Jakarta (ANTARA) - Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan Research Octane Number (RON) rendah bisa meningkatkan risiko kerusakan mesin. Selain itu juga menurunkan performa atau unjuk kerja kendaraan, kata pakar kendaraan mesin bakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Iman Kartolaksono Reksowardojo di Jakarta, Minggu.
Selain itu, katanya, BBM RON rendah juga memperburuk emisi gas buang kendaraan bermotor, membuat mesin mengelitik (knocking), bahkan terburuk, berpotensi membuat ruang bakar berlubang.
"BBM RON rendah bisa menyebabkan knocking atau mengelitik. Knocking harus dihindari, karena dalam kasus ekstrim bisa merusak mesin, membuat piston berlubang, serta menurunkan efisiensi dan menaikkan emisi gas buang," katanya.
Iman yang juga anggota Komite Teknis Bahan Bakar Fosil dan Nabati itu menjelaskan, BBM RON rendah memang menjadi penyebab knocking.
Secara termodinamika, knocking terjadi karena BBM RON rendah tidak tahan terhadap tekanan atau temperatur tinggi, sehingga BBM bisa terbakar sebelum waktunya untuk dinyalakan api dari busi.
Kerugian pemakaian BBM RON rendah, jelas Iman, juga terjadi meski kendaraan dilengkapi dengan articial intelligence (AI). Meski pemrograman AI akan membuat mesin lebih fleksibel terhadap kualitas BBM yang dikonsumsi, namun pada dasarnya BBM RON rendah merugikan, terutama dalam jangka panjang.
“Programing yang dilengkapi AI bisa beradaptasi supaya tidak merusak motor. Tetapi tetap saja ada batasnya. Dan konsuensinya terhadap kinerja yang menurun, efisensi menurun, dan emisi memburuk,” kata Iman.
Itu sebabnya, Ketua Ikatan Ahli Bahan Bakar Indonesia (IABI itu menilai positif kecenderungan meningkatnya konsumsi BBM berkualitas yang dibarengi dengan penurunan konsumsi BBM RON rendah.
"Dan ke depan tentu saja kecenderungan tersebut harus terus ditingkatkan. Sangat menggembirakan. Karena kualitas BBM memang harus meningkat,” kata dia.
Peningkatan konsumsi BBM berkualitas, sebelumnya disampaikan Satgas Ramadhan Idul Fitri (RAFI) Pertamina. Konsumsi Pertamax series dan Dex series berada di atas angka 11 persen. Dan di sisi lain, penggunaan BBM dengan oktan paling rendah (RON 88) berada di bawah 10 persen.
Menurut Iman, hal sebaliknya terjadi jika kendaraan diisi dengan BBM RON tinggi. BBM berkualitas tersebut, menurutnya tahan terhadap temperatur dan tekanan tinggi, untuk tidak menyala dengan sendirinya.
"Dengan demikian, pembakaran yang terjadi pada BBM oktan tinggi, hanya berasal dari api busi. Bukan karena temperatur dan tekanan yang tinggi yang berasal bukan dari busi," ujarnya.
Oleh karena itu, Iman mengingatkan, pentingnya menggunakan BBM dengan angka oktan tinggi, tidak hanya bagi kendaraan roda empat, namun juga sepeda motor. Apalagi, spesifikasi mesin kendaraan keluaran terbaru memang dirancang untuk BBM dengan RON yang tinggi.
"Jadi memang harus sesuai. Kalau mesinnya dirancang untuk oktan tinggi maka harus mempergunakan BBM dengan angka oktan tinggi. Jika tidak, maka akan terjadi off-design operation atau operasi mesin di luar perancangan," ujarnya.
Baca juga: Terkait kelangkaan BBM, Bengkalis tegur sejumlah pemasok
Baca juga: Putus rantai distribusi Inhil bakal miliki Terminal BBM kapasitas 8.000 KL
Berita Lainnya
BPH Migas kembali ajak mahasiswa aktif cegah penyalahgunaan BBM subsidi
08 November 2024 12:00 WIB
Kementerian ESDM masih dalami terkait mekanisme pembatasan BBM subsidi
27 September 2024 15:53 WIB
Airlangga nilai Indonesia siap untuk terapkan BBM biodiesel B40 pada 2025
24 September 2024 13:02 WIB
Indef minta pemerintah untuk mengkaji ulang pembatasan BBM subsidi
12 September 2024 17:00 WIB
Pertamina turunkan harga BBM non subsidi di Riau
02 September 2024 16:17 WIB
Pengamat nilai saat ini waktu yang tepat naikkan harga BBM nonsubsidi
10 August 2024 16:05 WIB
Pakar ekonomi: Saatnya harga BBM nonsubsidi untuk disesuaikan
26 July 2024 15:16 WIB
Erick Thohir sebut kereta cepat menghemat BBM Rp3,2 triliun per tahun
22 July 2024 10:48 WIB