau tidak.

"Jadi, sebenarnya alasan kemiskinan tidak lagi menjadi penyebab minimnya gizi ibu hamil hingga melahirkan bayi dengan kondisi abnormal," katanya. ***3*** (T.KR-FZR)