Murid Kelas III SDN 153 Pekanbaru hasilkan buku antologi puisi selama pandemi

id tanoto foundation,antologi puisi,sdn 153 pekanbaru

Murid Kelas III SDN 153 Pekanbaru hasilkan buku antologi puisi selama pandemi

Bersama salah satu muridnya menunjukkan buku antologi puisi. (ANTARA/HO-TF)

Siak (ANTARA) - Guru Sekolah Dasar Negeri 153 Kota Pekanbaru,Siti Jullaikah dalam masa Pandemi COVID-19 terus berupaya menciptakan pembelajaran yang menarik dan partisipatif bagi para siswa. Karena memang adakeluhan para wali murid tentang kebosanan anak-anak selama diberlakukannyasistem belajar di rumah.

Awalnya dia mencoba mengenalkan tentang COVID-19 dan bagaimana cara mencegahnya. Lalu untuk tugas diminta kepada Murid Kelas III untuk membuat poster.

"Ternyata respon anak-anak sangat baik dan karya yang dihasilkan sangat membanggakan," kata Siti Julaikkah melalui pernyataannya kepada ANTARA di Pekanbaru, Senin.

Melihat respon anak-anak yang positif, maka ia mengembangkan pembelajaran dengan cara lain. Maka dibuatlah penugasan dengan membuat sesuatu yang imajinatif yakni puisi selama diberlakukannya belajar di rumah.

"Di luar dugaan, puisi hasil karya anak-anak sangat menyentuh dan relevan dengan kondisi saat ini. Sehingga saya memutuskan untuk membukukannya dalam sebuah antologi puisi berjudul 'Di Pelukan Bunda Doa-Doa Kami Langitkan'," ungkapnya.

Dalam proses Siti Jullaikah menyadari bahwa tidak semua siswa memiliki minat di bidang sastra. Apalagi anak kelas III SD masih terkategorikan dalam literasi kelas awal.

Oleh karena itu, dalam prosesnya ia tidak memaksa semua siswa dan tidak membatasi waktu pengumpulannya. Selama hampir empat bulan, ia baru berhasil mengumpulkan naskah puisi dari 20 siswa yang memiliki minat di bidang sastra.

"Anak-anak saya dorong berani mengungkapkan harapan dan doanya melalui sebuah puisi. Saya tidak memaksakan dalam proses pengumpulan tugasnya. Setelah mereka menyelesaikan tugas, naskahnya difoto dan dikirimkan melalui pesan elektronik. Kemudian saya ketik ulang dan hasilnya saya jadikan antologi puisi anak," tutur Siti.

Ia juga menyadari pentingnya umpan balik atau feedback ke siswa saat proses pembuatan buku antologi ini. Kesulitan utamanya adalah memberi pemahaman ke siswa tentang bagaimana cara membuat puisi.

"Saya mengajari anak-anak membuat puisi dimulai dengan memberikan pertanyaan ke siswa tentang apa yang mereka rasakan selama belajar di rumah? Apakah bosan, senang, atau tidak senang selama libur COVID-19? Kemudian saya meminta anak-anak untuk mengungkapkan semua itu ke dalam tulisan," katanya.

Langkah selanjutnya adalah memberikan umpan balik atau feedback ke anak-anak. Tahapan ini harus dilakukan dengan penuh kesabaran dan ketelatenan karena menangkap ide dari siswa kelas III membutuhkan kepekaan dan kedekatan emosional.

Siti Jullaikah saat membacakan puisi. (ANTARA/HO-TF)


Aktif dan partisipatif

Proses pembelajaran jarak jauh yang dilakukan Siti Jullaikah tetap menekankan unsur-unsur pembelajaran aktif. Dalam penyusunan antologi puisi ini, ia merujuk kompetensi dasar Bahasa Indonesia tentang siswa dapat mencermati perkembangan komunikasi dan teknologi di lingkungan tempat tinggalnya yang saat ini terkena dampak COVID-19. Selain itu, ia juga memfasilitasi keterampilan menulis anak didiknya.

"Saya berusaha tetap memasukkan unsur pembelajaran aktif dan partisipatif dalam proses penyusunan antologi puisi ini. Anak-anak mengalami secara langsung prosesnya, kemudian berinteraksi dan berdiskusi dengan orang tuanya. Selanjutnya anak-anak juga mengomunikasikan karyanya melalui sebuah karya berbentuk puisi. Saya tidak membatasi mereka dalam berkreasi dan berimajinasi," lanjutnya.

Ia mengaku mendapatkan banyak metode pembelajaran sejak mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Tanoto Foundation melalui Program PINTAR. "Dengan menggunakan metode pembelajaran ini, siswa jauh lebih aktif dan partisipatif," tambahnya.

Sementara itu, dalam proses pencetakannya, Siti paham betul kondisi ekonomi yang sedang lesu sebagai imbas pandemi COVID-19. Makanya ia menyerahkan sepenuhnya kepada wali murid apakah mau dicetak atau tidak.

Respon wali murid sangat baik, mereka merasa bangga dan tidak keberatan dengan biaya pencetakan meskipun harus diangsur. Seperti yang diungkapkan Mira Apriyanti wali murid dari Maureen Dawiena Harahap siswa kelas III A SDN 153 Pekanbaru. Menurutnya ide membuat buku puisi sangat baik.

"Saya sangat mendukung karena meningkatkan kreatifitas anak dalam mengembangkan ide-idenya. Selain itu, saya juga merasa bangga karena anak saya sejak SD sudah mampu membuat buku," sebutnya bangga.