Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menginginkan berbagai negara menghindari kebijakan proteksionisme yang dapat menghambat aktivitas perekonomian global di tengah pandemi COVID-19.
"Pandemi COVID-19 sudah menelan banyak korban, menciptakan disrupsi pada perekonomian dunia, mengancam ketahanan pangan global, menurunkan arus investasi dan juga menurunkan tingkat konsumsi karena melemahnya daya beli masyarakat. Untuk itu, upaya untuk meninggalkan kebijakan proteksionisme dan membuka perdagangan perlu ditingkatkan untuk memitigasi dampak pandemi ini," kata Felippa Ann Amanta dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Ekspor babi Kepri ke Singapura meningkat di tengah wabah corona
Menurut dia, negara-negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia, perlu berkomitmen serius untuk meninggalkan kebijakan proteksionisme dan memastikan perdagangan antar negara bisa tetap berjalan.
Hal itu, ujar dia, sangat penting untuk memastikan ketersediaan barang-barang penting, seperti komoditas pangan, obat-obatan serta peralatan medis.
"Kebijakan proteksionisme mengganggu kelancaran rantai pasok dan menghambat ketersediaan pasokan di pasar yang akan berujung pada kelangkaan," jelasnya.
Ia berpendapat bahwa salah satu yang bisa dilakukan untuk meninggalkan kebijakan proteksionisme dan memastikan perdagangan tetap berjalan adalah dengan mengeliminasi hambatan perdagangan, baik hambatan tarif maupun hambatan non-tarif.
Ia mengingatkan bahwa tarif impor diberlakukan oleh banyak negara pada peralatan medis dan peralatan pelindung pribadi.
"Pengenaan tarif tentu akan berdampak pada harga dan ketersediaan. Pengenaan tarif sebaiknya dihapuskan secara permanen, terutama pada komoditas yang ketersediaannya dapat memengaruhi hidup orang banyak," ucapnya.
Felippa juga menekankan agar pemerintah meninjau birokrasi pada bea cukai dalam rangka memastikan barang melintasi perbatasan secepat mungkin.
Negara-negara perlu melakukan beberapa hal berikut, seperti menghapuskan tarif untuk peralatan medis dan obat-obatan, tidak memberlakukan larangan ekspor untuk peralatan medis dan obat-obatan, perlunya menyederhanakan birokrasi, transparansi data kesehatan, transparansi dalam pengumpulan dan berbagi data epidemiologis, meningkatkan kerja sama dengan negara lain terkait ketersediaan obat-obatan serta mendukung inovasi, termasuk hak kekayaan intelektual.
"Krisis hanya akan diselesaikan dan ekonomi hanya akan pulih, jika negara diizinkan untuk berdagang dan berkolaborasi secara bebas satu sama lain. Perdagangan yang terintegrasi satu sama lain tentu akan membantu mempercepat pemulihan ekonomi," ujarnya.
Baca juga: Ekspor ikan Riau tidak terdampak COVID-19
Baca juga: Ekspor Riau awal 2020 turun 27,29 persen. Ini sebabnya
Pewarta: M Razi Rahman
Berita Lainnya
Mitsubishi Electric Indonesia lakukan inovasi dan solusi untuk lingkungan hijau
26 April 2024 17:02 WIB
Relawan: Partai Keadilan Sejahtera akan ikuti jejak PKB dan NasDem masuk koalisi
26 April 2024 16:29 WIB
Kemenhub tetapkan 17 bandara internasional di Indonesia untuk perkuat bisnis penerbangan
26 April 2024 16:10 WIB
Mendag Zulkifli Hasan memusnahkan baja tulang tak sesuai SNI senilai Rp257 miliar
26 April 2024 15:31 WIB
Ilmuwan ungkap rotasi Bumi melambat, hari jadi lebih panjang
26 April 2024 15:16 WIB
72 tahun diplomatik, Indonesia-Kanada adakan Dialog Pertahanan Perdana di Jakarta
26 April 2024 15:05 WIB
Menlu Retno sebut satgas judi online lindungi WNI dari kejahatan transnasional
26 April 2024 14:17 WIB
Jeniffer Aniston akan buat ulang film klasik hits tahun 1980 "9 to 5"
26 April 2024 14:04 WIB